Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Ari Aryadi SH (tengah) dan lainnya di luar ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (28/08?2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang Tipikor pada awalnya perkara privat atau pribadi antara Ahli Waris antara Dewi Aryati melawan Emiliati Said dan Erwansyah, dengan terdakwa Staf Kepala Sub Bagian (Kasubag) Hukum Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun Panji Sugiarto, di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (28/08/2023).
Pada acara sidang hari ini, agendanya adalah pembacaan Nota Pembelaan atau Nota Pledoi oleh Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH dan rekan Ari Aryadi SH. Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH mengatakan, semestinya perkara kliennya ini perkara privat.
“Berawal perkara privat atau pribadi antara Ahli Waris antara Dewi Aryati melawan Emiliari Said dan Erwansyah. Perkara ini sengketa waris. Dewi Aryati itu istri keempat dari orang lain. Pada saat itu posisi Dewi Aryati sebagai pihak Pelapor di perkara Tindak Pidana Umum (Tipidum) di Mabes Polri. Dilapor di sana,” ujar Sumardhan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika-ditemui usai acara sidang ini.
“Kemudian, laporan Dewi Aryati itu tidak naik ke tingkat Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan seterusnya. Berhentilah karena memang itu kewenangan dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Kewenangan Bareskrim Mabes Polri mau naik apa tidak. Nah, berhenti perkaranya karena diajukan Pra Peradilan dua kali oleh Kuasa Hukum Emiliati Said dan Erwansyah. Makanya berhenti,” terang Sumardhan SH dari kantor Edan Law yang beralamat di Jalan Karya Timur, Wonosari II Nomor 1, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Belimbing, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim) ini.
Kemudian, sambungnya, berhentinya perkara tersebut diduga kliennya ikut andil atau ikut campur atau dianggap orang yang punya kekuasaan atau kewenangan yang bisa menghentikan laporan tersebut. “Padahal, klien saya ini hanya staf biasa. Paling bawah pangkatnya di Mabes Polri. Klien saya tidak punya kekuasaan dan kewenangan untuk menghentikan suatu perkara,” tegasnya.
“Apalagi, perkaranya itu di Bareskrim Mabes Polri bukan di Divisi Hukum. Itu tidak ada hubungannya,” paparnya.
Disebutkannya, kliennya sebagai Staf Kasubag di Mabes Polri. “Begitu diduga sebagai pelaku, klien saya sudah diperiksa di bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Sudah diperiksa ternyata tidak terbukti sebagai pelaku,” paparnya.
“Namun, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diambil alih perkara klien saya ini. Ketika masih di Mabes Polri, klien saya diduga menerima hadiah atau janji dari Emiliati Said dan Erwansyah,” katanya.
Tapi persoalannya, imbuhnya, Emiliati Said dan Erwansyah tidak pernah diperiksa. “Jabatan kedua orang ini sebagai Ahli Waris dari perusahaan lain. Mereka tidak pernah diperiksa oleh Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian maupun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU),” ungkapnya.
“Ini kan ada pemberi suap tapi orangnya tidak ada. Kemudian, penerima suap yang dipersoalkan. Tidak ada di BAP kepolisian dan tidak ada di surat dakwaan penyidik KPK,” katanya.
Menurutnya, kliennya terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto sidang sendiri saat ini. “Pemberi janji dan hadiah tidak ada. Tidak ada pemberi hadiah atau suap, baik yang ada di dalam BAP kepolisian dan penyidik KPK tidak pernah dihadirkan di muka persidangan,” tuturnya.
“Nah, dari mana kita kaji kebenaran, bahwa dia benar memberi suap? Nanti kalau dihadirkan di muka persidangan, katanya tidak pernah melakukan suap bagaimana? Surat dakwaan dari JPU ada kerugian negara. Tentu perkara ini tidak ada kerugian negara tapi ini urusan orang ke orang,” uraimya.
