Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah SH didampingi Patra M Zen SH saat jumpa pers di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (10/07/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Terdakwa Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kritiyanto membacakan pembelaan (Pledoi) untuk dirinya di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukumnya di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (10/07/2025).
Begitupula tim Kuasa Hukum terdakwa Hasto Kristiyanto, juga membacakan Pledoi dalam kasus dugaan suap dan perintangan. Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto, Patra M Zen SH mengatakan, apa bedanya tuntutan JPU dengan Pledoi yang sudah diajukan oleh terdakwa Hasto Kristiyanto dan Pledoi dari tim Kuasa Hukumnya.
“JPU menyusun tuntutan berdasarkan imajinasi. JPU merumuskan tuntutan berdasarkan pendapatnya dan pendapatnya JPU diduga penuh kebencian,” ujar Patra M Zen SH saat jumpa pers ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
Sementara, terdakwa Hasto Kristiyanto, sambungnya, tadi siang sudah menyampaikan Pledoinya yang dengan sistematis menyampaikan, bahwa yang bersangkutan adalah korban politik. “Sementara, Kuasa Hukum terdakwa Hasto Kristiyanto sudah menyampaikan fakta-fakta persidangan. Sudah menyampaikan alat bukti,” terangnya.
“Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan, batasan minimum pembuktian. Majelis hakim tidak boleh memutus orang bersalah kecuali ada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dan keyakinannya,” ungkapnya.
Pertanyaannya, sambungnya, kemarin alat bukti apa yang disampaikan oleh JPU menuntut terdakwa Hasto Kristiyanto 7 (tujuh) tahun hukuman penjara. “Tidak ada,” tegasnya
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh JPU itu berkisar asumsi-asumsi. “Sementara, tadi kami juga sudah membacakan perbandingan dakwaan dan perbandingan tuntutan JPU, perbandingan yang namanya pertimbangan hukum putusan Pasal 18 dan Pasal 28, perbandingan Pledoi dan alat bukti yang kami ajukan,” jelasnya.
“Oleh karena itu, masyarakat bisa menilai, apakah majelis hakim memutus dengan adil? Karena dalam praktik dan sejarah perkembangan hukum modern, kita tidak bisa menutup mata yang namanya kriminalisasi politik itu ada,” paparnya.
Ia mencontohkan, perkara Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim permah dituduh dugaan korupsi dan ditahan selama 6 (enam) tahun penjara. “Belum cukup hanya itu, lawan politiknya melakukan apa? Lawan politiknya menuduh PM Malaysia Anwar Ibrahom dengan tuduhan dugaan sodomi. Itu lah contoh,” urainya.
“Sekarang kita mau tarik pertanyaan yang fundamental, apakah nanti majelis hakim memutus berdasarkan fakta-fakta persidangan? Memutus berdasarkan keadilan yang berketuhanan Yang Maha Esa (TYME)? Mudah-mudahan kita semua tidak bosan untuk berdo’a dan berharap kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, majelis hakim diberi kekuatan untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi,” tandasnya. (Murgap)