Omay Chusmayadi SH MH CTL CTAP
Jakarta, Madina Line.Com – Praktisi Hukum Omay Chusmayadi SH MH CTL CTAP mengatakan, dirinya sebagai praktisi hukum menilai apa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas dan menangani Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia, jujur belum maksimal.
“Walaupun ada Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Kepolisian Republik Indonesia (Polri), kelihatan masih timbang pilih. Pilih-pilih perkara,” ujar Omay Chusmayadi SH MH CTL CTAP kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (10/12/2024), ketika menanggapi peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang diperingati pada Senin (09/12/2024).
“Saya tidak menyebutkan perkara mana yang belum diproses atau belum dinaikan ke tingkat pengadilan. Padahal, perbuatan itu sudah terbukti, bahwa perbuatan itu merupakan Tipikor nyata-nyata,” katanya.
“Jadi umpamanya di negara kita ini masih adanya tebang pilih tentang masalah Tipikor. Belum sepenuhnya dan belum semaksimal mungkin diberantas oleh institusi KPK,” ungkapnya.
Menurutnya, satu tindak pidana mulai dari penyelidikan hingga ke tingkat penyidikan kalau sampai tidak naik ke tingkat pengadilan berarti diduga ada oknum yang bermain. “Kita tahu semua, bahwa Indonesia itu adalah negara hukum. Hukum itu harus ditegakan dan dilaksanakan, bukan hanya semboyan di mulut saja untuk memberantas Tipikor,” pesannya.
“Demi Indonesia maju, demi Indonesia sukses dan demi Indonesia bermartabat,” tegasnya.
Dijelaskannya, penangkapan terpidana korupsi bisa dilakukan oleh KPK dan Polri terutama oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). “Itu tergantung kerugian negara yang dialami. Kalau di KPK ada batas minimum kerugian negaranya. Di Bareskrim, mungkin juga ada batasannya,” paparnya.
“Jadi kita serahkan kepada institusi pemberantasan korupsi sepanjang institusi itu tidak dicampur tangani oleh oknum-oknum supaya korupsi itu bisa diberantas di bumi Indonesia tercinta ini agar Indonesia punya harkat, martabat dan berlandaskan kepada hukum,” katanya
Dijelaskannya, hukum haruslah di atas segala-galanya. “Negara kita adalah Rechstaad bukan Maxstaad. Rechstaad itu artinya negara hukum bukan negara kekuasaan atau Maxstaad,” ungkapnya.
Ia melihat dari kacamata hukum, KPK belum independen. “Banyak oknum-oknum yang terlibat dalam Tipikor yang masih menimbang pilih perkara-perkara itu,” ucapnya.
“Mungkin perkara Tipikor itu mana yang tersangkut oknumnya dan mana yang tidak, itu masih tebang pilih. Jadi belum maksimal KPK dalam memberantas Tipikor,” jelasnya.
Ia mengusulkan agar KPK langsung di bawah naungan Presiden Republik Indonesia (RI) agar menjadi lembaga anti rasuah yang kuat dan superbody. “Presiden RI agar bisa memonitor langsung kinerja KPK agar tindak tanduknya karena kalau umpamanya masih di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Kemen Setneg) RI, cita-cita untuk memberantas Tipikor tidak akan berjalan,” terang Omay Chusmayadi SH MH CTL CTAP dari Kantor Law Firm OCP ini.
“Sejauh ini, KPK di bawah naungan Kemen Setmeg RI,” tandasnya. (Murgap)