Dijelaskannya, Dewi Aryati melapor Emiliati Said dan Erwansyah ke Mabes Polri karena diduga membuat Kartu Keluarga (KK) palsu. “Kan itu persoalannya karena mereka bersengketa. Urusan mereka yang sedang bersengketa di sana. Kenapa Bambang Kayun Panji Sugiarto yang menjadi terdakwanya?” tanyanya heran.
“Klien saya terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto dituduh oleh KPK, bahwa dia itu diamggap seolah-olah pihak yang menghentikan perkara itu. Tidak karena Emiliati dan Erwansyah sudah dilapor bolak balik di sana tapi Pra Peradilan. Kalah dua kali di Pra Peradilan. Otomatis berhenti kan tapi tidak hanya berhenti sampai di situ,” ucapnya.
Oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri, sambungnya, tidak dihentikan perkaranya tetap juga naik. “Berkasus sampai 8 kali bolak balik ke Kejagung RI,” paparnya.
“Isi Nota Pledoi kami bukan karena keberatan tehadap tuntutan JPU dengan kurungan penjara selama 10 tahun untuk kliennya. Pertama, JPU dari KPK tidak mampu membuktikan ada kesalahan terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto karena pemberi suap atau hadiah tidak pernah dihadirkan di muka persidangan. Kedua, tidak juga ada di dalam BAP kepolisian. Dari mana mereka bisa membuktikan ada suap dan ada hadiah serta seterusnya?” tanyanya.
Soal permintaan pengembalian aset dari terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto dikembalikan kepada negara, imbuhnya, di surat dakwaan JPU itu ditulis sebagai uang pengganti. “Tapi dalam surat dakwaannya tidak dimasukan Pasal 18 yang berkaitan dengan ganti rugi. Di dalam surat dakwaannya JPU tidak ada,” terangnya.
“Kalau dari kacamata hukum konsekuensinya tidak adanya Pasal 18 pada surat dakwaan JPU, tidak boleh menuntut ganti rugi kepada klien saya. Karena tidak disebutkan dan tidak bunyi Pasal 18,” ujarnya.
Menurutnya, kalau tidak ada Pasal 18 di surat dakwaan JPU tidak boleh. “Saya rasa ada rekayasa dalam perkara klien saya ini. Kemudian, pada saat klien saya diperiksa di penyidik KPK, pasal yang dituduhkan itu adalah Pasal 12 A B dan Pasal 11 terkait dengan Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Kemudian, juncto (jo) Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Artinya, Pasal 55 KUHP, pelaku lebih dari satu orang. Ada penyuruh, pelaksana dan turut serta. Tapi di surat dakwaannya, Pasal 55 KUHP hilang hanya disebutkan Pasal 64 KUHP. Pasal 64 KUHP, perbuatan berlanjut yang dilakukan oleh satu orang. Kita jelas mengatakan, ada rekayasa karena itu fakta. Pasal 55 KUHP tapi jadi Pasal 64 KUHP. Karena Pasal 55 KUHP itu mengatakan, 3 perbuatan yakni penyuruh, pelaksana dan turut serta. Kalau Pasal 64 KUHP, dia sendiri tidak ada pelaku lain,” ungkapnya.
“Hakim dalam memutuskan suatu perkara itu harus melalui surat dakwaan,” katanya.
Ia mengharapkan dari fakta-fakta hukum banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh JPU. “Terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, saya harapkan bisa dibebaskan,” tandasnya.
Dengan adanya pembacaan Nota Pledoi dari Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto pada hari ini, JPU tidak mengajukan jawaban atau Replik atas Nota Pledoi dari Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto. Dengan demikian, Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH dan rekan juga tidak mengajukan tanggapan atau Duplik.
Agenda sidang selanjutnya, sidang akan dilanjutkan pada Senin (04/09/2023) dengan pembacaan putusan final majelis hakim terhadap perkara Tipikor ini. (Murgap)