Suasana Seminar Nasional Yayasan Riyadhatul Ihsan dalam rangka memeringati Hari Ibu dan Hari Sosial yang digelar di Museum Kebangkitan Nasional Gedung Stovia, Jakpus, Sabtu pagi (24/12/2016). (Foto : Barto Silitonga)
Jakarta, Madina Line.Com – Yayasan Riyadhatul Ihsan yang menaungi Lembaga Pendidikan Ketauhidan ISAQ Education Center, pada Sabtu pagi (24/12/2016), menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Kebangkitan Para Wanita dan Ibu Menjadi Ujung Tombak Kualitas Bangsa” di Monumen Kebangkitan Nasional Gedung Stovia, Jakarta Pusat (Jakpus).
Acara ini dihadiri oleh pelajar, mahasiswa, organisasi wanita guru-guru dan peserta lintas lembaga, lintas agama dan lintas profesi dan dalam rangka memeringati Hari Ibu dan Hari Sosial yang jatuh tiap Desember. Narasumber pada Seminar Nasional ini, yaitu Dr Fal Arovah Ini Windiani SH MH selaku Wakil Ketua (Waket) Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Drs H Djoko Susilo MA selaku Anggota Dewan Pembina Yayasan Riyadhatul Ihsan, Hj Sriyani selaku Buletin Holistik Kehidupan dan Ir Hj Krisnamurthi Setyowati selaku Direktur Lembaga Pendidikan Tinggi Ilmu Tauhid atau LPTIT Tunas Sejati.
Pesan-pesan yang disampaikan dalam Seminar Nasional ini, tentang pentingnya peran ibu dalam sebuah bangsa, apakah menjadi akar masalah atau pemecahan dari masalah, hal ini tentu tergantung dari akumulasi kualitas para ibu dalam rumah tangga. Penyakit sosial yang banyak terjadi di masyarakat termasuk para koruptor dan penjahat kemanusiaan lainnya tentu tidak terlepas dari kualitas para ibu.
Begitu pula dengan banyaknya manusia unggul yang lahir di dunia, semua tidak terlepas dari ibu. Jadi seorang ibu harus menyadari, bahwa dirinya berperan untuk mencetak manusia yang berkualitas baik atau buruk.
Ibu, tiang penyangga. Bila tiang itu bengkok, keropos, maka rusaklah suatu bangunan.
Oleh karena itu, para ibu, bangkitlah dan jadilah tiang penyangga untuk melahirkan keturunan yang cemerlang. Ini yang diharapkan bangsa Indonesia sesuai yang dicita-citakan kakek dan nenek moyang kita. (Barto Silitonga)