Dr Wirawan B Ilyas SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Dr Wirawan B Ilyas SH MH dari Universitas Padjajaran (Unpad) sebagai Ahli Akuntansi Forensik hadir dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan terdakwa eks Kepala Bagian (Kabag) Umum DJP Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan (Jaksel), Rafael Alun Trisambodo atas permintaan dari tim Kuasa Hukum terdakwa Rafael Alun Trisambodo untuk didengarkan keterangannya di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum terdakwa Rafael Alun Trisambodo di ruangan Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jajkpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu (22/11/2023).
Pada sidang hari ini, juga hadir Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa. Ahli Akuntansi Forensik Dr Wirawan B Ilyas SH MH mengatakan, kehadirannya pada sidang hari ini sebagai Ahli Bidang Akuntansi Forensik terkait dengan laporan pajak dan harta terdakwa eks Kabag Umum DJP Kanwil Jaksel, Rafael Alun Trisambodo.
“Jadi kedudukan saya sebagai Ahli hanya menyampaikan saja dan menjelaskan tentu secara teoritis dan akademik. Jadi setelah itu, semuanya berpulang kepada Yang Mulia Majelis Hakim,” ujar Dr Wirawan B Ilyas SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, secara akademik, ia menyampaikan secara metodologi, teori, menyatakan berdasarkan data yang dijelaskan kepadanya tentu ia menyampaikannya di muka persidangan. “Hanya sampai di situ saja. Saya sebagai Ahli Akuntansi Forensik hadir di sini atas permintaan dari tim Kuasa Hukum terdakwa Rafael Alun Trisambodo,” terangnya.
“Di muka persidangan, saya menyampaikan pertama, konsep Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak dan Self Assesment dan kedua, Tax Amnesty. Self Assesment itu apa yang dilaporkan oleh wajib pajak dianggap benar kecuali discused atau dapat membuktikan ketidakbenaran SPT Pajak tersebut,” paparnya.
Dikatakannya, jika SPT Pajak itu sudah lewat masa kadaluarsanya tentu tidak dapat lagi diperiksa atau diuji. “Tentu dianggap sudah clear (beres) kebenarannya. Kemudian, saya jelaskan juga Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak. Tapi ada nanti di Pasal 20 Undang-Undang (UU) Tax Amnesty yang data telah disampaikan dalam Tax Amnesty itu tidak dapat digunakan untuk ke penyidikan perpajakan atau pidana lainnya. Terkait Hukum Pidana itu saya tidak punya kapasitas menerangkannya karena itu Ahli Hukum Pidana yang bisa menjelaskannya. Tapi saya menjelaskan terkait pengampunan pajak sesuai Pasal 20 UU Tax Amnesty yang memang disangkutkan pula dengan pidana,” tegasnya.
“Terdakwa Rafael Alun Trisambodo sudah melaporkan laporan pajak dan hartanya dan SPT Pajaknya dianggap benar, sehingga data pajaknya itu sudah dinyatakan valid. Karena pihak yang berhak menguji kebenaran SPT Pajak itu hanya DJP. Saya tidak berhak, pihak lain tidak berhak dan semua Ahli Pajak pun tidak berhak,” katanya.
Di dalam UU DJP jelas mengatakan, imbuhnya, DJP berwenang melakukan pemeriksaan pajak. “Ada gak lembaga lain yang bisa memeriksa pajak, gak berhak. Ada gak lembaga hukum lain yang bisa melakukan pemeriksaan pajak, gak berhak. Jadi makanya kewenangan mutlak di DJP,” jelasnya.
Menurutnya, selama tidak diperiksa dan sudah kadaluarsa sesuai batas kadaluarsa selama 5 tahun, tentu SPT Pajaknya dianggap benar. “Kalau sudah tidak benar, ya sudah clear, sudah itu karena kepastian hukum itu mengatakan 5 tahun kepastian hukum. Jadi Pasal 20 di dalam UU Tax Amnesty itu menjelaskan terkait kepastian hukum. Tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan penyidikan baik pidana pajak dan pidana lainnya. Itu demi kepastian hukum,” ucapnya.
Ia mengharapkan semuanya, publik dan semua pihak memahami pajak itu perlu dipahami secara utuh dan komprehensif. “Kalau tidak, nanti semua masuk dari pintu pajak, nah kita salah kaprah. Kalau ada pilihannya silahkan tapi pajak seperti itu lah. Self Assesment itu harus dipahami seutuhnya lah,” tandasnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (27/11/2023) dengan sidang pemeriksaan terdakwa Rafael Alun Trisambodo. Perlu diketahui, terdakwa mantan pejabat DJP Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) Rafael Alun Trisambodo, didakwa oleh JPU menerima gratifikasi Rp16,6 miliar dan TPPU sampai Rp100 miliar.
Jaksa mengatakan, gratifikasi itu diterima Rafael Alun Trisambodo bersama istrinya, Ernie Meike Torondek, yang saat ini berstatus saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima gratifikasi, yaitu menerima uang seluruhnya berjumlah Rp16.644.806.137 (Rp16,6 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu (30/08/2023).
Jaksa mengatakan, Rafael Alun Trisambodo mendirikan perusahaan dengan Ernie menjabat Komisaris sekaligus pemegang sahamnya. Perusahaan itu antara lain PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME), PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri.
Uang gratifikasi, kata jaksa, diterima Rafael Alun Trisambodo lewat PT ARME dan PT Cubes Consulting serta dari PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo. (Murgap)