Kuasa Hukum PT Samugara selaku pihak kreditur, Herman M Karim SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Andre Victor SH MH di luar ruang Oemar Seno Adji 1, Pengadilan Niaga pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (13/12/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk kedua kalinya sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) dengan agenda Rapat Kreditur antara PT Djakarta Lloyd (Persero) selaku pihak debitur dan PT Samugara selaku kreditur dan kreditur lainnya di ruang Oemar Seno Adji 1, Pengadilan Niaga pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (13/12/2023).
Kuasa Hukum PT Samugara selaku pihak kreditur, Herman M Karim SH MH menceritakan kronologis digelarnya sidang PKPUS ini karena pihaknya mendapat surat dari kurator pada tahun 2023, bahwa mereka akan melakukan PKPUS. “Nah, dengan surat yang kami terima, akhirnya kami merespon. Kenapa kami merespon untuk mengumpulkan data-data seperti yang mereka minta, supaya kami memiliki hak suara ketika pada saat acara ini dilangsungkan. Makanya, kami akan diundang ke dalam,” ujar Herman M Karim SH MH dari kantor Law Firm AVN & Co ini.
Dikatakannya, ketika ia telah diundang ke dalam, makanya ia bersuara di acara PKPUS tersebut. “Nah, yang pertama kami sampaikan, bahwa kami mempertanyakan legal standing (izin) dari kurator yang baru yang sekarang. Karena begini, kemarin debitur (PT Djakarta Lloyd) sempat menanyakan, bahwa kurator sekarang memiliki legal standing berdasarkan Pasal 240 ayat 4 Undang-Undang (UU) Kepailitan. Di situ kewenangannya sangat besar kurator itu. Itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, sambungnya, kurator mengajukan PKPU itu juga berdasarkan Pasal 222 UU Kepailitan, bahwa kurator bisa mengajukan PKPU karena atas permintaan debitur. “Nah, saya sampaikan kepada majelis hakim, kami keberatan dengan keberadaan PKPU jilid dua ini. Kenapa? Kami telah diputuskan di homologasi (damai) pada tahun 2013 dan sudah diatur skema pembayarannya,” ungkapnya.
“Skema pembayarannya itu akan dilakukan pada tahun 2019. Sudah cukup lama sejak tahun 2013 hingga 2019, baru dijalankan. Nah, akan tetapi dalam perjalanannya, mereka tidak konsisten menjalankan pembayaran itu. Cicilan-cicilannya tidak dijalankan sesuai yang disepakati yaitu setiap 3 bulan,” katanya.
Nah, sambungnya, cicilan pun nilainya sangat sedikit tidak cukup besar. “Walaupun kreditur dengan berat hati menerima proposal perdamaian itu tetapi mereka tetap menjalankannya. Sekarang hakim barusan untuk sidang kedua ini, hakim meminta kepada homologasi pertama tahun 2013 untuk menentukan sikap. Apakah mau mengikuti kurator atau PKPUS yang kedua ini atau seperti apa? Menentukan sikap,” urainya.
“Nah, tadi kami sudah meeting (bertemu) semua dengan para kreditur lain yang jumlahnya 130 kreditur, saya sampaikan kepada kreditur, ada 3 (tiga) opsi yang nanti akan kita sampaikan kepada hakim tapi kita akan lihat suara milik mayoritas di 3 opsi itu. Mana suara terbanyak, maka akan kita ambil,” terangnya.
Dijelaskannya, opsi pertama, apakah tetap untuk bertahan dengan homologasi tahun 2013 untuk tetap dijalankan atau seperti apa. “Kalau homologasi tahun 2013 tetap dijalankan, maka konsekuensinya adalah sama nasibnya seperti sekarang. Mereka tidak konsisten untuk menjalankan itu. Itu yang pertama,” tegasnya.
