Retno Pratiwi
Jakarta, Madina Line.Com – Pemerintah Indonesia resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Relaksasi Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) selama bencana non alam penyebaran Corona Virus Disease-19 atau Covid-19 dan PP Nomor 49 Tahun 2020 sudah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Ir H Joko Widodo atau Jokowi di Jakarta, baru-baru ini. Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melakukan Sosialisasi PP Nomor 49 Tahun 2020 di Ruang Tri Dharma, Kantor Kemnaker, Jakarta, pada Rabu petang (09/09//2020).
Direktur Jaminan Sosial (Jamsos) Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHIJSK) Kemnaker Retno Pratiwi mengatakan, relaksasi yang termaktub di dalam PP Nomor 49 Tahun 2020 ada beberapa bentuk, pertama, keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). “Iuran JKK dan JKm yang tadinya sebelum ada bencana non alam Covid-19 dibayarkan 100% dan ketika direlaksasi bagi pemberi kerja atau pemimpin perusahaan atau owner karena ini kewajiban pemberi kerja atau owner mengiur 1% saja. Jadi direlaksasinya 99%. Kalau JKK dan JKm kewajibannya pemberi kerja. Namun, tetap tidak mengurangi manfaat,” ujar Retno Pratiwi kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di ruang kerjanya Kantor Kemnaker lantai 8 Ruang Direktur Jamsos Ditjen PHIJSK, Jakarta, Rabu petang (09/09/2020).
Kedua, sambungnya, penundaan pembayaran iuran sebesar 99%. “Penundaannya dimulai pada Juni 2020 hingga 6 (enam) bulan ke depan yakni hingga Januari 2021. Karena pembayaran iuran pada Agustus 2020 itu dibayarkan pada pertengahan Juli 2020. Jadi JKK dan JKm ini bentuk relaksasinya adalah keringanan dalam pembayaran iuran yang tadinya 100% hanya 1% saja yang dibayarkan selama 6 bulan ke depan,” jelasnya.
“Untuk program Jaminan Pensiun (JP) itu juga direlaksasi 99%. Jadi pemberi kerja hanya membayar 1% saja. Berikutnya, masa atau tanggal pembayaran iuran juga direlaksasi untuk program JKK, JKm dan JP. Seharusnya, bayarnya ke BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 15 tiap bulannya sekarang tanggal 30 tiap bulannya,” terangnya.
Ditegaskannya, untuk program Jaminan Hari Tua (JHT), Pemerintah Indonesia tidak ikut merelaksasinya. “Pasalnya, JHT kalau direlaksasi akan merugikan pekerja. Kalau JHT itu manfaatmya iuran ditambah pengembangan. Jadi nanti kalau pekerja tidak mengiur atau mengiurnya hanya sedikit atau mengiur hanya 1%, dampaknya bisa merugikan pekerja,” jelasnya.
Pasalnya, imbuhnya, keluar uang JHT pekerja akan kecil besarannya ketika diambil, makanya, Pemerintah Indonesia tidak merelaksasinya. “Kalau untuk program JP kita tetap memertahankan sensity rate (rata-rata sensitifitas), sehingga pekerja tetap membayar terus iurannya walaupun hanya 1% tetap dibayar,” paparnya.
“Berikutnya, hal yang direlaksasi oleh Pemerintah Indonesia yakni denda untuk program JKK dan JKm dan JP yang tadinya 2% hanya 0,05%. Sebetulnya, tujuannya itu adalah agar dunia usaha tetap bergerak. Pasalnya, di masa pandemi Covid-19 ini, dunia usaha lagi down (turun) pendapatannya. Ketika pemberi kerja ini direlaksasi, otomatis
pekerjanya terlindungi,” katanya.
Menurutnya, begitu pekerjanya terlindungi, maka programnya Pemerintah Indonesia melalui BPJS Ketenagakerjaan tetap sustained (stabil). “Nah, posisi Direktur Jamsos Ditjen PHIJSK Kemnaker berharap kepada BPJS Ketenagakerjaan tetap melakukan sosialisasi kepada pemberi kerja atau pengusaha atau owner dan terpenting agar pelayanannya itu sama di seluruh kantor wilayah (kanwil) BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia. Jadi wilayah kantornya BPJS Ketenagakerjaan harus sama ketika memberikan pelayanan,” harapnya.
“Kami fungsinya hanya regulator. Jadi kita mendorong agar BPJS Ketenagakerjaan melakukan sosialisasi secara masif. Kalau sekarang kan mudah untuk melakukan sosialisasi, bisa melalui media datang saat berdering (daring) atau melalui zoom dan virtual,” imbaunya.
Dikatakannya, sosialisasi tidak harus lewat kumpul-kumpul orang dan Kemnaker bersama BPJS Ketenagakerjaan perlu bersama-sama untuk melakukan sosialisasi dan monitoring serta evaluasi (monev). “Tetapi untuk pengawasan adalah tugas dari teman-teman kita di Ditjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan Norma K3) Kemnaker. Pasti nanti kita akan bersinergi sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kita masing-masing,” paparnya.
“PP Nomor 49 Tahum 2020 ini sangat ditunggu-tunggu oleh semua stakeholeder (instansi terkait). Semua punya kepedulian agar dunia usaha bisa bergerak karena kalau dunia usaha bergerak otomatis jenis pekerjaan itu ada dan bagi pekerja pun itu untuk kepentingan mereka juga,” terangnya.
Bagi Pemerintah Indonesia, sambungnya, harus hadir agar dunia usaha bisa berkelanjutan usahanya. “Maka dari itu, hal Itu menjadi penting dan tidak ada pihak yang akan dirugikan,” tandasnya. (Murgap)