Dr Rolas B Sitinjak SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menggelar sidang lanjutan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dengan menghadirkan 2 (dua) saksi ahli, di antaranya Ajun Komisaris Polisi (AKP) Adi Setya dari Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri), pada Selasa pagi hingga malam hari (17/11/2020).
Adi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara surat jalan palsu di PN Jaktim. Pada persidangan kali ini, Djoko Tjandra meragukan semua informasi yang diterangkan saksi ahli AKP Adi Setya. Saksi ahli juga memaparkan sejumlah bukti pengiriman gambar perihal surat jalan palsu yang melibatkan Brigjadir Jenderal (Brigjend) Prasetijo Utomo, Komisaris Polisi (Kompol) Jhony Andrijanto, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.
Bukti riwayat pengiriman foto itu meliputi surat jalan, surat rekomendasi kesehatan, surat keterangan Corona Virus Disease-19 atau Covid-19, dan sejumlah foto-foto antara Anita bersama Brigjend Prasetijo Utomo di dalam pesawat, dan pertemuan Anita dengan Djoko Tjandra. Bukan cuma itu, konten gambar yang memuat keterangan surat penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra juga ditampilkan dalam persidangan.
Kuasa Hukum dari Brigjend Prasetijo Utomo yakni Dr Rolas B Sitinjak SH MH dari RBS Law Firm and Partners Advocates & IP Consultan menilai keterangan saksi ahli yang menyatakan surat Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia (Perkap) Nomor 7 tahun 2017, sebenarnya surat perjalanan dinas itu bisa ditarik, bisa diralat, bisa dicabut dan bisa dibatalkan. “Namun demikian, ketika ada kesalahan dalam keempat masalah ini tidak ada konsekuensi apa pun itu. Kalau ada surat yang salah, ya ditarik, diralat, dicabut, dan dibatalkan. Bahkan, menurut keterangan saksi ahli mengatakan, tidak pernah ada sanksi pidana,” ujar Rolas Sitinjak kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara persidangan ini.
Dikatakannya, hal berikutnya yang sangat disayangkan adalah saksi ahli yang dihadirkan pada persidangan kali ini tidak ada keahlian dalam dunia pembuatan naskah dan tata persuratan. “Saksi ahli tidak pernah ikut sekolah tata persuratan dan naskah. Latar belakangnya dari IKIP atau dari kampus keguruan, saksi ahli tidak punya skill atau kemampuan yang mumpuni. Bahkan, saksi ahli ini bilang ada sekolah tentang naskah dan persuratan, namun saksi ahli ini belum pernah sama sekali disekolahkan di sekolah tersebut,” paparnya.
“Sangat disayangkan sekali saksi ahli yang dihadirkan seperti itu. Kalau saya lihat saksi ahli yang dihadirkan kali ini kurang serius. Kurang ahli di bidang tata naskah dan persuratan. Itu pertama. Kedua, saksi ahli yang dihadirkan ini obyektiflah. Kita tahu yang dihadirkan kali ini keduanya dari Bareskrim Mabes Polri. Seharusnya, ahli syber itu benar-benar anak-anak mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Banyak sekali anak-anak mahasiswa ITB itu yang jago. Kalau saya melihat obyektifitas saksi ahli diragukan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, pada hari Jum’at esok (20/11/2020), pihaknya akan menghadirkan 2 hingga 3 (tiga) saksi yang meringankan Brigjend Prasetijo Utomo. “Saksi ahli yang akan kami hadirkan dalam bidang fakta. Bahwasanya, banyak fakta-fakta di persidangan ini yang harus diluruskan, menurut kami,” tegasnya.
“Harapannya, karena hukum itu ada dua hal yakni ada hukum normatif dan ada hukum untuk merubah sebuah kebiasaan. Kalau kami melihat dari kedua-duanya, dan kami melihat apa sih yang terkait pada Brigjend Prasetijo Utomo?” katanya.
Apakah soal kop surat, tanyanya, atau kop surat jalan atau dinas? “Kop surat jalan atau dinas sudah tidak berlaku sejak tanggal 6 November 2020, ketika keluarnya surat dari gugus tugas Covid-19 Nomor 7. Ketika dicek Covid-19, Djoko Tjandra baru pulang dari luar negeri dan ia tidak bisa protes dan harus di tes PCR. Begitu pula dengan Anita Kolopakimg, juga dirapid test. Dengan adanya surat Covid-19, Anita dicek Covid-19-nya. Memang ada keperluan materil di kita. Ini sebenarnya apa sih? Mungkin ini sebuah kesalahan,” jelasnya.
Perlu diingat pula, sambungnya, status Daftar Pencarian Orang (DPO) Djoko Tjandra sudah dicabut. “Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (MenkumHAM) Yasonna Laoly mengatakan, Djoko Tjandra freeman (orang bebas) dan Brigjend Prasetijo Utomo apa sih kesalahannya? Jadi perlu ada keadilan lah di republik ini,” tandasnya. (Murgap)