Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Umum (Tipidum) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang pra peradilan antara PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) sebagai pihak Penggugat dan Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) inisial AY sebagai pihak Tergugat di ruang Purwoto Ganda Subrata, Pengadilan Tipidum pada PN Jakpus, Jalan Bungur Kemayoran, Rabu siang (13/07/2022).
Sidang ini terjadi karena adanya penetapan tersangka dan penahanan General Manager (GM) PT SIPP terkait kasus pra peradilan PPNS KLHK RI inisial AY. Pada sidang kali ini, dihadirkan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (FH UBK) Jakarta Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan hakim dan Kuasa Hukum dari pihak Penggugat dan Tergugat.
Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH mempertanyakan apa yang melandasi penetapan tersangka dan penahanan GM PT SIPP terkait kasus pra peradilan PPNS dari KLHK RI inisial AY. “Bukankah dalam pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah dijelaskan, bahwa satu kasus yang sama, jika sudah ditetapkan secara hukum, tidak bisa diulangi, atau azas ne bis in idem,” ucap mantan Dekan FH UBK Jakarta kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dalam perkara pra peradilan, PT SIPP disangkakan melakukan pencemaran lingkungan sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 dan telah dikenakan sanksi Administrasi oleh Bupati Bengkalis, berupa denda sebesar Rp101 juta dan sudah dibayarkan PT SIPP kepada Kepala Bagian (Kabag) Hukum dan Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Pemerintah Daerah (Pemda) Bengkalis. Kuasa Hukum PT SIPP Bambang Sripujo Sukarno Sakti SH MH mengatakan, kasus pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Jakpus, dengan Hakim tunggal Panji Surono SH MH, merupakan pra peradilan nomor 08/Pid.Pra/2022/PN.JKT.PST, yang dimohonkan Bambang Sripujo SH MH, Helmi Damanik SH, dan Rizal Noor SH selaku Kuasa Hukum Agus Nugroho dan Erik Kurniawan.
Pada sidang ke-3 (tiga) ini, Bambang Sripujo Sukarno Sakti SH MH, dan rekan menghadirkan 2 (dua) Ahli, masing-masing Ahli Lingkungan dan Ahli Hukum Pidana dari UBK Jakarta Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH, yang menjelaskan tentang sangkaan yang dikenakan kepada PT SIPP. “Bertentangan dengan UU Nomor 32 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2021 serta PP Nomor 22 tahun 2022,” kata Bambang Sripujo Sukarno Sakti SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH menjelaskan, misalnya yang disangkakan oleh PPNS inisial AY dari KLHK RI, bahwa manajemen PT SIPP dikenakan pasal 98 UU Nomor 32 tahun 2009, yang berisikan pencemaran lingkungan yang disengaja, mana alat buktinya. “Karena sesuai pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) menyatakan, bahwa alat buktinya, ada keterangan saksi, keterangan ahli, surat-surat, petunjuk lain seperti hasil laboratorium yang berkompetensi Standar Nasional Indonesia (SNI),” ungkapnya.
Dijelaskannya lagi, bukankah sesuai pasal 100 UU No 32 tahun 2009, jika sanksi Administrasi atas sangkaan pencemaran lingkungan telah diterapkan dan dibayarkan PT SIPP, maka sanksi lain tidak boleh dilaksanakan. “Ingat penerapan dan penjatuhan hukum pidana di Indonesia harus dilakukan sebagai upaya pilihan yang paling akhir (Ultimum Remedium),” tegasnya.
Bahkan, sambungnya, sekarang ini dikenal Restoratif Justice (Penyelesaian perkara di luar pengadilan) sudah disosialisasikan penerapannya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. “Lihatlah peraturan Kejagung RI tersebut,” tandasnya. (Murgap)