Kuasa Hukum terdakwa eks Anggota III BPK RI, Achsanul Qosasi, Soesilo Aribowo SH (tengah) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Ketua Umum Forum Advokat Spesialis Tipikor (Ketum FAST) RM Tito Hananta Kusuma SH MM (pertama dari kiri) dan anggota lainnya di luar ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH 4 Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (29/04/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan Tipikor pengadaan tower Based Transeiver Station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan terdakwa eks Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Achsanul Qosasi dan Sadikin Rusli yang merupakan kawan dari Achsanul Qosasi di ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (29/04/2024).
Pada sidang hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 orang Ahli yakni Ahli Hukum Pidana Taufiqurrahman dari Universitas Airlangga (Unair) dan Ahli Hukum Pidana Agus Surono dari Universitas Pancasila untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Akibat perbuatannya, dalam dakwaan pertama, terdakwa eks Anggota III BPK RI, Achsanul Qosasi (AQ) dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor.
Dakwaan kedua yakni Pasal 5 Ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dakwaan ketiga yakni Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Dakwaan keempat yakni Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor. Sedangkan, Sadikin Rusli dijerat demgan Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B jo Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 56 butir ke-1 KUHP.
Kuasa Hukum terdakwa eks Anggota III BPK RI, Achsanul Qosasi, Soesilo Aribowo SH mengatakan, Ahli Hukum Pidana Taufiqurahman dan Ahli Hukum Pidana Agus Surono hadir dalam acara sidang hari ini.
“Terutama Ahli Hukum Pidana Taufiqurrahman mengatakan dalam keterangannya di muka persidangan, bahwa Pasal 12 huruf e UU tentang Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 itu pemerasan dalam jabatan tidak bisa digunakan di dalam perkara yang sesuai fakta yang ada di dalam persidangan ini,” ujar Soesilo Aribowo SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Yang memungkinkan tadi yang saya lihat dari keterangan Ahli Hukum Pidana adalah Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11, minimal ancamannya 1 tahun hukuman penjara. Untuk Pasal 12 B UU tentang Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 juga tidak, karena itu harus ada kesepakatan. Sementara, Pasal 12 B UU tentang Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 itu tidak perlu kesepakatan. Faktanya, itu ada kesepakatan antara pemberi dan penerima,” kata Soesilo Aribowo SH dari kantor law firm Soesilo Aribowo and Partner yang berlamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Dijelaskannya, untuk Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juga tidak bisa diterapkan karena ada aktif dan pasif. “Kalau Pasal 5 ayat (2) itu sifatnya pasif tapi faktanya dalam persidangan didakwakan oleh jaksa sebagai aktif. Jadi klien saya terdakwa Achsanul Qosasi dianggap aktif. Jadi saya kira tidak bisa diterapkan Pasal 5 ayat (2) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor walaupun agak berbeda pendapat dengan keterangan Ahli Hukum Pidana,” tegasnya.
“Untuk Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sepanjang orang yang memberikan uang itu tidak merasa berkaitan dengan jabatannya, maka tidak bisa digunakan,” terangnya.
Menurutnya, konklusinya kalau memang semua pasal itu tidak masuk dan tidak sesuai dengan faktanya, tolong terdakwa Achsanul Qosasi dibebaskan. “Agenda sidang berikutnya, kami akan menghadirkan Ahli Hukum Pidana dan masih kami pertimbangkan siapa saja yang akan dihadirkan. Belum tahu namanya,” paparnya.
Ia menilai tidak ada pasal yang tepat yang disampaikan oleh kedua Ahli Hukum Pidana di dalam persidangan yang bisa menjerat kliennya. “Artinya, tidak ada pasal yang sempurna yang bisa mengcover (membuktikan) rumusan dari fakta-fakta persidangan itu,” ucapnya.
“Untuk Pasal 15 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor itu berbeda. Pasal 15 dan Pasal 56 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor itu yang tadi disampaikan oleh kedua Ahli Hukum Pidana kaitannya dengan terdakwa Sadikin Rusli, bukan untuk klien saya,” tandasnya. (Murgap)