Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH (kedua dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Robert Paruhum Siahaan SH (pertama dari kiri), Jay Tambunan SH (kedua dari kanan) dan Jeskila Pella SH, di luar ruang Kusuma Atmaja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (14/04/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor pada perkara PT Sucofindo Indonesia dengan terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley di ruang Kusuma Atmaja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (14/04/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kali ini menghadirkan 2 orang saksi yakni dari PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan dari PT Berdikari untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH mengatakan, PT IKPP dan PT Arar Abadi itu dalam satu manajemen PT Sinar Mas.
“Mereka satu grup di bawah naungan PT Sinar Mas Management Forestry. PT IKPP mengelola pabrik, PT Arar Abadi bergerak di pengangkutan kayu. Memang mereka dua badan hukum entitas yang berbeda terapi di dalam satu management holding,” ujar David Pella SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
Dikatakannya, perkara ini sebenarnya sederhana. “Sederhananya begini, ada jaminan yang ditempatkan di PT Sucofindo. Jaminan itu terlambat dicairkan, lalu PT Sucofindo mencari terdakwanya atau mencari kambing hitamnya. Padahal, di dalam seluruh keterangan, baik saksi keuangan PT Sucofindo, baik satuan pengawas internal PT Sucofindo, jelas-jelas mereka katakan, jika payment bond itu dicairkan tidak lewat waktu, maka persoalan ini tidak ada. Jadi perdata,” katanya.
Menurutnya, ini lah salah satu tipikal kesalahan Badan Ussha Milik Negara (BUMN) atau mungkin kesalahan yang diciptakan lalu mencari korban dari pihak yang tidak punya kapasitas dan kualitas di dalam bertanggung jawab terhadap persoalan internal BUMN. “Oleh sebab itu, kami pernah bersurat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar kasus ini dilakukan pemeriksaan tapi KPK menolak dan mengatakan, bukan ranah KPK. Itu menunjukan, bahwa hal-hal seperti ini memang masih sering terjadi,” katanya.
“Jangan heran misalnya kalau akhirnya untuk menutupi seluruh kejahatan atau sisi gelap daripada institusi yang dikelola oleh negara ini, maka ini adalah persoalan sistemik yang namanya law enforcement (penegakan hukum) di Indonesia. Ini persoalan sistemik,” tegasnya.
Dikatakannya, jadi bukan lagi menjadi korupsi korporasi. “Tapi korporasi yang diciptakan karena sistem penegakan hukum yang tidak tegas,” paparnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, maka hal-hal seperti ini tidak boleh dibiarkan. “Nah, kita berharap bahwa majelis hakim yang menyidangkan kasus ini dan saya melihat majelis hakim Tipikor sangat teliti juga. Dia mengakomodir pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh penasehat hukum. Itu menunjukan, bahwa ada proses yang semakin membaik dan kita berharap, bahwa di dalam persidangan ini menunjukan sisi gelap daripada mal administrasi atau keteledoran yang ada di BUMN ,” ungkapnya.
“Perkara kliennya ini menunjukan sisi gelap. Akhirnya, karena sisi gelapnya tidak mau dibuang atau tidak mau diungkap, maka dicarilah korban. Artinya, keterangan saksi itu membuat jadi gelap bukan menjadi terang perkara ini,” jelasnya.
Dikatakannya, dari keterangan saksi, ada yang disembunyikan. “Kita tidak butuh keterangan saksi meringankan klien kami tapi yang kita butuhkan saksi menyatakan kebenaran di muka persidangan. Itu kuncinya,” terangnya.
“Saksi bisa mengatakan apa saja. Karena dia punya hak asasi. Tapi yang diharapkan dalam persidangan adalah kebenaran materil. Lebih baik mengeluarkan 1000 orang daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” paparnya
Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, Robert Paruhum Siahaan SH menambahkan, saksi yang dihadirkan hari ini keterangannya banyak bohongnya. “Kita cuma tanya PT IKPP milik siapa? Semua orang kan tahu PT IKPP miliknya PT Sinar Mas. Menyebutkan saja tidak mau karena jaksanya tidak mengajarkan ke sana. Jadi menjawab itu tegas mengatakan, bahwa apa yang diajarkan oleh jaksa itu yang mau dia masukan, sehingga kita tanya juga hubungan kerjanya dengan PT Arar Abadi yang mengangkut kayu PT IKPP. Saksi pura-pura tidak tahu dan mencoba mengelak dari kasus ini,” ujar Robert Paruhum Siahaan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
“Jadi kasus ini memang kasus yang luar biasa dan paling lucu. Kasus ini adalah kasus korupsi di PT Sucofindo senilai Rp170 miliar, klien kita ini penunggu sungai Baung, bukan dari PT Sucofindo dan pelaku bisnis. Tapi hanya penunggu sungai Baung. Ini kita perlu bantuan media supaya mengangkat berita ini, janganlah korupsi Rp170 miliar di PT Sucofindo ini, penunggu sungai Baung ini yang dijadikan terdakwa. Sangat menyedihkan. Panggil semua direksinya dan jadikan terdakwa, baru terbuka kasus ini,” katanya.
Dijelaskannya, Direktur Utamanya (Dirut) PT Sucofindo diangkat juga jadi terdakwa supaya terbuka kasusnya. “Di dalam perkara terdakwa Punov Apituley, dia itu hanya petugas di sungai Baung menunggu kapal lewat dan dijadikan terdakwa. Itu yang sangat kami sedihkan dalam perkara ini. Kami berharap Pemerintah Republik Indonesia (RI) selaku pemilik BUMN maupun KPK harus turun tangan untuk membongkar kasus ini,” imbaunya.
“Jangan-jangan nanti direksinya ongkang-ongkang makan uangnya dan penunggu sungai Baung masuk penjara,” tandasnya. (Murgap)