Oleh : Murgap Harahap
Akhirnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggoalkan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) menjadi UU Ciptaker, baru-baru ini, di Jakarta, lewat Rapat Paripurna DPR RI. Turut hadir dalam acara ini dari pihak Pemerintah RI adalah Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menjadi pertanyaan “kado” terindah tersebut diberikan untuk siapa dan kenapa bisa lahir melihat suasana kebathinan dan iklim usaha yang serba kesusahan dan tak menentu dewasa ini?
Haruskah “kado” terindah dan teristimewa tersebut dipaksakan lahir dan diberikan kepada para pekerja dan buruh di tengah sulitnya perekonomian rumah tangga mereka saat ini karena terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan?
Nyanyian lagu merdu seperti apakah isi butir demi butir pasal per pasal yang termaktub dalam UU Ciptaker Omnibus Law 2020 tersebut yang bisa bermanfaat bagi kaum pekerja dan buruh yang sudah dirumahkan dan ter-PHK? Terakhir, di tengah pandemi Covid-19 saat ini, mau menciptakan lapangan kerja seperti apa jenisnya dan membangun perusahaan seperti apakah Pemerintah Indonesia dan pihak wakil rakyat terhormat yang duduk di kursi parlemen Senayan?
Adanya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total sejak Maret 2020 hingga 8 (delapan) bulan Oktober hari ini yang terus terjadi di Ibukota Jakarta dan daerah lain yang masih menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) seperti di Jawa Barat (Jabar) membuat kegiatan perekonomian dan usaha pun lesu saat ini dan masih mengencangkan ikat pinggang untuk menghadapi resesi ekonomi di Indonesia yang diprediksi akan terjadi ke depan. Selain itu, banyak pengusaha juga yang memohon kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta agar diringankan dalam pembayaran Pajak dan Bumi Bangunan (PBB) dan diringankan dalam pembayaran retribusi usaha yang sangat memberatkan bagi mereka karena penghasilan ataupun pendapatan mereka menurun drastis akibat pandemi Corona Virus Disease-19 atau Covid-19.
Yuk disimak dan dikritisi serta dikawal beberapa butir-butir pasal-pasal UU Omnibus Law yang dianggap nyanyian lagu merdu bagi anggota DPR RI yang turut mensahkan dan menggoalkan UU Omnibus Law yang mengadopsi UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 156 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU 13 Tahun 2003: (Ayat 1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman, (Ayat 2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi. BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13 Tahun 2003:
Upah ditetapkan berdasarkan:
a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU
13 Tahun 2003: (Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti. Selanjutnya, (Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada
pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
Berikutnya, (Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat di atas, perusahaan dapat memberikan cuti panjang
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003: Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu
tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU
13 Tahun 2003:
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 90
Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh,
(Ayat 2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan
industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU
40 Tahun 2004: Jenis program jaminan sosial meliputi:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian;
f. jaminan kehilangan pekerjaan. BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat
1 UU 13 Tahun 2003:
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga
kerja asing dari Pemerintah Pusat. Beberapa butir-butir pasal per pasal dalam UU Omnibus Law di atas yang patut dicermati, dikritisi dan dikawal oleh kaum buruh dan pekerja serta masyarakat Indonesia adalah untuk Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Uni Emirat Arab (UEA), Uzbekistan, Taiwan, Irak, Iran, Bangladesh, Brunei Darussalam, Papua Nugini, Thailand, Filipina, Eropa, Amerika Serikat (AS), Australia, Austria, New Zealand, Afrika Selatan (Afsel), Afrika Utara (Afrut), Brazil, Meksiko, Nigeria, Colombia, Argentina, Belanda, Pantai Gading, India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Myanmar, Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut), yang bekerja di suatu perusahaan di daerah di Indonesia, berapa kuota mereka atau proporsionalnya dibandingkan pekerja lokal asli masyarakat daerah di suatu daerah di Indonesia dan jenis pekerjaan apa yang dibolehkan untuk mereka per jamnya dibayar berapa dan siapa pihak yang menentukan upah mereka dan dibayar upah mereka dengan jenis mata uang apa?
Apakah Yen, Yuan, Riyal, Dollar, Poundsterling, Rupiah ataukah Euro? Berikutnya, Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang saat ini menjadi polemik karena lebih besar dari Upah Minimum Kabupaten dan Kota (UMK) karena dilihat dari nilai surplus atau keuntungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing kabupaten dan kota serta kecamatan, apakah UMS akan dihapuskan oleh gubernur?
Apakah hanya berlaku Upah Minimum Provinsi (UMP) saja? Kemudian, investasi asing jenis seperti apa yang akan masuk ke Indonesia?
Sementara, industri di luar negeri masih mengencangkan ikat pinggang menghadapi pandemi Covid-19. Maka dari itu, dibutuhkan sentuhan manis Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan dari UU Omnibus Law yang pro terhadap rakyat dan benar-benar bisa dirasakan meringankan beban hidup ekonomi pekerja dan buruh, baik yang masih bekerja maupun yang sudah ter-PHK dan dirumahkan.
Diharapkan UU Omnibus Law ke depan dalam implementasinya tidak lebih buruk daripada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan bukan menjadi pil pahit bagi pekerja dan buruh yang ter-PHK atau dirumahkan ataupun yang masih bekerja, namun niscaya bisa menjadi pil perangsang dari bangkitnya perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19. Semoga! *** (Penulis adalah Pemerhati Bidang Ketenagakerjaan)