Refman Basri SH MBA
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan perkara kasus dugaan korup terkait Perizinan Ekspor (PE) minyak sawit alias crude palm oil (CPO) di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (13/12/2022).
Kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor minyak sawit alias CPO ini mendakwa 5 (lima) terdakwa yang merugikan negara Rp18,3 triliun. Lima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Dirjen Daglu Kemendag RI) Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager (SM) Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan atau Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Korupsi ini merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut dalam dakwaannya nilai merugikan keuangan negara Rp6,05 triliun dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12,31 triliun. Agenda sidang kali ini, dilakukan pemeriksaan kelima terdakwa untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, JPU, dan tim Kuasa Hukum dari kelima terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa GM Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Refman Basri SH MBA mengatakan, sesuai keterangan yang disampaikan oleh Dirjen Daglu Kemendag RI Indra Sari Wisnu Wardhana seluruh PE setelah memenuhi persyaratan tidak ada permasalahan. “PE terbit karena sudah memenuhi syarat, itu yang pertama. Kedua, tidak ada kewajiban produsen agar barang sampai ke konsumen. Itu tanggung jawab Kemendag RI,” ujar Refman Basri SH MBA kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
Dikatakannya, dari keterangan saksi juga diutarakan soal plague atau komitmen terkait PE minyak goreng atau CPO karena ada sebagian produsen yang tidak bisa berproduksi, sehingga dimintalah. “Seperti yang dikatakan Dirjen Daglu Kemendag RI, katakan 10 (sepuluh) pompa yang dimasukan ke kolam. Kalau 3 (tiga) tidak berproduksi, masih ada 7 (tujuh) pompa berusaha semaksimal mungkin memenuhi kolam minyak goreng ini. Itu lah komitmen. Kalau produsennya mau mengisi kolamnya,” terang Refman Basri SH MBA dari kantor law firm Refman Basri yang beralamat di Kota Medan itu
“Tapi kalau produsen tidak mau mengisi kolamnya tidak ada juga sanksi. Itu kan kepedulian produsen minyak goreng terhadap negara yang sedang memerlukan minyak goreng. Itu tanggung jawab Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (Dagri) Kemendag RI bukan Dirjen Daglu Kemendag RI,” tegasnya.
Disebutkannya, di dalam persidangan ini saksi Dirjen Daglu Kemendag RI menyebutkan, bahwa ada 425 (empat ratus dua puluh lima) produsen minyak goreng dan CPO yang bertanggung jawab. “Harusnya sesuai dakwaan JPU terkait PE, 425 produsen minyak goreng dan CPO tersebut menjadi tersangka semua,” ungkapnya.
“Ternyata, hanya 3 (tiga) produsen saja yang menjadi tersangka. Ada apa dan apa ada?” tanyanya heran.
Dijelaskannya, keterangan terdakwa Dirjen Daglu Kemendag RI yang juga menjadi saksi dalam persidangan ini, bahwa keterangannya adalah saksi mahkota. “Jadi keterangan terdakwa Dirjen Daglu Kemendag RI, membantu kita untuk mengetahui apa sih sebenarnya yang terjadi. Jadi masalah kelangkaan minyak goreng datangnya bukan disebabkan oleh produsen tapi oleh Pemerintah RI,” tuturnya.
“Jadi dijelaskan oleh saksi Dirjen Daglu Kemendag Ri, bahwa barang minyak goreng ada dan tersedia. Sampai di ritel habis barangnya. Berarti ada pihak yang bermain atas pemenuhan ketersediaan minyak goreng. Misalnya, kebutuhan dibeli 10 liter tapi dibeli 20 liter. Itu lah larangan dan itu lah hambatannya. Jadi apakah ini kesalahan produsen minyak goreng?” tanyanya lagi.
Ia mengatakan, dengan harga perekonomian minyak goreng Rp18.000 per liter, namun produsen menjual harga minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter. “Itu sudah membantu Pemerintah RI. Masa produsennya sudah membantu Pemerintah Ri didzolimi lagi,” sesalnya.
“Harusnya negara ini berterima kasih kepada produsen minyak goreng yang telah bekerja maksimal dalam pemenuhan minyak goreng di negara ini. Jangan dibalikan malah menjadi tersangka. Malah tiga orang ini dijadikan tersangka,” keluhnya.
Ia meminta agar semua produsen yang mengurus PE minyak goreng dan CPO dijadikan tersangka. “Terkait ucapan kolam minyak goreng itu hanya contoh di dalam persidangan. Kalau bilang kolam itu harus dimasukan air 10 pompa, sekarang pompa yang berfungsi hanya 6 pompa yang 4 pompa tidak berfungsi. Maka, enam pompa tersebut harus berupaya memenuhi kolam tersebut,” ucapnya.
“Semua produsen minyak goreng memenuhi kolam tersebut. Tapi ternyata tidak terpenuhi. Kenapa tidak terpenuhi? Pasalnya, ada pihak yang tidak bertanggung jawab. Makanya, JPU harus mencari tahu,” imbaunya.
Menurutnya, sanksi yang dikenakan untuk kliennya adalah sanksi administrasi bukan pidana. “Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 2 tahun 2022 dan Permendag Nomor 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (PE) sanksinya adalah administrasi bukan pidana,” paparnya.
Makanya, sambungnya, pihaknya akan mempertanyakan kepada Dirjen Daglu Kemendag RI sebagai saksi mahkota di persidangan ini, soal pihak yang bertanggungjawab penuh dengan Permendag RI No 2 tahun 2022 dan Permendag No. 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan PE minyak goreng adalah Menteri Perdagangan (Mendag) RI yakni Muhammad Luthfi. “Kalau ada salah kan diberi sanksi. Sekarang sanksinya menjadi pidana. Harusnya sanksi administrasi,” tukasnya.
Terkait ketidakhadiran mantan Mendag RI M Luthfi yang membuat Permendag RI terkait PE minyak goreng dan CPO di persidangan, ia menjelaskan, keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Mendag RI M Luthfi sudah dibacakan oleh JPU pada sidang Tipikor PE minyak goreng dan CPO pada pekan lalu. “Jadi Mendag RI M Luthfi tidak perlu lagi hadir di persidangan karena keterangan sesuai di BAP-nya sudah dibacakan oleh JPU, dan sudah sah,” terangnya.
Jadi lewat zoom meeting, imbuhnya, Mendag RI M Luthfi juga bertanggung jawab atas masalah kelangkaan minyak goreng dan CPO ini. “Terdakwa Dirjen Daglu Kemendag RI juga ikut bertanggung jawab. Jadi bukan hanya tiga terdakwa ini yang harus bertanggungjawab,” katanya.
“Mendag RI M Luthfi juga harus bertanggungjawab karena ketersediaan minyak goreng ini dibahas di dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang dipimpin oleh Presiden Ri. Nah, pihak yang menjadi terdakwanya siapa?” tanyanya lagi.
Menurutnya, Mendag RI M Luthfi pun bisa menjadi terdakwa dan 425 produsen minyak goreng dan CPO yang mengurus PE minyak goreng dan CPO lainnya juga bisa menjadi terdakwa. “Bukan hanya ketiga orang terdakwa ini saja,” tandasnya. (Murgap)