Dahlan Pido SH MH
Jakarta, Madina Line Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan untuk ketiga kalinya terkait perkara dengan Nomor : 118/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst atas dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (KemenESDM RI) Ridwan Djamaluddin dan mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba KemenESDM RI Sugeng Mujiyanto, didakwa terkait kasus Tipikor pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu (20/12/2023).
Keduanya didakwa terkait kebijakannya di Blok Mandiodo, yang merugikan negara diduga sebesar Rp2,3 triliun. Sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra yang dipimpin Asisten Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Iwan Catur dan Asintel Ade Hermawan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, pada Rabu lalu (06/12/2023).
JPU mendakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin serta Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Minerba Ditjen Minerba KemenESDM RI Sugeng Mujiyanto bersama-sama dengan terdakwa lain melakukan korupsi terkait pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo. Perbuatan itu dilakukan Ridwan bersama-sama dengan terdakwa lain (dalam berkas terpisah) yaitu Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Yuli Bintoro; Subkoordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi Mineral Henry Julianto; Evaluator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Eric Viktor Tambunan; Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining Glenn Ario Sudarto, Direktur PT Lawu Agung Mining Ofan Sofwan, dan Pemegang Saham/Pemilik PT Lawu Agung Mining Windu Aji Sutanto.
Kajati Sultra Patris Yusrian Jaya mengatakan, sebanyak 8 (delapan) orang terdakwa tersebut disidangkan di PN Tipikor Jakpus. Sedangkan, 4 (empat) terdakwa lainnya, yaitu Direktur PT Kabaena Kromit Prathama Andi Adriansyah alias Iyan; Direktur PT Tristaco Mineral Makmur Rudy Hariyadi Tjandra; Hendra Wijayanto selaku General Manager (GM) PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Konawe Utara; Agussalim Madjid selaku Kuasa Direksi PT Cinta Jaya akan disidangkan di Pengadilan Tipikor Kendari sesuai locus delicti (tempat terjadinya tindak pidana).
“(Para terdakwa) memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Iwan Catur.
JPU menyebut Ridwan berperan membuat kebijakan terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun. Perlu diketahui, PT Kabaena Kromit Prathama (PT KKP) selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan Operasional Perusahaan (IUP OP) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Konawe Utara tahun 2010 adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral.
Pada 2021, PT KKP pernah dihentikan sementara seluruh kegiatan usahanya oleh terdakwa I yakni Ridwan Djamaluddin dikarenakan proses jual beli ore nikel antara PT KKP dan perusahaan smelter nikel yang ada di Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020. Saat itu, PT KKP tidak menggunakan surveyor yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba KemenESDM RI serta dokumen kontrak penjualan yang disampaikan oleh PT KKP tidak sesuai dengan ketentuan harga patokan mineral (HPM) sebagaimana yang ditentukan dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Selanjutnya, pada 9 April 2021, terdakwa Ridwan Djamaludin mencabut penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT KKP. Namun, pencabutan penghentian sementara itu dilakukan hanya berdasarkan penyampaian kontrak penjualan PT KKP dengan perusahaan smelter nikel untuk penjualan ore nikel berikutnya, tanpa melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan verifikasi fakta di lapangan.
Kemudian, terdakwa Sugeng Mujiyanto telah mengetahui sampai triwulan II tahun 2021, PT KKP telah melakukan penjualan bijih nikel sebanyak 1.399.112 ton dan akan melebihi rencana kuota penjualan yang telah ditetapkan dalam persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT KKP tahun 2021 sebesar 1.500.000 ton. Pada akhir 2021, PT KKP telah mengeluarkan kuota produksi sebesar 1,9 juta MT.
“Hal ini tidak menjadi pertimbangan Terdakwa I Ridwan Djamaluddin dan Terdakwa II Sugeng Mujiyanto dalam menerbitkan persetujuan RKAB PT KKP tahun 2022,” kata jaksa.
JPU menyebut evaluasi dokumen permohonan persetujuan RKAB tahun 2022 diputuskan hanya menggunakan mekanisme aspek produksi dan penjualan dengan meneliti laporan sumber daya dan cadangan, dokumen feasibility study (FS) serta dokumen izin lingkungan atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) saja. Dengan demikian, proses evaluasi dokumen RKAB yang diputuskan dalam rapat itu bertentangan dengan keputusan Menteri ESDM.
“Sehingga tata cara evaluasi dokumen RKAB yang diputuskan tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM RI Nomor : 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 karena dalam melakukan evaluasi seharusnya dilakukan dengan meneliti seluruh aspek yakni aspek pengusahaan, aspek teknik, dan aspek lingkungan,” ungkap jaksa.
Ridwan Djamaludin akhirnya menyetujui dan menandatangani surat Nomor T:166/MB.04/DJB.M/2022 tanggal 13 Januari 2022 perihal persetujuan RKAB PT KKP tahun 2022 dengan kuota produksi dan penjualan sebesar 1.500.000 MT. “Akibat pengurangan atau penyederhanaan aspek evaluasi persetujuan RKAB tersebut, PT KKP yang tidak lagi mempunyai deposit nikel di wilayah IUP-nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta Metrik Ton (MT). Sedangkan, PT Tristaco Mineral Makmur (PT TMM) tahun 2022 mendapat kuota
produksi dan penjualan sebesar 1.000.000 MT,” kata jaksa.
