Kuasa Hukum KPU BC Batam Yuliana S SH MKn (pertama dari kiri) foto bersama rekannya Doni Martin SH di PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/02/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan ke-9 (sembilan) kasus Tindak Pidana Kepabeanan masuknya 27 (dua puluh tujuh) kontainer milik importir PT Flemings dan PT Peter yang bermuatan bahan pakaian berupa kain dan benang, masuk dari Pelabuhan Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut) dengan ditemukan adanya perbedaan jenis bahan pakaian serta perbedaan kuantitas bahan pakaian berupa kain dan benang di ruang sidang Kusuma Atmadja, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/02/2021).
Pada persidangan kali ini, dihadirkan 2 (dua) saksi fakta dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Direktur Jenderal (Dirjen) BC Pusat Heri Pambudi dan mantan Direktur Impor Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) yang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kemendag RI Ani Mulyati untuk mendengarkan kesaksian dan keterangan dari mereka terkait pihak yang wajib memberikan kuota impor kepada importir PT Flemings dan PT Peter. Kuasa Hukum Kantor Pelayanan Umum (KPU) BC Batam Yuliana S SH MKn mengatakan, keterangan saksi Dirjen BC Pusat Heru Pambudi menjabarkan, bahwa selama masih bisa ditagih untuk kekurangan Bea Masuk (BM) bagi importir, BC Pusat menganut sistem Fiskal Recovery.
“Jadi tinggal dibuktikan saja, apakah masih ada unsur pidananya atau tidak serta terkait dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari Kepala Bidang (Kabid) dan Kepala Seksi (Kasi) di BC, mereka berdiri sendiri-sendiri,” ujar Yuliana S SH Mkn yang didampingi rekannya Doni Martin SH ketika ditemui wartawan Madina Line.Com usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, Kabid BC Pusat secara manajerial kepada Kasi dan tidak ada sangkut pautnya di dalam hal ikut campur tangan memutus dokumen kepabeanan impor barang. “Selanjutnya, kesaksian Ani Mulyati dari Kemendag RI mengatakan, bahwa dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 85 tentang Pengawasan Kuota Impor menyatakan, bahwa pihak yang berhak melakukan pengawasan barang impor adalah Kemendag RI. Kuota impor yang menentukan juga dari Kemendag RI dan kebijakan pengawasan dari Kemendag RI serta terhadap lonjakan importasi tekstil juga kepada Ani Mulyati sebagai Direktur Impor Kemendag RI yang menerbitkan Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI TPT) terhadap 2 (dua) importir PT Flemings dan PT Peter,” terangnya.
“Kesaksian Ani Mulyati bahwasanya Kemendag RI tidak ada pengawasan, sedangkan KPU BC Batam hanya menjaga masuknya barang impor. Dari alur masuknya barang impor dari luar negeri yakni dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India masuk ke pelabuhan Batam hingga ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakut, sudah dilalui, sebelum masuk ke ranah KPU BC Batam itu barang impor sudah melalui proses surveyor yang di bawah naungan Kemendag RI itu sendiri,” katanya.
Surveyor inilah, sambungnya, pihak yang pertama kali memeriksa fisik barang impor tersebut. “Kemudian, dilaporkan lewat Laporan Surveyor (LS) dan LS ini lah yang dijadikan sebagai laporan dokumen kepabeanan barang impor,” terangnya.
Agenda sidang berikutnya, sambungnya, pada Senin (08/02/2021) masih mendengarkan kesaksian dari saksi ahli JPU. “Harapan kita, bahwa bukti yang sudah semakin terlihat, bahwasanya fungsi yang sudah dilakukan oleh terdakwa Irianto selaku importir bahan pakaian berupa kain dan benang PT Flemings ini sudah didakwa dengan benar dan sesuai prosedural. Terkait daripada kuota impor sudah menjadi tanggungjawab Kemendag RI tak melakukan pengawasan barang impor,” katanya.
Masih di tempat yang sama, Doni Martin SH menambahkan, kalau disimak dari pernyataan Direktur Impor Kemendag RI Ani Mulyati di persidangan, bahwa selama ini Kemendag RI tidak melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap perusahaan yang sudah memiliki surat PI TPT. “PI itu diberikan setiap tahun dengan nama surat PI atau SPI. Tiap tahun perusahaan importir harus melaporkan bayar BM kuota impornya agar bisa menambah dan juga bisa berkurang,” ujar Doni Martin SH kepada wartawan Media Nasional.Co ketika ditemui usai acara sidang ini.
Namun, imbuhnya, tidak pernah dilaporkan kuota impor perusahaan importir barang pakaian berupa kain dan benang ini karena tidak ada monev tadi dari Kemendag RI dengan alasan tidak ada Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran. “PT Flemings itu legal karena ada PI TPT produsen. Kenapa tadi dalam persidangan bicara soal legal dan ilegal dokumen kepabeanan masuknya barang impor? Karena masih ada kurang bayar barang impor dan karena ada pernyataan yang tidak benar. Misalnya, pemberitahuan untuk jumlah jenis barang impor. Itu yang tidak sesuai dengan dokumen kepabeanan,” tegasnya.
Menurutnya, hal itu yang menjadi masalah ilegal atau legalnya dokumen kepabeanan tersebut. “Tapi kalau secara dokumen, PT Flemings legal,” terangnya.
Dikatakannya, PT Flemings legal karena memiliki SPI dan ada kuota impornya. “PT Flemings pun bayar BM barang impor. Hanya kurang bayar terakhir untuk 27 kontainer tersebut,” tandasnya. (Murgap)