Christophorus Harno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dengan Nomor: 60/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst dengan 3 terdakwa atas kasus dugaan Tipikor pada PT PGAS Solution untuk pembayaran pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 di ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Kamis (03/08/2023).
Adapun ketiga terdakwa dalam perkara Tipikor ini adalah Yoga Trihono ST MT selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution periode 2016 hingga 2019, Yuzat selaku Direktur Utama (Dirut) PT Taruna Aji Kharisma (PT TAK) dan Andrean selaku Dirut PT Adhidaya Nusaprima Tekhnindo (PT ANT). Pada sidang kali ini, dihadirkan 5 saksi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni mantan Dirut PT PGAS Solution Chaedar, mantan Direktur Keuangan PT PGAS Solution Taryaka, Darmoko selaku Kepala Divisi (Kadiv) Komersial PT PGAS Solution, Rahmat Zamzami, dan Safrudin selaku Project Manager PT PGAS Solution untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT TAK Yuzat, Christophorus Harno SH mengatakan, keterangan saksi Direktur Keuangan PT PGAS Solution Taryaka dengan jelas mengatakan, bahwa sungguh ia tidak bisa mengeluarkan berapa pun jumlah finansial yang harus dikeluarkan tanpa adanya persetujuan. “Saksi Taryaka sendiri pun mengatakan, persetujuan itu harus disetujui oleh Dirut PT PGAS Solution Chaedar dan saya tegaskan apakah itu harus ditandatangani oleh Dirut PT PGAS Solution Chaedar, jawaban saksi Taryaka, iya. Artinya, tanggungjawab dari keseluruhan pembayaran pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 adalah dari Dirut PT PGAS Solution Chaedar,” ujar Christophorus Harno SH dari Kantor Law Firm Samin Samiaji yang berlokasi di Kota Tangerang ini kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, tapi Dirut PT PGAS Solution Chaedar dalam perkara ini, duduk sebagai saksi bukan yang lain. “Ini sesuatu yang mengejutkan saya sebenarnya, itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, sambungnya, ketika ia bertanya kepada mantan Dirut PT PGAS Solution Chaedar, saksi Chaedar mengetahui, bahwa transaksi hukum yang ada itu adalah pembelian yang didasari oleh Purchase Order (PO) atau Pemesanan Barang yang dibeli. “Barang yang dibeli itu adalah dia mengetahui. Mengetahui bagaimana proses dan bagaimana situasi dan kondisi keuangan di PT PGAS Solution, sehingga saksi Chaedar menyandarkan lean on dari prestasi dari PT Sabang Geothermal Energy (PT SGE),” ungkapnya.
“Artinya begini, saksi Chaedar mengetahui, bahwa perjanjian antara PT TAK dan PT PGAS Solution itu ada jual beli, itu yang pertama. Kedua, jual beli untuk pembayarannya disandarkan kepada pembayaran yang akan dilakukan oleh PT SGE. Saksi Chaedar menyadari itu. Menyadari sepenuh hati,” katanya.
Artinya, imbuhnya, ketika PT SGE tidak bisa membayar, maka pembayarannya akan tersendat juga karena saksi Chaedar memberikan double tandatangan untuk sebuah cek yang dipakai untuk menjamin pembayaran. “Ceknya ditandatangani oleh Dirut PT PGAS Solution Chaedar dan PT TAK Yuzat. Klien saya terdakwa Yuzat jabatannya sebagai Direktur PT TAK,” paparnya.
Dijelaskannya, kronologis terdakwa Direktur PT TAK Yuzat bisa sampai sidang ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus karena PT PGAS Solution yang harus bertanggung jawab kepada proyek ini dan PT PGAS Solution berpendapat, bahwa segala sesuatu yang bertanggung jawab adalah terdakwa Yuzat dan Direktur-direktur yang diberi wewenang itu, maka saksi Chaedar melaporkan, bahwa perkara ini dianggap sebagai suatu hal yang ada dugaan Tipikor. “Padahal, saya melihat tidak ada perbuatan Tipikor dalam perkara klien saya ini,” ucapnya.
Ia menilai keterangan saksi di muka persidangan menjadikan perkara ini terang benderang. “Pihak yang bisa memberikan izin dan persetujuan adalah sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Direktur yakni menetapkan. Ketika Direktur menetapkan, artinya dia memutuskan sesuatu apakah proyek ini berjalan atau tidak berjalan (Go No Go). Ketika Direktur telah memutuskan sesuatu ini berjalan, maka dia harus bertanggung jawab atas semua akibat yang ada,” tegasnya.
“Tadi saya juga membacakam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Chaedar di muka persidangan, isinya menetapkan, bertanggung jawab, mengendalikan, mengendalikan dan mengendalikan, sehingga siapa lagi yang harus bertanggung jawab kalau bukan Dirut PT PGAS Solution Chaedar?” tanyanya.
