Zulfadly Syam
Jakarta, Madina Line.Com – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menggelar acara pameran The 6th Indonesia Internet Expo & Summit (IIXS) 2024 yang digelar selama 3 (tiga) hari dimulai Senin pagi hingga Rabu malam (12/08/2024-14/08/2024) di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta Pusat (Jakpus).
Acara ini digelar dalam rangka mendukung transformasi digital di Indonesia. Sekretaris Jenderal (Sekjen) APJII Zulfadly Syam mengatakan, pada prinsipnya, APJII membuat acara ini untuk memberikan ruang ke seluruh multi stakeholder (berbagai pihak terkait) di dalam teknologi informasi di Indonesia.
“Kita berbicara digital ini, sesungguhnya kita harus berbicara multi stakeholder karena banyak sekali komponen di dalam bagaimana kita menjadikan visi Indonesia digital pada tahun 2045 itu sebenarnya,” ujar Zulfadly Syam kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di hari ketiga penutupan acara pameran The 6th IIXS 2024, Rabu (14/08/2024).
“Lalu APJII menjadi anchor (pembawa) dari event ini untuk mendapatkan dukungan dari seluruh asosiasi digital di Indonesia, sehingga event ini menjadi begitu ramai dan begitu berkembang. Kalau dulu atau tahun sebelumnya, penyelenggaraan event ini hanya digelar 1 (satu) hall saja tapi sekarang sudah menjadi 3 (tiga) hall. Kita inginkan next year (tahun depan) bisa menjadi 5 (lima) hall,” harapnya.
Menurutnya, supaya menjadi sangat besar event ini. “Jadi menggabungkan dan mengakomodir seluruh asosiasi digital di Indonesia yang meng-lead (mengedepankan) kita coba lewat APJII,” ungkapnya.
Dikatakannya, jumlah anggota APJII hingga per hari ini ada 1.116 perusahaan yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia dan penyebarannya memang masih belum seperti yang dibayangkan di 38 provinsi ada semua tapi at least (kenyataannya) mereka (perusahaan digital) sudah mencoba untuk membangun konektivitas di Indonesia. “Makanya, kita tahu, bahwa 79,5% penduduk di Indonesia sudah melek internet. Tapi kalau dilihat jaringan internet yang berkualitasnya dengan fiber 2 the hole misalnya, atau fix broadband namanya, masih di bawah 30%,” terangnya.
“Jadi dengan kegiatan-kegiatan seperti ini bagaimana menggabungkan ada orang yang jual kabel fiber optik di acara ini. Kemudian, ada orang yang jual Artificial Intelligent (AI), ada orang yang jual robot, ada orang yang jual game, ini menjadi sebuah ekosistem digital yang tentunya akan menjadi barometer juga bagi masyarakat umum, itu yang kita harapkan,” katanya.
Pameran The 6th IIXS 2024 juga diisi dengan acara seminar yang dihadiri oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai pembicara. “Jadi satu kolaborasi dan sinergi yang kita inginkan juga adalah bagaimana APJII memdekat dengan stakeholder yang berhubungan dengan keamanan cyber di Indonesia. Nah, APJII sebagai penyelenggara internet ini katakanlah koneksi, kalau kita analogikan dengan pipa dan air, Internet Service Provider (ISP) hanya menyediakan pipanya saja. Nah, kemudian aliran air yang diberikan kadang-kadang ada yang bersih dan ada juga yang kotor,” paparnya.
Di dalam konteks ini, sambungnya, biasanya kalau dikasih rumahan atau end usser-nya untuk air yang bersih, maka air tersebut harus dimasak, maka untuk masak air itu tugasnya end usser. “Nah begitu pula dengan ISP hanya memberikan pipa dan air. Airnya bersih atau kotor itu bukan urusan ISP untuk saat ini. Urusan membersihkan air itu adalah urusannya end usser,” ungkapnya.
