Damianus H Renjaan SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan Nomor Pokok Perkara 226/PKPU/PN.Jkt.Pst/2023 antara pihak Pemohon PKPU sebanyak 4 orang yakni Asep dan kawan-kawan (dkk) dan pihak Termohon PKPU 1 dan PKPU 2 Hesti dan Heri, di ruang Ali Said, Pengadilan Niaga pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (28/08/2023).
Pada sidang kali ini dihadirkan 3 Ahli Hukum yakni Ahli Hukum Waris Islam Dr Hartini SH MH dari Universitas Gajah Mada (UGM), Ahli Hukum Perjanjian Prof Dr Ari SH MH dari UGM dan Ahli Hukum Kepailitan Prof Dr Subhan SH MH dari Universitas Airlangga (Unair) atas permintaan dari pihak Termohon PKPU 1 dan PKPU 2 untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim dan kedua tim Kuasa Hukum dari pihak Pemohon dan Termohon. Kuasa Hukum Termohon PKPU 1 dan PKPU 2, Damianus H Renjaan SH MH mengatakan, Ahli Hukum Waris Islam Dr Hartini SH MH yang hadir di muka persidangan, jelas memberikan keterangan dari segi Hukim Waris Islam, hutang itu bukan kewajiban kalau dipandang dari segi Hukum Waris Islam, itu pertama.
“Kedua, bahwa pihak Pemohon dan pihak Termohon PKPU semua beragama Islam. Artinya, kalau dari semua pihak baik dari Pemohon dan Termohon adalah muslim, tidak bisa diterapkan Hukum Waris Islam dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Sedangkan dalam permohonannya, pihak Pemohon ini menggunakan KUHP sebagai dasar penuntutan. Padahal, KUHP tidak berlaku untuk Ahli Waris yang beragama Islam,” ujar Damianus H Renjaan SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, dari segi dasar Hukum Waris sudah bertentangan. “Kemudian, dari segi Hukum Perjanjian, Ahli Hukum Perjanjian Prof Dr Ari SH MH menjelaskan, bahwa dari segi perjanjian banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi dalam perjanjian ini dikatakan, bahwa bonus yang dituntut itu akan diberikan kalau sepanjang para pewaris itu masih menjadi pemegang saham. Sedangkan orangnya sudah meninggal dunia,” terang Damianus H Renjaan SH MH dari Damianus Renjaan Law Office yang beralamat di Jalan Tanah Abang III Nomor 6, Jakpus ini.
“Sehingga orangnya sudah meninggal dunia, bukan lagi menjadi pemegang saham. Artinya, perjanjian itu sudah berakhir karena perjanjian itu bersyarat batal dan bersyarat batal dengan meninggal dunia orangnya, sehingga perjanjian sudah berakhir. Di satu sisi juga perjanjian bersyarat tangguh karena si pemberian itu akan dilakukan sepanjang yang bersangkutan itu bisa membuktikan laporan keuangan. Sedangkan laporan keuangan dilarang dilihat dan sepanjang keuntungan perseroan itu ada,” paparnya.
Menurutnya, harus dilihat berapa keuntungan perseroan baru bonus itu dibagi. “Sepanjang belum dibuktikan berapa keuntungan, maka tidak bisa perjanjian itu dilaksanakan,” tegasnya.
Dalam hal ini, sambungnya, laporan keuangan dari PT Krama Yudha tidak pernah dibuktikan di sini. “Artinya, untuk menentukan berapa nilai yang budget (biaya) jatuh tempo yang harus dibayar, sehingga itu dianggap seperti hutang, itu tidak jelas. Kita tidak bisa menuntut orang asal menuntut saja dengan perhitungan kita sendiri, bahwa hutangnya itu sekitar berapa. Harus pasti hutangnya. Itu lah yang dijelaskan oleh Ahli Kepailitan Prof Dr Subhan SH MH, bahwa yang namanya hutang itu harus dapat dibuktikan secara sederhana. Sedangkan dalam perkara ini tidak sederhana,” jelasnya.
“Tidak sederhananya perkara ini kenapa? Karena hutang itu harus dibuktikan dalam laporan keuangan. Terus kemudian perjanjian sendiri masih perjanjian Akta 78 yang dijadikan dasar tuntutan itu masih jadi sengketa di PN Jakarta Selatan (Jaksel),” ungkapnya.
Artinya, imbuhnya, Akta 78 tidak bisa dipakai sebagai dasar tuntutan dan hutang itu tidak sederhana dan paling penting sekali dikemukakan oleh Ahli Hukum Kepailitan, bahwa di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU itu tidak diatur PKPU terhadap Ahli Waris. “Tidak ada pengaturan PKPU terhadap Ahli Waris. Kalau Kepailitan terhadap Ahli Waris itu ada. Kenapa? Karena tujuan Kepailitan adalah untuk pemberesan. Hartanya diambil. Tapi tujuan dari PKPU adalah restrukturisasi,” katanya.
