Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Robert Paruhum Siahaan SH (pertama dari kanan) dan Ketua tim Kuasa Hukum Surya Bakti Batubara SH MM (tengah) di ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (16/05/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor pada perkara PT Sucofindo Indonesia dengan terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley di ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (16/05/2025).
Pada sidang kali ini, tim Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley menghadirkan saksi Ahli Dr Dian Puji Nugroho Simatupang SH MH dan saksi meringankan (Ad-Charge) Roland Worotikan selaku adik kandung dari terdakwa Alexander Victor Worotikan untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum dari terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH mengatakan, ada satu hal yang sangat luar biasa yang tadi disampaikan saksi Ahli Dian Puji Nugroho Simatupang SH MH selaku dosen dan guru besar Tindak Pidana Keuangan Negara.
“Kuncinya dia menyatakan begini, bahwa kerugian negara itu belum dapat ditetapkan, jika itu belum ditetapkan atau belum selesai perhitungannya atau masih dalam proses, maka tidak dapat dinyatakan sebagai kerugian negara. Nah, itu artinya dalam kasus ini, proses itu masih berlangsung. Tapi sepertinya JPU kecepatan menetapkan kerugian negara. Padahal, proses perhitungan atas kerugian negara itu masih berlangsung,” ujar David Pella SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Termasuk upaya hukum yang dilakukan oleh korporasi PT Sucofindo Indonesa, sambungnya, melalui jaksa negara yang melakukan tuntutan perdata terhadap keluarga Lilik Darwati Setiadji dan Basuki Setiadji yang ada di PN Jakarta Timur (Jaktim), itu yang pertama. “Kedua, kerugian negara itu dapat dikatakan sebagai kerugian, harus atas perhitungan yang nyata, tidak bisa mereka-reka,” jelasnya.
“Nah, kalau kita lihat di sini tadi, pijakan daripada persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus ini adalah kerugian Rp130 miliar. Lalu laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) itu Rp107 miliar. Lalu laporan keuangan Kerja Sama Operasional (KSO) PT Sucofindo Indonesia itu Rp92 miliar. Lalu laporan KSO itu Rp67 miliar. Artinya, belum ada angka yang nyata dan pasti. Itu kuncinya,” paparnya.
Dengan demikian, sambungnya, JPU terlalu cepat menyatakan, bahwa perkara kliennya sebagai kerugian negara. “JPU juga tidak memisahkan antara kekayaan yang bersumber materil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kekayaan yang datang, dipisahkannya kekayaan dari wilayah korporasi. Itu juga tidak dapat dipisahkan, tidak dapat dituntut melalui Tipikor. Itu keterangan dari guru besar Dr Dian Puji Nugroho Simatupang SH MH dan jelas Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2004 tentang Tata Kelola Keuangan Negara,” ungkapnya.
“Dengan demikian, secara materil, menurut saya, ada keadaan yang terlalu cepat diajukan menjadi bagian daripada Tipikor. Padahal, perkara ini masih di dalam proses mencari berapa besar kerugian secara nyata dan pasti. Itu kuncinya,” tuturnya.
Dikatakannya, harus nyata dan pasti. “Ketiga, yang berhak menyatakan, bahwa perkara ini ada kerugian karena ada 3 (tiga) wilayah, pertama, dia menyelidik, kedua, menetapkan dan ketiga, menuntut dan menetapkan. Yang menetapkan adanya kerugian negara itu adalah hakim. Yang melakukan penyidikan adalah JPU atau penyidik. Nah, mereka mungkin dalam pandangan saya ini, mereka tidak melihat persoalan ini juga, itu sudah dihapus di buku tahunannya PT Sucofindo Indonesia,” ucapnya.
“Artinya, menurut keterangan saksi Ahli tadi itu sama sekali bukan lagi kerugian negara karena sudah dihapus di buku tahunan laporan PT Sucofindo Indonesia pada tahun 2022. Jadi sudah tidak ada lagi kerugian PT Sucofindo Indonesia. Artinya, sudah tidak ada lagi kerugian negara lagi di situ,” tegasnya.
Dijelaskannya, dari seluruh fakta-fakta yang ada ini harus menjadi bahan pertimbangan majelis hakim. “Pertama, sudah tidak ada lagi dalam buku laporan keuangan PT Sucofindo Indonesia soal kerugian. Kedua, perkara ini masih di dalam proses perdata di PN Jaktim dan sepertinya itu akan Nock Out (NO) dan pastinya akan ada gugatan kembali,” paparnya.
“Ketiga, kerugian negara itu harus nyata dan pasti dan tidak bisa mereka-reka. Dari seluruh fakta-fakta yang disampaikan baik itu oleh BPK RI atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI yang dipakai sebagai pijakan untuk melakukan koordinasi dengan BPK RI menunjukan, bahwa angka yang ditetapkan sebagai kerugian itu masih tidak nyata dan tidak pasti. Artinya, ini belum secara materil tidak dapat ditetapkan sebagai kerugian negara,” tuturnya.
