Teguh Dartanto
Jakarta, Madina Line.Com – Wakil Kepala Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) dan sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto mengatakan, ada 2 (dua) data yang dilaporkan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar NU (Lakpesdam PBNU) luar biasa untuk menjadi basis LPNU untuk mengambil langkah ke depan yang berbasiskan data.
“Ada dua hal yang harus kita lakukan, bagaimana kita membangun perekonomian dari jamaah dan memperkuat kemandirian perekonomian dari jamiah,” ujar Teguh Dartanto kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara Side Event Munas/Konbes NU Halaqah Netizen Nahdliyin dengan tema “Netizen NU Menghadapi Hajatan Pemilu 2024” di Gedung Serba Guna 2, Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur (Jaktim), Rabu (19/09/2023).
Disebutkannya, hal pertama fokus kepada membangun perekonomian jamaah agar mandiri secara ekonomi, artinya mereka punya penghasilan dan jangan sebagai kelompok bawah. “Kita ingin mereka naik kelas menjadi kelompok menengah dan kaya, ujung-ujungnya. Bagaimana mereka kita dorong agar bisa kerja. Artinya, bisa kerja itu bagaimana pun tidak semua orang bisa berusaha,” katanya.
“Tadi kan dijelaskan cuma 32% mereka yang memang mempunyai semangat usaha. Selebihnya, kita mendorong mencarikan lapangan kerja buat mereka. Kita juga harus membangun sebuah platform untuk mengkonsolidasi mungkin untuk lowongan-lowongan kerja dan juga bagaimana agar warga NU ini bisa tersalurkan bekerja,” tegasnya.
Dijelaskannya, untuk bekerja itu ada syarat kompetensi, maka itu harus dipersiapkan dari lembaga pelatihan NU, namun tidak harus lembaga khusus. “Tapi lembaga-lembaga pelatihan ini juga konsentrasi terkait dengan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Lakpesdam PBNU ini salah satunya. Itu hal pertama, agar bisa bekerja,” ungkapnya.
Kedua, sambungnya, mereka bisa berusaha atau berbisnis agar mereka bisa mandiri. “Artinya, mereka yang sudah mempunyai usaha ini bagaimana mendorong agar bisa naik kelas usahanya. Usahanya tadi cuma sekitar rata-rata Rp3,5 juta omzetnya. Kalau keuntungannya cuma 20%, cuma berapa mereka dapat? Hanya Rp700.000 hingga Rp1 juta. Cuma cukup untuk biaya makan saja. Ini yang kita dorong bagaimana mereka yang berusaha ini bisa didorong usahanya biar bisa naik kelas,” tegasnya.
“Untuk itu, kita harus berkolaborasi lah tidak hanya dengan Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) saja tapi harus bermartabat. Sesuai pesan dari Ketua Umum (Ketum) PBNU agar berkolaborasi dan kerjasama secara bermartabat,” paparnya.
Bermartabat itu, imbuhnya, artinya bekerjasama saling menguntungkan tidak hanya ibarat kata, tangan di bawah saja (meminta). “Tapi kolaborasi saling menguntungkan. Itu kan bermartabat. Artinya, kita bekerjasama tidak dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI) ataupun lembaga negara tapi juga kerjasama dengan dunia swasta atau pihak perbankan. Itu kita lakukan dan diperbanyak,” ucapnya.
“Misalnya, kita berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam membentuk Badan Usaha Milik NU (BUM NU). Itu membentuk grosir,” tuturnya.
Ada lagi kerjasama untuk toko-toko mikro yang skala kecil, imbuhnya, bekerjasama dengan Indo Grosir dan juga Bank Mandiri. “Itu kita mau coba program itu dan akan kita dorong juga program tersebut,” katanya.
“Bekerjasama dengan lembaga perbankan syariah, NU juga ada kerjasama. Artinya, kita semua terbuka. Di Bank Syariah Indonesia (BSI) kita juga ada kerjasama. Intinya, NU bekerjasama dengan semua pihak,” terangnya.
Artinya, sambungnya, NU tidak menutup satu pintu. “Artinya, kita kerjasama karena Bank Mandiri bukan murni bisnis tapi ada pengembangan masyarakat atau Coorporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,” jelasnya.
“Kita manfaatkan peluang kerjasama itu secara bermartabat. Itu kita dorong dari sisi, bahwa agar warga NU mandiri secara ekonomi. Secara jamiah bagaimana masing-masing lembaga perekonomian dari berbagai organisasi punya unit-unit usaha yang bisa menopang operasi dan itu yang kita coba lakukan,” ujarnya.
Tapi memang, sambungnya, NU ini adalah organisasi besar karakternya berbeda-beda dan otonom. “Artinya, hal ini yang harus kita konsolidasikan agar apa pun bentuknya, kita ingin mendorong organisasi NU ini baik yang ada di pusat dan wilayah serta cabang, bisa mandiri,” katanya.
“Mungkin salah satu contoh itu usaha di Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Dia punya bank, punya tempat penyewaan mobil dan bus serta mempunyai koperasi. Di sana mereka sudah bisa menghidupi organisasi. Kita mendorong agar usaha yang mereka lakukan tidak harus sama tapi punya kemandirian organisasi. Jamiahnya organisasinya mandiri dan jamaahnya juga bisa mandiri,” pungkasnya.
Ia sebagai pengurus di LPNU menekankan, bahwa berorganisasi di NU, spiritnya bagaimana mengembangkan perekonomian dan peluang usaha bagi jamaah dan jamiah. “Bukan untuk hidup dari organisasi NU tapi menghidupkan organisasi NU, sehingga kita membutuhkan komitmen dan konsistensi. Kami sendiri dari pengurus, bagaimana kita menjalankan program-program yang ada itu. Penyakit kita itu suka bikin program tapi bagaimana menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan program itu dan itu lah yang dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari pengurus NU sendiri dan juga dari elemen yang ada di NU,” tandasnya. (Murgap)