Muniar Sitanggang SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang untuk kedua kalinya sidang dugaan Tipikor dengan terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Ditjen Binapenta dan Transmigrasi) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemenakertrans RI) dalam perkara pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tahun 2012, I Nyoman Darmanta;, Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia, dan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dirjen Binapenta dan Transmigrasi) Kemenakertrans RI Reyna Usman yang didakwa terkait kerugian negara senilai Rp 17,4 miliar di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Selasa (09/07/2024).
Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan 4 orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertans) Unang, Solihin, Hendra dan Gatot untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa KPK dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia, Muniar Sitanggang SH MH mengatakan, keterangan saksi-saksi bagus untuk kliennya.
“Memang barang-barang sistem proteksi TKI itu ada dan diserahkan dan memang bisa diuji coba. Saksi-saksi bisa langsung berhubungan dengan pemerintah pusat,” ujar Muniar Sitanggang SH MH dari kantor law firm Jauri and Partner yang beralamat di Slipi, Jakarta Barat (Jakbar) ini.
Dijelaskannya, pada sidang kali ini ia tidak banyak bertanya kepada saksi-saksi karena memang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) disebutkan barang-barang sistem proteksi TKI itu ada dan serah terimanya ada diberikan. “Jadi saya pikir memang barangnya ada. Barangnya ada nyatanya dan barangnya baru serta barangnya bisa diuji coba pada saat itu,” katanya.
“Pada sidang sebelumnya, kita mengajukan Nota Eksepsi (Nota Keberatan) bagaimana seorang pengusaha didakwa sama-sama dengan terdakwa lain harusnya kan berbeda. Tapi ya sudahlah, kita akan tuangkan di Nota Pembelaan (Pledoi) kita. Tapi yang jelas, pengadaan barang sistem proteksi TKI ada dan sudah terbukti,” ucapnya.
Pada sidang sebelumnya pun, sambungnya, saksi yang dihadirkan 5 orang saksi dan 4 orang saksi mengatakan menerima benar barang sistem proteksi TKI dan hari ini saksi mengatakan, menerima alat sistem proteksi TKI itu dan benar ada alatnya. Jaksa KPK mendakwa terdakwa Karunia dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Kejujuran dan ketulusan kita semua dalam menangani kasus ini, kami pun tidak mungkin membela orang membabi buta. Kami juga mengatakan, kalau yang benar itu benar. Yang nyata ada barangnya dan sudah itu terdakwa Karunia diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan jangan salah, ada pengembalian dari terdakwa Karunia Rp6 miliar sekian,” tegasnya.
Ia mempertanyakan kenapa di dalam dakwaan jaksa KPK masih didakwakan, bahwa ada kerugian ke negara Rp17,4 miliar tentunya. “Dari mana sih cara berhitungnya kerugian negara itu? Waktu itu kan sudah ada perhitungan, bahwa harus ada dikembalikan ke negara. Sudah dikembalikan Rp6 miliar sekian. Kenapa jaksa KPK masih mendakwa terdakwa Karunia Rp17,4 miliar? Cara menghitungnya bagaimana?” tanyanya.
“Kita membela orang itu tidak membabi buta. Karena kami advokat itu penegak hukum. Berarti kami juga harus menjelaskan hukum itu seperti apa,” ungkapnya.
Menurutnya, sampai sekarang pihaknya belum ada niat untuk menghadirkan saksi ke muka persidangan. “Karena dilihat dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa saja menyatakan hal sebenarnya, bahwa barang sistem proteksi TKI itu ada bukan barang fiktif atau mengada-ada. Cukup saksi yang dihadirkan oleh jaksa,” paparnya.
“Tapi melihat perkembangan sidang juga ke depannya,” tandasnya. (Murgap)