Kuasa Hukum terdakwa Alexander David Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH (kedua dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Robert Paruhum Siahaan SH (tengah), Jeskila Pella SH (pertama dari kiri) dan anggota lainnya di luar ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (21/04/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor pada perkara PT Sucofindo dengan terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley di ruang Kusumah Atmaja 4 , Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (21/04/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kali ini menghadirkan 2 saksi yakni Head of Marine PT Arara Abadi Sukardi Hartono dan Muhammad Amin dari Bidang Keuangan PT Lintang untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH mengatakan, dalam catatan saksi Sukardi Hartono, PT Arara Abadi ini adalah bagian daripada PT Asia Pulp and Paper (APP) di bawah bagian dari PT Sinarmas Management Forestry.
“PT APP itu mengelola Hutan Tanaman Industri. Ada PT Oki Pulp & Paper Mills di bawah PT Sinarmas Management Forestry dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Selama ini ada asumsi, bahwa pekerjaan ini fiktif. Ternyata, di dalam kesaksian Sukardi Hartono menyatakan, pekerjaan ini sudah dilakukan berulang-ulang kali oleh PT Lintang. Malahan ada tagihan yang mereka berhutang kepada PT Lintang kurang lebih sekitar Rp1.197.000.000 (satu miliar seratus sembilan puluh tujuh juta rupiah),” ujar David Pella SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Artinya, bahwa pekerjaan ini memang ada dan sudah dilakukan berulang-ulang kali. Disayangkan tadi, saksi Sukardi Hartono permah juga dibawa sebagai saksi daripada PT Arara Abadi di PN Jakarta Selatan (Jaksel). Dia mengakui, bahwa dia adalah vendor utama daripada PT IKPP. Tetapi di persidangan hari ini, saksi Sukardi Hartono mengelak untuk menjawab itu,” ungkapnya.
Dikatakannya, makanya tadi hakim bertanya, masa saudara saksi Sukardi Hartono tidak tahu siapa penerima kayu. “Itu menunjukan, bahwa ada banyak fakta yang disembunyikan dan sepertinya kasus ini di-setting (dibuat), seolah-olah memang pekerjaan fiktif. Padahal, pada kenyataannya, tidak demikian dan itu diakui oleh saksi Sukardi Hartono,” tegasnya.
“Ketika saksi Ayu Ira dihadirkan di muka persidangan beberapa waktu yang lalu mengatakan, semua prosesnya fair atau benar. Saksi saudara Sukardi Hartono juga mengatakan, bahwa PT Lintang itu adalah vendor yang terdaftar resmi. Tanpa dokumen resmi, mereka tidak mungkin menjadi vendor dan sudah berkali-kali sejak tahun 2019. Itu artinya, bahwa seluruh pekerjaan ini benar adanya,” paparnya.
Ditegaskannya, pekerjaan ini tidak fiktif. “Itu keterangan dari pemberi order kepada PT Lintang. Artinya, bahwa seluruh pekerjaan kliennya benar dan tidak fiktif,” terangnya.
Saksi selanjutnya yang dihadirkan oleh JPU pada hari ini berasal dari PT Lintang dan bekerja di bidang keuangan bernama Muhammad Amin. “Keterangan saksi ini menceritakan secara jelas, bahwa ini tidak ada pekerjaan fiktif dan benar semua. Benar atau tidak benarnya pekerjaan ini nanti kan hakim yang akan memutuskan,” ucapnya.
Dikatakannya, PT Lintang saat ini sudah tidak beroperasi lagi karena Grace selaku Direktur Utamanya (Dirut) sudah meninggal dunia. “Ingin kita tegaskan di sini, bahwa pekerjaan ini adalah real (nyata) dan benar adanya serta berjalan. Malah ada tagihan yang belum dibayar oleh PT Arara Abadi kepada PT Lintang. Itu diakui sendiri oleh saksi Sukardi Hartono sebagai Head of Marine PT Arara Abadi,” tuturnya.
Kuasa Hukum terdakwa Alexander David Worotikan dan Punov Apituley, Robert Paruhum Siahaan SH menambahkan, majelis hakim masih menganggap pekerjaan kliennya ini fiktif, ternyata tadi dijelaskan oleh saksi Sukardi Hartono, bahwa PT Arara mensuplai kayu ke PT IKPP menggunakan PT Lintang. “Berarti tidak fiktif. Jadi PT Arara Abadi pakai PT Lintang ngasih ke PT IKPP. Berarti istilahnya permasalahan ini pengangkutan kayu dari PT IKPP itu sah dan terbukti,” ujar Robert Paruhum Siahaan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Seandainya pun ada salah-salah kata di dalam perjalanan bisnis, oh ini kayu PT IKPP, mungkin salah kata. Bisa jadi salah kata lah. Tapi faktanya, PT Arara Abadi mensuplai kayu ke PT IKPP menggunakan PT Lintang. Jadi tidak fiktif,” tegasnya.
Menurutnya, mungkin secara lisan atau tertulis kayu PT IKPP. “Jadi dianggap fiktif karena PT IKPP tidak pernah punya hubungan dengan mereka. Diambilnya ke sana. Kalau kita ambil alurnya adalah PT Arara Abadi menggunakan PT Lintang menghasilkan kayu PT IKPP. Jadi tidak fiktif. Ada kayunya, ada barangnya, ada pembelinya dan ada penerimanya. Cuma dari segi kata-kata, mungkin ada salah kata. Janganlah salah kata ini, dipakai untuk mendakwa,” paparnya.
Menurutnya, konsekuensi hukum kalau masih pekerjaan kliennya ini dianggap fiktif, bahwa minimal PT Lintang yang melakukan pengangkutan kayu untuk PT IKPP tidak mempunyai kesalahan. “Harus dibebaskan karena terbukti PT Lintang ini yang mengangkut kayunya dan sah. Untuk PT Lintang sah mengangkut kayu akasia ke PT IKPP. Masih ada lagi hutang Rp1.197.000.000 (satu miliar seratus sembilan puluh tujuh juta rupiah) yang belum dibayar. Terbukti dalam sidang ini adalah pekerjaan ini bukan fiktif dan itu terbukti,” tandasnya. (Murgap)