“Tapi kalau kita melihat dalam konteks yang menyeluruh ini sudah tidak bisa lagi seperti itu. Jadi ISP-nya pemberi koneksi ini juga harus aware (waspada) demgan keamanan cyber. Jadi dari ISP-nya sudah aware dengan keamanan cyber, maka kita harapkan end usser-nya juga tahu mengenai keamanan cyber,” urainya.
Dijelaskannya, sekarang yang terjadi trendnya itu dampak dari internet itu sendiri. “Ada yang bisa menggunakan internet itu menjadi positif produktif tapi ada dampak yang kita lihat semakin kacau penggunaan internet ini di Indonesia,” paparnya.
“Kadang-kadang kita melihat dari game online. Pintu masuknya cukup bagus tapi kok malah mengarah kepada judi online (judol) dan akhirnya masyarakat tidak bisa membedakan permainan game online atau judi online. Itu juga lumayan susah membedakannya,” akunya.
Dikatakannya, memag pintu masuk orang ke penggunaan internet ini lah yang sebenarnya perlu diliterasi lebih baik. “APJII pada prinsipnya, kita memang penyedia teknologinya tapi kita tidak mau bangsa ini rusak dari dampak negatif penggunaan internet,” jelasnya.
Oleh karena itu, imbuhnya, perlu upaya-upaya dari APJII selain mengadakan event seperti ini membuat resolusi antar sesama asosiasi digital. “Jadi kita harus paham. Oke kita basmi judol dan semua harus patuh. Kita minimalkan dampak negatif internet. Semuanya harus sepakat,” imbaunya.
“Itulah kenapa kita mengajak asosiasi yang lain pun ikut di dalam membuat deklarasi yang kita sebut Deklarasi Dials itu,” ucapnya.
Menurutnya, dalam konteks teknis, APJII selalu memberikan anjuran (advice) kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan ada beberapa anjuran yang diberikan oleh APJII dijalankan oleh Pemerintah RI agar masyarakat menggunakan internet dengan positif. “Nah, bagaimana sekarang konteksnya bisa masuk ke dalam sebuah regulasi. Kalau dalam regulasi kita melihatnya dalam perspektif multi dimensi. Jadi kita melihat nih jangan sampai apa yang kita usulkan memberikan dampak yang ke regulasi lain. Karena ini kan multi dimensi,” katanya.
Namun, sambungnya, APJII akan selalu mendukung kalau memang impact (dampak) bagus, kenapa tidak, APJII akan mendorong adanya regulasi yang memang bisa membuat bangsa ini lebih produktif. “Karena sayang banget kita bangsa yang besar dengan jumlah penduduk 221 juta penduduk Indonesia yang sudah melek internet tapi kalau semuanya terpapar oleh konten situs pornografi, judol, berita gosip saja, terpapar dengan game online saja, sayang sekali, begitu. Jadi nanti identitas bangsa takutnya akan hilang,” tuturnya.
Dikatakannya, dalam konteks masuknya perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Starlink ke Indonesia, APJII melihat secara teknologinya di daerah-daerah tertinggal di Indonesia masih butuh teknologi yang ditawarkan oleh perusahaan Starlink. “Kenapa? Karena daerah di Indonesia ini kan sebagai negara kepulauan. Untuk memenuhi infrastruktur di negara kepulauan itu sulit dan mahal. Kalau sulit dan mahal, akhirnya di daerah-daerah tertinggal itu tidak tumbuh penetrasi internetnya,” jelasnya.
“Adanya Starlink itu sedikit banyak sudah memberikan solusi sebenarnya. Sekarang dalam konteks membunuh tidak di dalam negeri dengan hadirnya Starlink di Indonesia ke ISP lokal? Starlink saat ini sudah menjadi anggota APJII,” terangnya.
Nah, imbuhnya, APJII akan memonitor juga Starlink. “Kalau Starlink terlalu mendominasi, nanti kita akan melihat bagaimana kita mengaturnya supaya persaingannya lebih baik. Jangan sampai Starlink membunuh 1.000 perusahaan digital yang ada di Indonesia,” tegasnya.