Menurutnya, kalau wewenang itu diberikan kepada Direktur lain, tapi tanggung jawabnya tetap kepada Dirut PT PGAS Solution Chaedar. “Wewenang itu tidak bisa diberikan. Wewenang itu kan sebagai job description (deskripsi pekerjaan) saja. Hey Direktur bagian Pengadaan, maka tugasnya adalah mengadakan. Nanti laporkan kepada Dirut. Apakah nanti Dirut setuju atau tidak setuju, itu bagian kontrol Dirut. Ini bagian dari azas kehati-hatian atau azaz prudential. Dalam konteks menjaga azas kehati-hatian atau prudential, maka Dirut harus mengecek dulu, apakah benar barangnya ada atau tidak ada. Nah ini kok sungguh aneh, setiap kali ditanya, saksi Dirut PT PGAS Solution Chaedar jawabannya tidak tahu,” tandasnya.
Perlu diketahui, awal mula kasus ini bermula pada tahun 2018, tersangka Yuzat selaku Dirut PT TAK mengajukan proposal kemitraan untuk pekerjaan pemboran Integrated Project Management atau IPM Sumur Panas Bumi. Proposal itu ditujukan kepada terdakwa Yoga Trihono selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution.
Saat itu, disampaikan oleh Yuzat bahwa PT TAK memiliki Kontrak Kerja IPM No 104/SGE-TAK/IPM /XII/2017 tanggal 19 Desember 2017 antara PT SGE dan PT TAK senilai USD5.050.000, dan Rp3.465.000.000 lokasi kerja di Jaboi, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Selanjutnya, untuk melaksanakan kontrak tersebut, PT TAK membutuhkan modal untuk membayar vendor-vendor PT TAK, sebesar USD1.300.000 dan nantinya PT PGAS Solution akan diberi keuntungan/bagi hasil sebesar 14% dari nilai modal yang dikeluarkan.
Berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ternyata PT PGAS Solution tidak mempunyai basic core (inti dasar) untuk melakukan pembiayaan kepada PT TAK, akan tetapi PT TAK dapat mengajukan PO kepada PT PGAS Solution. Kemudian, PT PGAS Solution serta PT TAK bersepakat, bahwa PO tersebut nantinya akan dilaksanakan oleh terdakwa Andre selaku Direktur PT ANT yang telah terdaftar di dalam Procurement Integrated System (PIS) di PT PGAS Solution.
Selanjutnya, PT TAK dan PT PGAS Solution menyepakati yakni Pertama, Purchase Orfer No PO/0036/ TAK/IPM-SGE/II/18 tanggal 06 Februari 2018 untuk Penyediaan material/Peralatan pemboran sumur panas bumi (Geothermal) senilai Rp24.665.193.300,- (termasuk Pajak Penambahan Nilai atau PPN). Kedua, Purchase Order No PO/ 0067/TAK/IPM-SGE/V/18 tanggal 11 Mei 2018 untuk Rental peralatan Blow Out Preventer (BOP) senilai Rp9.878.400.000,- (tidak termasuk PPN).
Lalu, PT PGAS Solution menunjuk PT ANT yang tidak memiliki pengalaman dan kemampuan sebagai penyedia dalam pemboran panas bumi dengan cara mengeluarkan Pertama, Purchase Order No PO 001.PO/GT/ PGAS/III/2018 tanggal 15 Februari 2018 senilai Rp22.022.071.300,- tentang Penyediaan material dan peralatan pengeboran sumur panas bumi. Kedua, Perjanjian Kerjasama penyediaan peralatan Blow Out Preventer (BOP) Nomor 001.PR/GT2/PGAS/V/2018 tanggal 16 Mei 2018 senilai Rp9.702.000.000.
PT ANT tidak pernah menyediakan material dan peralatan pengeboran sumur panas bumi sesuai PO dan juga tidak melaksanakan Surat Perjanjian Kerjasama penyediaan peralatan Blow Out Preventer (BOP) dari PT PGAS Solution karena Penyediaan material/Peralatan pemboran sumur panas bumi (Geothermal) serta rental peralatan Blow Out Preventer (BOP) tersebut dilaksanakan sendiri oleh PT TAK. Sementara itu, untuk kelengkapan administrasi pencairan pembayaran kepada PT ANT, dibuat Berita Acara Inspeksi (BAI) dan Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang yang ditandatangani oleh Yoga Trihono selaku Direktur Teknik dan Pengembangan PT PGAS Solution, terdakwa Yuzat selaku Dirut PT TAK dan terdakwa Andre selaku Direktur PT ANT, seolah-olah telah terjadi serah terima barang dari PT PGAS Solution yang disediakan oleh PT ANT kepada PT TAK, sehingga atas dasar BAST tersebut PT PGAS Solution melakukan pembayaran kepada PT ANT yang selanjutnya, PT ANT menyerahkan uang pembayaran tersebut kepada PT TAK.
Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota (Kejati) DKI menjelaskan, dalam proyek pengadaan dan sewa alat pembuatan sumur geothermal tahun 2018 oleh PT PGAS Solution melanggar ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta peraturan pelaksanaannya antara lain Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, Keputusan Direksi PT PGAS Solution No 005100.S/LG.01/Dirut/2018 tanggal 12 Februari 2018 tentang Perubahan Prosedur Operasi Pengadaan Barang/Jasa Keproyekan.
Akibat perbuatan terdakwa Yoga Trihono, Yuzat dan Andre menyebabkan kerugian negara sebesar Rp23.846.313.000 sebagaimana Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Pasal yang disangkakan terhadap terdakwa Yoga Trihono, Yuzat dan Andre melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (Murgap)