“Kedua, ketika kita bergabung dengan homologasi tahun 2023 yang sekarang lagi dibentuk ini, maka konsekuensinya homologasi tahun 2013 harus dibatalkan. Nah, ketika sudah dibatalkan dan kita mengikuti homologasi tahun 2023, kita tidak tahu isi proposal penawarannya seperti apa nanti,” katanya.
Yang ada di benaknya, imbuhnya, tidak mungkin lebih baik dari sebelumnya. “Mulai dari proses pembayarannya, nilainya dan termin pembayarannya, tidak mungkin lebih baik. Oleh karena itu, saya sudah sampaikan kepada kreditur, ini lah yang harus dipikirkan matang-matang,” jelasnya.
“Ketiga, opsi selanjutnya adalah kita meminta kepada hakim pengawas pada hari ini, untuk diangkat PKPU yang lama dengan homologasi tahun 2013 itu untuk dibatalkan homologasi itu berdasarkan Pasal 170 UU Kepailitan itu diizinkan untuk PT Djakarta Llyod dipailitkan, apabila tidak konsisten menjalankan homologasi itu,” ucapnya.
Menurutnya, kenyataannya PT Djakarta Lloyd tidak konsisten. “Nah, makanya tadi kami sampaikan, kalau PT Djakarta Lloyd dipailitkan, maka kami akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dana talangan yang sudah diberikan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Ir H Joko Widodo (Jokowi). Presiden RI Ir H Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) pada tahun 2017 tentang dana talangan untuk PT Djakarta Lloyd sebesar kira-kira Rp3.390.000.000. Pertanyaannya, dana talangan itu di kemanakan? Sehingga kreditur tidak dibayarkan hak-haknya,” tuturnya.
Selanjutnya, sambungnya, kalau PT Djakarta Lloyd benar-benar dipailitkan, pihaknya akan meminta kepada negara untuk hadir memberikan pertanggungjawaban kepada kreditur. “Kenapa? Karena PT Djakarta Lloyd ini dibentuk oleh negara berdasarkan PP tahun 1974. Negara membentuk PT Djakarta Lloyd. Nah, kemudian pada tahun 1993, melalui PP, Presiden RI Soeharto juga memberikan dana talangan kepada PT Djakarta Lloyd sebesar Rp200 miliaran. Kemudian, pada tahun 2017, Presiden RI Ir H Jokowi juga memberikan dana talangan melalui PP sebesar Rp3.390.000.000,” ulasnya.
“Kemudian, disiasati lagi pada tahun 2015, diterbitkan lah PP terkait pembagian saham kepada kreditur. Nah, saham terbesar yang dimiliki oleh kreditur akan tetapi kreditur tidak memiliki hak suara. Itu namanya pembodohan publik, mengulur-ngulur waktu untuk memberikan nafas kepada PT Djakarta Lloyd,” terangnya.
Seharusnya, imbuhnya, kalau PT Djakarta Lloyd seperti ini, dinyatakan pailit saja, sehingga negara mengambil alih untuk membayar hak-hak para kreditur. “Saya mengharapkan negara bisa mengambil alih untuk membayar hak-hak kreditur seperti kasus PKPU PT Garuda Indonesia, kasus PKPU PT Telkomsel atau kasus PKPU PT Koja. Negara bisa mengambil alih karena perusahaan ini yang dibentuk oleh negara, maka negara harus hadir untuk menyelesaikan ini,” katanya.
Agenda sidang PKPU selanjutnya akan digelar pada Senin (18/12/2023), hakim akan mendengarkan keputusan yang akan kreditur sampaikan yang tiga opsi tersebut di atas. “Pertama, apakah tetap dengan homologasi tahun 2013. Kedua, apakah kita mengikuti homologasi yang baru dengan catatan homologasi tahun 2013 dibatalkan dan ketiga, kita menyatakan akan diangkat atau dipailitkan atau homologasi itu dibatalkan, sama saja. Jadi ada tiga opsi yang kami sampaikan kepada hakim,” tandasnya. (Murgap)