“Dalam hasil survey APJII, ada 77% anggota APJII yang tidak setuju Starlink menjual ke end usser secara langsung. Sisanya masih membuka peluang kerjasama dengan Starlink. Pada intinya, bahwa kalau asosiasi digital di Indonesia akan berpihak kepada 77%,” ungkapnya.
Tapi, sambungnya, APJII akan mengatur bagaimana caranya supaya ada win-win solution (solusi sama-sama menang) antara Starlink sama dengan ISP yang sudah ada dan sudah eksis di Indonesia. “Lewat apa? Siapa tahu di daerah-daerah tertinggal itu Starlink tidak turun langsung tapi bekerjasama dengan salah satu ISP yang ada di daerah lokal itu,” pesannya.
Pada acara The 6th IIXS 2024 juga dihadiri peserta dari kalangan anak-anak millenial dari berbagai siswa dan siswi sekolah. “Jadi sebenarnya, APJII harus menginformasikan dan mensosialisasikan ke sekolah-sekolah, bahwa penggunaan internet harus yang produktif. Lewat apa? Ini contoh saja, misalnya, ada 221 juta penduduk Indonesia melek internet seperti yang tadi saya katakan. Kalau kita ambil 10% saja dari 221 juta penduduk Indonesia. Artinya, ada 22 juta penduduk di Indonesia. Kalau kita menyasar yang 10% ini untuk menjual sesuatu yang untungnya cuma Rp10 ribu, misalnya, ada botol minuman, cost (biaya) Rp10 ribu, kita mau ambil keuntungan Rp10 ribu. Berarti nett (jangkauan) bisa dapat Rp10 ribu,” ujarnya.
“Botol minuman tersebut kalau terjual ke 22 juta penduduk di Indonesia yang sudah melek internet, itu kan hampir Rp220 miliar. Nah, jadi kalau kita mengatakan ayo dong kita berpikir bagaimana caranya nih. Satu daerah itu bisa mendapatkan keuntungan Rp220 miliar. Hanya dengan menjual produk apa pun jenis produknya yang profitnya (keuntungannya) Rp10 ribu dan bisa dibeli oleh 10% dari 221 juta penduduk Indonesia yang sudah melek internet,” tuturnya.
Dijelaskannya, hal itu yang disosialisasikan oleh APJII kepada anak sekolah, maka akan berbeda cara pandang anak-anak sekolah itu. “Jadi kita arahkan ke luar. Jadi jangan hanya kita memperkenalkan penggunaan internet ini ke game online bisa main bareng (mabar). Kalau kita hanya memperkenalkan itu, bangsa kita bisa kehilangan identitas dan anak-anak kita bisa terlena semua,” katanya.
Ketika anak-anak sekolah itu bisa membuat website, imbuhnya, lalu website tersebut bisa diapakan lagi atau diutilisasi apalagi. “Jadi kita sudah mulai mengarahkan kepada hal-hal yang produktif saja. Memang tidak bisa dipungkiri, ketika orang mengenal internet yang dicari itu kan keinginan mereka apa. Nah, khawatirnya penasaran mereka, belok-belok ke situs pornografi. Belok-belok ke situs judi online dan belok-belok ke game online,” ucapnya.
“Kalau sudah terkena judi online dan pornografi susah untuk bergerak lagi karena sudah ketagihan,” terangnya.
Dalam waktu dekat, APJII akan melaksanakan Indonesia Internet Executive Forum yang akan me-launching (meluncurkan) hasil survey APJII untuk daerah tertinggal dan di daerah perbatasan di minggu awal September 2024. “Untuk infrastruktur internet di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sebenarnya itu menjadi wewenang dari Otoritas IKN. Dia mau pakai internet dari siapa. Tapi pada prinsipnya, anggota APJII siap mensupport (mendukung) untuk membuat jaringan internet di IKN yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.
“Anggota APJII di Kalimantan Timur (Kaltim) banyak dan anggota lokal juga ada. Tinggal bagaimana pemerintah pusat yang ada di IKN Nusantara melihat teman-teman APJII yang ada di Kaltim untuk utilisasi atau kolaborasi lah dengan teman-teman APJII yang ada di sana,” tandasnya. (Murgap)