Dr Gilbert Rely SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus perkara terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Rimo International Lestari Tbk Teddy Tjokrosaputro (TedTjok) yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun terkait kasus dugaan Tipikor pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata (Asabri) Persero tahun 2012 hingga 2019 di era kepemimpinan Dirut PT Asabri (Persero) Adam Rahmat Damiri di ruang Prof Dr Kusuma Admadja SH MH Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (18/07/2022).
Surat dakwaan adik dari terdakwa Dirut perusahaan saham dan asuransi PT MIREX Benny Tjokrosaputro (BenTjok) yang telah dijatuhi vonis hukuman penjara yang sama dengan kasusnya di PT Jiwasraya (Persero) yakni hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus itu dibacakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, awal bulan Maret 2022. Pada sidang Tipikor jual beli saham kali ini, agendanya adalah pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) dari tim Kuasa Hukum terdakwa Teddy Tjokrosaputro di hadapan JPU dan majelis hakim.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Rimo International Lestari Tbk Teddy Tjokrosaputro, Dr Gilbert Rely SH MH mengatakan, isi pledoi yang dibacakan adalah menyesuaikan dari keterangan para saksi yang pernah dihadirkan di persidangan. “Saksi yang pernah dihadirkan ada saksi dari Manajer Investasi (MI), rekening bank dan perusahaan sekuritas. Bahwa terdakwa Teddy Tjokrosaputro tidak pernah terbukti melakukan transaksi jual beli saham dengan PT Asabri,” ujar Dr Gilbert Rely SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, kliennya juga bukan sebagai pihak pemilik saham mayoritas di PT Rimo tapi minoritas. “Pada tahun 2019, terdakwa Teddy Tjokrosaputro juga tidak menjual sahamnya kepada PT Asabri. Namun, klien saya menjual sahamnya di pasar negosiasi melalui PT Bina Finance Sekuritas,” terangnya.
“Pembeli sahamnya juga bukan dari PT Asabri ataupun MI sebagaimana yang didakwakan oleh JPU yang berhubungan dengan PT Asabri,” katanya.
Ia menjelaskan, kliennya hanya terbukti jual beli saham satu saham PT Rimo yang ditransaksikan pada 1 Agustus 2019, senilai Rp350.150.000 (tiga ratus lima puluh juta seratus lima puluh ribu rupiah) yang dijual ke PT Asia Raya Capital atau perusahaan reksadana yang dibeli oleh PT Asabri. “Posisi terdakwa Teddy Tjokrosaputro dalam perkara ini hanya sebagai nominee saham oleh saudaranya bernama Benny Tjokrosaputro,” ungkapnya.
“Saudara terdakwa Teddy Tjokrosaputro tidak mengetahui adanya transaksi jual beli saham tersebut. Hanya diketahui ketika saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memberikan keterangan di persidangan,” paparnya.
Menurutnya, terkait dengan adanya pemberian Tax Amnesty (Pemutihan Pajak) pada harta dan aset terdakwa Teddy Tjokrosaputro yang diembreng (diambil) dari PT Rimo, karena ada peningkatan harga penjualan sahamnya, maka ketika dievaluasi oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) ada selisih harga yang harus dibayarkan Rp11 miliar untuk Tax Amnesty (TA) pada tahun 2019. “Tax Amnesty itu dihitung pada saat dimasukan pada saat Indeks Public Obligation (IPO) tahun 2017. Tapi perkara ini, saya rasa diembreng ke PT Rimo saat rencana penawaran IPO gagal,” ungkapnya.
Agenda sidang selanjutnya, imbuhnya, Replik (pembacaan tuntutan) oleh JPU pada Rabu (20/07/2022). “Kuasa Hukum terdakwa Teddy Tjokrosaputro akan Duplik (jawaban dari tuntutan JPU) pada Senin (25/07/2022),” tuturnya.
Ia mengharapkan dengan adanya persidangan ini, agar terlihat lebih jelas apakah ada peran kliennya dalam perkara Tipikor ini. “Ternyata perkara ini tidak ada peran kliennya. Karena tidak terbukti ada transaksi jual beli saham kliennya dengan PT Asabri,” pungkasnya.
“Klien saya hanya terbukti sebagai nominee pada saat dilakukan penjualan saham pada 1 Agustus 2019 senilai Rp350.150.000,” paparnya.
Dikatakannya, pledoinya juga isinya fakta di persidangan yang didengarkan dari saksi ahli dari BPK RI, pada saat memberikan keterangan. “Keterangan saksi dari BPK RI mengatakan, bahwa perkara ini bukan masuk dalam katagori kerugian keuangan negara. Tapi atas dana investasi yang keluar dari PT Asabri yang belum kembali,” katanya.
Maka dari itu, sambungnya, dibuat pada Maret 2019. “Pada berjalannya waktu periode Maret 2019 hingga Maret 2022, saya kira PT Asabri juga sudah banyak menjual saham-saham di lantai bursa, sehingga uang investasi yang diklaim belum kembali ke PT Asabri senilai Rp22,7 triliun, saya kita itu uang yang belum kembali,” ungkapnya.
“Kita menunggu putusan majelis hakim dengan dana investasi yang belum kembali itu dikatagorikan sebagai kerugian keuangan negara karena itu kan dalam bentuk saham dan saham dapat dijual kembali,” tuturnya.
Jadi, imbuhnya, perkara ini terjadi karena adanya investasi saham yang tertahan saja bukan kerugian keuangan negara. “Karena saksi dari BPK RI mengatakan, bahwa perkara ini bukan kerugian keuangan negara tapi adanya investasi yang belum kembali ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Asabri,” jelasnya.
Dikatakannya, PT Asabri menjual saham kepada pihak swasta untuk meningkatkan portofolio penjualan sahamnya. “Jadi ini adalah perkara perseroan terbatas bukan kerugian keuangan negara. Orang suka salah pikir kalau perkara ini dianggap kerugian keuangan negara. Padahal, PT Asabri ini adalah BUMN yang memunyai core bisnis (bisnis utama) jual beli saham,” tegasnya.
“Tidak ada bukti, bahwa PT Asabri ada penyertaan uang negara tiap hari yang diterimanya,” tandasnya. (Murgap)