Selanjutnya, kuota produksi dan penjualan PT KKP tahun 2022 sebesar 1.500.000 MT dan PT TMM sebesar 1.000.000 MT tersebut dijual oleh saksi Andi Adriansyah alias Iyan selaku Direktur PT KKP dan saksi Rudy Hariyadi Tjandra selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur kepada saksi Glenn Ario Sudarto yang bertindak atas nama PT Lawu Agung Mining untuk digunakan sebagai dokumen pengangkutan dan penjualan ore nikel yang ditambang oleh PT Lawu Agung Mining di Wilayah lahan IUP PT Antam Tbk seluas 156 Hektare (Ha) yang tidak memiliki persetujuan RKAB dan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara. Dengan kuota RKAB sebesar 1.500.000 MT tersebut oleh saksi Andi Adriansyah alias Iyan selaku Direktur PT KKP dijual dengan harga sebesar USD3 hingga USD5 per MT. Selain itu, kuota RKAB sebesar 1.000.000 MT dijual oleh saksi Rudy Hariyadi Tjandra selaku Direktur PT TMM dijual dengan harga sebesar USD5 hingga USD7 per MT.
Selanjutnya, dengan menggunakan dokumen PT KKP dan dokumen PT TMM, ore nikel milik PT Antam Tbk, yang ditambang oleh PT Lawu Agung Mining, kemudian dijual oleh saksi Glenn Ario Sudarto kepada beberapa smelter di Sultra dan Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng). Adapun hasil penjualan ore nikel diduga memperkaya Windu Aji Sutanto, Ofan Sofwan, Glenn Ario Sudarto.
Agenda sidang hari ini adalah tanggapan dari JPU dan hakim atas pembacaan Nota Eksepsi (Keberatan) dari tim Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin, atas pembacaan dakwaan dari JPU pada Rabu lalu. Dalam tanggapannya, JPU menolak Nota Eksepsi dari tim Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin dan masuk ke pokok perkara dan hakim akan menjawab Nota Eksepsi dari tim Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin pada sidang selanjutnya, Rabu (03/01/2024), pembacaan putusan.
Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin,
Dahlan Pido SH MH mengatakan, tanggapan JPU atas pembacaan Nota Eksepsi dari tim Kuasa Hukum terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin normal-normal saja dan datar. “Itu diakibatkan semua dan Nota Eksepsi kita ditolak dan masuk ke pokok perkara. Apa yang dikatakan pada Nota Eksepsi kita, Nota Eksepsi kita sudah menyinggung kepada pokok perkara, sehingga JPU meminta untuk agenda sidang selanjutnya masuk ke pokok perkara,” ujar Dahlan Pido SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, Nota Eksepsi yang dibacakannya itu adalah mengenai tindakan terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin bukan perbuatan Tipikor dan tidak memperkaya orang lain. “Cuma kan ada 2 perusahaan yang menggunakan izin pertambangan itu yang diduga melakukan pelanggaran, sehingga yang harusnya masuk ke Tipikor itu adalah 2 perusahaan tersebut karena mereka swasta,” ungkap Dahlan Pido SH MH dari kantor Pido and Partner yang beralamat di Bintaro ini.
“Cuma kan ditarik karena ada RKAB ditarik ke izin, sehingga aparat negara itu tertarik. Padahal, itu jauh sebenarnya. Itu bukan soal RKAB sebenarnya,” terangnya.
Karena, sambungnya, izin atau praktek RKAB kalau salah yang bertanggung jawab adalah kedua perusahaan itu. “Dua perusahaan yang menjalankan. Terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin menjalankan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Jadi semua yang dilakukan terdakwa Ridwan Djamaluddin adalah diskresi. Diskresi itu dibolehkan, jika memang tidak ada aturan atau kevakuman hukum, diskresi itu bisa,” tegasnya.
Dijelaskannya, di dalam diskresi itu terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM Ridwan Djamaluddin menguntungkan negara sebesar Rp183 triliun. “Belum pernah ada Dirjen selama ini yang bisa menguntungkan negara dan bisa memasukan keuangan sebesar itu ke negara. Nah, di mana kerugian negara seperti apa yang dituduhkan kepada terdakwa Ridwan Djamaluddin?” tanyanya.
“JPU pada prinsipnya menolak isi Nota Eksepsi kami. Pokoknya nanti di pokok perkara semua,” katanya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (03/01/2024). “Hakim menyatakan pembacaan putusan atas pembacaan Nota Eksepsi akan dilakukan pada Rabu (03/01/2024). Saya interupsi saat sidang. Saya bilang, “Pak hakim ini putusan apa namanya?” Kalau setelah pembacaan Nota Eksepsi namanya putusan sela. Hakim cuma mengatakan, hanya putusan saja. Supaya tim Kuasa Hukum terdakwa Ridwan Djamaluddin memahami. Lah itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 156 itu tentang dakwaan, eksepsi dan putusan sela namanya, bukan putusan saja,” paparnya.
“Dalam Pasal 156 KUHAP itu dakwaan JPU harus jelas, cermat dan lengkap. Ketika semua sudah dihadirkan seperti saksi-saksi dan ahli, kemudian pembacaan replik dan pembacaan Nota Pembelaan atau Pledoi, baru pembacaan putusan hakim,” ucapnya.
Ia mengharapkan dalam putusan apa pun namanya yang akan dibacakan oleh majelis hakim pada sidang selanjutnya, terdakwa mantan Dirjen Minerba KemenESDM Ridwan Djamaluddim bebas. “Karena tidak ada aliran dana mengalir kepada mantan Dirjen Minerba KemenESDM RI Ridwan Djamaluddin,” tandasnya. (Murgap)