Dikatakannya, kalau putusannya nanti berbeda antara perdata dan pidananya perkara kliennya ini, di sinilah yang namanya loophole (celah hukum) dalam proses penegakan hukum. “Loophole ini seharusnya menjadi perhatian seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) baik dari tingkat penyidik, maupun majelis hakim dan dari proses awal pengaduan. Ini kan kunci. Supaya apa? Supaya tidak terjadi wilayah kosong yang menjadi celah hukum. Ini persoalan,” katanya.
“Menurut saya, kalau misalnya, putusan perdata perkara ini di PN Jaktim itu ada upaya hukum banding, maka itu belum bisa ditetapkan menyangkut kerugian negara. Nah, kalau kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Kalau belum nyata dan pasti, belum bisa dikatakan kerugian negara,” terangnya.
Paling penting, imbuhnya, dua saksi, baik saksi yang kemarin dihadirkan di muka persidangan, maupun saksi Ahli hari ini Dr Dian Puji Nugroho Simatupang SH MH menunjukan, bahwa ada keadaan yang menyebabkan persoalan ini menjadi perhatian yang serius, bahwa juga negara karena politik hukum memberikan proses penyelesaian atas kerugian yang dialami korporasi secara administrasi. “Bukan harus lewat Tipikor atau sidang korupsi. Jadi ada wilayah politik hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah RI, bahwa penyelesaian kerugian di tingkat korporasi atas harta yang dipisahkan bisa atau harus diselesaikan melalui penyelesaian adminstrasi. Tagih dulu secara administrasi. Setelah proses administrasi ditemukan ada unsur pidana, baru dilakukan tindakan pidana. Tapi tidak melalui sidang Tipikor,” ujarnya.
“Klien saya (terdakwa Alexander Victor Worotikan) mewakili korporasi PT Lintang. Jadi istrinya mewakili korporasi dan secara subyektif tidak terlibat karena tempus (waktu) itu sebelum dia menjadi direktur,” katanya.
Lebih lanjut, David Pella SH MH menerangkan, proses pengalihan saham, dilakukan secara terpaksa okeh terdakwa Alexander Victor Worotikan, Punov Apituley, karena mereka tidak pernah menandatangani itu di depan notaris dan notaris itu sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya (PMJ) dan laporannya itu tidak jalan. “Itu kondisi di luar kemampuan dan pasti kita akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Perkara atau SP2HP atas laporan yang kita kirimkan dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Saksi Ahli Dian Puji Nugroho Simatupang SH MH memberikan keterangan di ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (16/05/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (19/05/2025) dengan tuntutan JPU kepada terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, Robert Paruhum Siahaan SH menambahkan, lucunya nanti, pada saat perkara perdatanya selesai dinyatakan di PN Jaktim, bahwa PT Sucofindo Indonesia tidak rugi, bagaimana akibatnya terhadap putusan pidana sidang Tipikor di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus.
“Itu sebabnya harus ditunggu putusan perdatanya mengenai kepastian daripada angka-angka ini barulah bisa diputuskan perkara Tipikor ini. Jangan sampai nanti putusan perdatanya keluar, ini putusan pidananya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus mau dibatalkan? Kan tidak bisa. Di sini divonis di sana vonisnya berbeda dengan yang ada di sini. Nah, menjadi permasalahan itu,” ujar Robert Paruhum Siahaan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, keterangan saksi Ad-Charge (Meringankan) Ronald Worotikan selaku adik kandung dari terdakwa Alexander Victor Worotikan menerangkan, ditelpon oleh terdakwa Alexander Victor Worotikan ketika Lilik Darwati Setiadji dan gank-nya atau bodyguardnya (pengawalnya) mau menyerang ke rumah terdakwa Alexander Victor Worotikan . “Makanya, rumah terdakwa Alexander Victor Worotikan sampai dikawal oleh 4 (empat) marinir selama 9 bulan. Jadi saya tanyakan tadi, kalau rumah sampai dikawal 4 marinir selama 9 bulan, itu makanya saya tanya, yang mau dilawan Lilik ini sebenarnya pengacara atau “Al Pacino” mafia Italia? Memang kami sudah melihat selama ini Lilik ini memang agak identik dengan itu,” katanya.
“Jadi sampai kita minta 4 marinir itu untuk mengawal rumahnya terdakwa Alexander Victor Worotikan, karena sebenarnya, ganknya itu membawa golok, goloknya tidak diungkapkan saja oleh saksi meringankan Ronald Worotikan,” ucapnya.
Golok-goloknya, imbuhnya, juga ada di dalam mobil. “Bayangkan, sampai 4 marinir menjaga rumah terdakwa Alexander Victor Worotikan selama 9 bulan, itu memang pekerjaan tangguh? Kalau keadaan terdakwa Alexander Victor Worotikan tidak dalam keadaan bahaya, sampai 4 marinir menjaga selama 9 bulan. Makanya, kita hadirkan Ronald Worotikan ini sebagai saksi yang meringankan untuk mendukung keterangan terdakwa Alexander Victor Worotikan di muka persidangan sebagai korban dari Lilik Darwati Setiadji,” tuturnya.
Dikatakannya, keterangan saksi Ad-Charge Ronald Worotikan meringankan buat kliennya. (Murgap)