“Jadi proses restrukturisasi itu tidak sederhana dalam proses PKPU. Apalagi, dalam perkara ini Ahli Warisnya masih berantem. Coba dibayangkan, bagaimana Ahli Warisnya masih berantem disuruh membuat proposal perdamaian kalau proses PKPU itu terjadi?” tanyanya.
Dijelaskannya, masa dua orang di satu sisi Ahli Waris A mengajukan proposal perdamaian versi A dan Ahli Waris B mengajukan proposal perdamaian menurut versi B. “Kan tidak bisa seperti itu dan akan kacau. Makanya, Ahli Hukum Kepailitan mengatakan, bahwa di dalam UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan, bahwa PKPU terhadap Ahli Waris tidak ada dan tidak diatur. Bahkan kalaupun ditafsirkan aturan Kepailitan terhadap Ahli Waris terhadap PKPU Ahli Waris, di situ ada batasan waktu 90 hari. Sedangkan Ahli Waris sudah meninggal dunia sejak September tahun lalu bernama Eka. Tadi kita sampaikan dalam jawaban tadi, bahwa sudah 312 hari masa meninggal dunianya sampai permohonan PKPU diajukan. Itu pun kalau kita mau terapkan, bahwa aturan Kepailitan itu berlaku terhadap PKPU Ahli Waris,” urainya.
“Tapi tadi Ahli menjelaskan di muka persidangan, bahwa tidak berlaku. Kita berharap majelis hakim tidak memaksakan karena itu tidak ada ketentuannya mengatur PKPU terhadap Ahli Waris. Tidak mungkin dilaksanakan. Seperti yang saya katakan tadi, kalaupun dilaksanakan antara Ahli Waris saja masih berantem. Terus siapa yang akan mengajukan proposal perdamaian? Voting perdamaiannya versi siapa? Ahli Waris A atau Ahli Waris B? Kan jadi kacau sistem hukumnya,” paparnya.
Kalaupun ada kreditur lain, sambungnya, itu pun hutangnya harus dibuktikan. “Dalam hal ini, laporan keuangannya tidak pernah ada. Bagaimana mau menghitung nilai hutang dari laporan keuangan. Sementara, laporan keuangan tidak pernah dibuktikan,” jelasnya.
“Pihak Pemohon menuntut kepada pihak Termohon membayar uang bonus sebesar Rp700 miliar,” tuturnya.
Dikatakannya, 3 Ahli Hukum yang dihadirkan oleh pihak Termohon PKPU 1 dan PKPU 2 adalah Ahli Hukum yang memilik kredibilitas di bidang keilmuan hukumnya masing-masing. “Kita berharap dengan keterangan ketiga Ahli Hukum tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim,” ucapnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (31/08/2023) dengan mendengarkan Nota Kesimpulan dari pihak Kuasa Hukum Pemohon dan Kuasa Hukum Termohon PKPU 1 dan PKPU 2. “Nota Kesimpulan kami, pertama kami akan menyimpulkan apa yang telah kita simpulkan, bahwa dari segi Nota Eksepsi (Keberatan) tentang Kewenangan. Menurut kita, perkara ini bukan tentang Kewenangan dari Pengadilan Niaga pada PN Jakpus karena hutangnya masih disengketakan di PN Jaksel. Jadi biarkan saja proses hukum di sana berlanjut supaya ditentukan terlebih dahulu berapa nilai hutangnya? Apakah perjanjian itu berlaku kepada Ahli Waris? Barulah masuk ke proses hukum lain, itu pertama. Kedua, dari segi perkara, tidak ada hutang dalam perkara ini. Karena ini hanya perjanjian sebuah pemberian dan sifatnya bersyarat dan harus dibuktikan dahulu. Persyaratannya misalnya, laporan keuangan dan sebagainya. Jadi perkara ini tidak sederhana, menurut saya,” tuturnya.
“Itu pun kalau dipaksa berlaku PKPU terhadap Ahli Waris. Sedangkan, Ahli Hukum Kepailitan mengatakan, bahwa PKPU terhadap Ahli Waris tidak ada dan tidak bisa diajukan. Artinya, bahwa proses ini sebenarnya tidak dapat disengketakan atau tuntutan hutangnya ditolak,” ujarnya.
Pihak Pemohon, imbuhnya, menuntut pembagian bonus yang dihitung dari laba bersih dari perseroan PT Krama Yudha. “Jadi pihak yang membuat perjanjian itu adalah kakek dari Termohon PKPU 2 dengan saudaranya. Nah yang sekarang dituntut adalah perjanjian yang dibuat oleh kakeknya. Maka tadi di muka persidangan saya bertanya kepada Ahli Hukum Kepailitan, apakah perjanjian yang dibuat oleh generasi pertama itu bisa dituntut pelaksanaannya sampai ke generasi seratus? Itu kan harus ada batasannya dan sekarang ini baru generasi ketiga,” ungkapnya.
“Pak Eka sebagai pemegang saham mayoritas di PT Krama Yudha,” tandasnya. (Murgap)