Ahli Hukum Pidana dari FH UBK, Jakarta, Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH (tengah) foto bersama Kuasa Hukum terdakwa Dodi Wahyudi, Arhami Satya Siregar SH MKn (ketiga dari kanan) dan Asisten AVM Law Firm yang berlokasi di Pondok Cabe, Tangerang, Jannev Octavia (kedua dari kanan) serta lainnya di luar ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (03/10/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Umum (Tipidum) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk keenam kalinya perkara dengan dugaan pasal 372 dan pasal 378 terkait Penipuan dan Penggelapan dengan Nomor Perkara 545/Pid.B/PN.Jkt.Pst dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) dari perusahaan sudah dikenal secara nasional di Indonesia yakni Dodi Wahyudi dan terdakwa lainnya Bugo Victory di ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (03/10/2023).
Pada sidang kali ini, Kuasa Hukum terdakwa Dodi Wahyudi menghadirkan saksi meringankan atau saksi Ad-Charge Bachtiar yang merupakan staf di bidang keuangan dari perusahaan terdakwa Dodi Wahyudi dan Ahli bidang Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (FH UBK), Jakarta, Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Ahli Hukum Pidana dari FH UBK, Jakarta, Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH mengatakan, dalam persidangan ini, tim Penasehat Hukum terdakwa Dodi Wahyudi menanyakan apa indikator yang digunakan untuk menentukan suatu perbuatan itu sudah masuk dalam pasal 378 dan pasal 372.
“Saya katakan, bahwa memang harus ada niat jahatnya atau Mensreanya, dilihat lagi niatnya dan perbuatannya serta perbuatan itu menimbulkan akibat dan akibat tersebut harus menjadi satu kesatuan. Walaupun perbuatan penipuan dan penggelapan adalah delik formil yang artinya Mensreanya cukup,” ujar Dr Houtlan Napitupulu SH MM MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, ketika menjatuhi pidana itu harus menjadi pertimbangan kesalahan itu. “Pertimbangan dari hakim. Jadi kalau saya melihat ternyata dalam kasus ini, prosesnya tidak ada penipuan di sana, dan tidak ada tipu muslihat karena betul-betul ada tender dan tender tersebut dimenangkan oleh terdakwa Dodi Wahyudi,” jelasnya.
“Hasilnya sudah dicairkan. Hanya saja waktu itu belum dibayarkan hasil itu kepada pemegang modal,” paparnya.
Apakah itu termasuk tindakan penipuan, sambungnya, terlalu terburu-buru. “Harusnya dilakukan gugatan perdata,” terangnya.
Ia mengharapkan pihak korban tidak boleh rugi dan harus dibayarkan. “Kemudian, terdakwa Dodi Wahyudi tidak punya niat untuk melakukan penipuan, maka tidak boleh juga harus masuk penjara,” tandasnya. (Murgap)