Kuasa Hukum terdakwa Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Dirut PT Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Windu Aji Sutanto selaku Pemegang Saham/Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM), Soesilo Aribowo SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayiran, Rabu (03/01/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan terkait dugaan Tipikor penjualan ore nikel di lahan PT Antam Konawe Utara dengan 3 terdakwa yakni Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Direktur Utama (Dirut) PT Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Windu Aji Sutanto selaku Pemegang Saham/Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM) di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu (03/01/2024).
Pihak kejaksaan berhasil menangkap Ofan Sofwan (OS), selaku Dirut PT Lawu Agung Mining terkait kasus korupsi tambang. Kerugian negara disebut mencapai Rp5,7 triliun.
“Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan di-back up Tim Kejati Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar), berhasil mengamankan OS selaku Dirut PT Lawu Agung Mining,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (12/07/2023).
Menurut Ketut, penangkapan OS dilakukan di Gedung Lawu Tamansari, Jakbar. Dia diamankan lantaran mangkir dua kali pemeriksaan penyidik Kejati Sultra.
“OS merupakan tersangka dalam kasus Tipikor pertambangan di Blok Mandiodo Konawe Utara, Sultra, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp5,7 triliun berdasarkan penghitungan sementara auditor,” jelas Ketut.
Setelah ditangkap, OS langsung dibawa ke Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Jakarta Selatan (Jaksel), untuk kemudian dilakukan pemeriksaan. Penetapan tersangka OS ini disampaikan Kepala Kejati Sultra Patris Yusrian Jaya, Kamis (22/06/2023).
Agenda sidang pada hari ini adalah pembacaan putusan majelis hakim terhadap pembacaan Nota Eksepsi atau Nota Keberatan tim Kuasa Hukum terdakwa Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Dirut PT Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Windu Aji Sutanto selaku Pemegang Saham/Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM). Dalam pembacaan putusan sela ini, majelis hakim menolak Nota Eksepsi Kuasa Hukum 3 terdakwa tersebut.
Kuasa Hukum terdakwa Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Dirut PT Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Windu Aji Sutanto selaku Pemegang Saham/Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM), Soesilo Aribowo SH mengatakan, pertama, majelis hakim membacakan putusan sela terkait dengan Nota Keberatan atau Nota Eksepsi dari Kuasa Hukum 3 terdakwa.
“Pada intinya, kami sebenarnya concern (fokus) kepada permasalahan terkait dengan locus delicti (tempat kejadian perkara) dan Pasal 84 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor mengenai jumlah saksi lebih banyak di mana, antara PN Kendari dan PN Jakpus,” ujar Soesilo Aribowo SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, karena ada 67 saksi dan 31 saksi itu berada di wilayah PN Jakpus dan 36 saksi berada di wilayah PN Kendari, maka seharusnya perkara ini diadili di PN Kendari. “Kedua, yang namanya locus delicti itu memang ada permulaan atau perencanaan Tindak Pidana. Tapi saya tidak melihat kalau perkara ini locus delictinya ada di Jakarta di Kantor PT Lawu Mining, maka itu bukan perencanaan pidana. Tapi itu adalah penandatanganan perjanjian, sebenarnya,” ungkapnya.
“Beda dengan misalnya berupaya ingin membuka cek kosong, maka itu ada perencanaan pidana. Tapi perkara ini tidak ada perencaanaan pidana tapi perdata. Jadi perkara ini adalah perjanjian biasa dan ada di situ yang namanya perjanjian kerahasiaan dan itu bukan berarti etikanya jelek, bukan. Memang harus seperti itu,” katanya.
Dijelaskannya, dalam perjanjian bisnis ada namanya Non Discloser Agreement (NDA). “Itu sudah biasa tapi dianggap sebagai Mensrea (Niat Jahat). Saya kira itu tidak tepat,” tegasnya.
“Dalam putusan sela majelis hakim tadi dibacakan, saya tidak mendengar hakim menjawab Nota Eksepsi kami itu. Ya sudah kalau memang seperti itu, kami tetap patuhi dulu untuk sementara sambil memikirkan apakah akan melakukan banding atau apa dan kita akan ikuti dulu lah proses persidangan mengenai pokok perkara dengan agenda pembuktian. Itu saja saya kira,” paparnya.
Ia mengatakan, banding terhadap Nota Eksepsi. “Tetap kami berpendapat locus delicti itu ada di PN Kendari,” terangnya.
Dikatakannya, dugaan jaksa terhadap kliennya, sebenarnya materinya simpel, ada dugaan penjualan batubara milik PT Antam tapi menggunakan dokumen milik perusahaan lain. “Kita buktikan saja, ada atau tidak,” jelasnya.
“Jadi gampang saja, apakah tonase yang ada di PT Antam itu sama dengan yang ada di perhitungan kita. Itu sama. Jadi kalau ada dianggap barang-barang PT Antam, pertama, mungkin tidak benar itu barangnya PT Antam. Kedua, pihak yang menjual bukan dari klien kita. Makanya, kita belum tahu,” urainya.
“Kita akan membuktikan melalui dokumen apakah sama antara sale in (penjualan ke dalam) dan sale out (penjualan keluar)-nya. Tapi itu diduga oleh jaksa kepada klien saya,” ucapnya.
Disebutkannya, di wilayah itu, ora nikel atau tambang di daerah Konawe Utara belum tentu punya PT Antam. “Mungkin punya PT Antam tapi yang menjual hasil tambang itu bukan klien kita. Karena klien kita bekerjasama dengan PT Antam,” ujarnya.
“Kami mungkin akan menghadirkan 2 atau 3 orang saksi Ad-Charge (Meringankan) dan Ahli,” tandasnya. (Murgap)