Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk kesepuluh kalinya dengan Nomor Pokok Perkara 39 Tindak Pidana Khusus atau Tipidsus terkait perkara Ali Sofyan yang merupakan salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi pemilik tanah yang sebelumnya dikuasai oleh pihak PT Pertamina dan kejadiannya pada tahun 2016 hingga 2017 dengan terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (27/06/2023).
Pada sidang kali ini, agendanya adalah pembacaan Nota Pembelaan atau Nota Pledoi yang dibacakan oleh tim Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan majelis hakim. Kuasa Hukum terdakwa salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi, Ali Sofyan, Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi mengatakan, Nota Pembelaan terhadap terdakwa Ali Sofyan yang dibacakan oleh Tim Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan lebih kepada normatif.
“Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan, bahwa dakwaan JPU harus lengkap, cermat dan jelas. Ketiga hal tersebut tidak dipenuhi, sehingga harus batal demi hukum,” ujar Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, jaksa tidak melakukan Replik (Sanggahan) terhadap Nota Pledoi atau Nota Pembelaan tim Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. “Secara ilmu hukum itu membuktikan jaksa ragu tidak berani melawan isi Nota Pembelaan kami. Juga dari sisi tuntutan jaksa terhadap klien saya adalah hukuman penjara selama 2 tahun,” ungkap Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi dari Kantor Law Firm Eggi Sudjana and Partner yang berlokasi di Jakarta ini.
Menurutnya, tuntutan jaksa yakni hukuman penjara selama 2 tahun itu kepada kliennya tidak sebanding dengan nilai yang dilakukan. “Kalau jaksa yakin dengan tuntutannya mestinya hukumannya 5 tahun hukuman kurungan penjara atau 6 tahun hukuman kurungan penjara. Pokoknya sesuai dengan hukuman maksimal yang ditulis dalam KUHAP,” terangnya.
“Dengan JPU membuat tuntutan hukuman penjara selama 2 tahun, ada unsur kekurangan di dalam keyakinannya. Kemudian, jaksa tidak melakukan Replik,” paparnya.
Ia menilai dengan jaksa tidak mengajukan Replik artinya Anda dituduh tidak benar, terus Anda tidak berani melawan saya. “Menyerah artinya. Harusnya kita sudah menang. Harusnya dengan begini, hakim harus menangkan kita,” ungkapnya.
“Nah, problem seriusnya karena hakim juga pernah kita usulkan diganti dan ternyata hakim tidak diganti, saya masih ingatkan lah supaya hakim berlaku adil, jujur dan benar, dan profesional. Ini namanya Peraturan dan Kode Etik Hakim,” tegasnya.
Diduga nanti pada pembacaan putusan hakim yang akan dibacakan pada Selasa (04/07/2023), sambungnya, kalau hakim tetap memutuskan bersalah kepada kliennya, berarti hakim diduga cacat moral. “Dengan diduga cacat moral, maka hakim memberikan putusan yang keliru menjadi disebut cacat hukum karena antara hukum dan moral itu menyatu. Moral itu yang mempengaruhi hukum,” katanya.
Ia mengharapkan agar hakim berlakulah adil, jujur dan profesional. “Anda menilai, dan nilai lah semua tidak benar pada jaksa. Tuduhan tidak benar, tidak cermat, dan tidak jelas, harusnya dibatalkan. Kalau tidak dibatalkan, diduga disuap dan diduga mendapatkan sesuatu kepada hakim. Kalau jaksa pasti tidak ada benarnya, orang tidak bersalah klien saya malah dituntut, gimana sih,” tuturnya.
Dikatakannya, kalau jaksa tidak mengajukan Replik, maka hakim dalam pertimbangannya harus menerima isi Nota Pledoi dari tim Kuasa Hukum terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. “Jadi aneh kalau hakim tidak menerima isi Nota Pledoi kami. Karena kan isi Nota Pledoi kami tidak dibantah oleh jaksa. Itu analogi hukumnya seperti itu karena kan Nota Pledoi saya tidak dibantah oleh jaksa,” terangnya.
“Hakim tidak bisa membantah isi Nota Pledoi kami. Kenapa? Karena awalnya bantahannya lewat jaksa. Nah, karena jaksa tidak membantah isi Nota Pledoi kami, hakim mau menilai apa? Jadi harus dinilai dari Nota Pledoi saya dong. Itu ilmu hukum teori Keseimbangan,” jelasnya.
Oleh karena itu, imbuhnya, hakim tidak lagi harus berpihak kepada jaksa tapi berpihak kepada keseimbangan kebenaran bukan kepada Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi tapi ia sebagai Advokat ingin menunjukan kebenaran, kejujuran dan keadilannya yang harus diterima oleh terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. “Pada saat tuntutan jaksa pada Kamis pekan lalu, saya tidak datang. Tapi saya tahulah pasti jaksa memberikan tuntutan. Karena sebelum itu, saya sudah bilang, jaksa pasti menuntut. Kalau jaksa menuntut, pasti jaksa memakai pasal halusinasi. Sudah saya bantah betul tapi jaksa buat juga tuntutan terhadap klien saya terdakwa Ali Sofyan. Tapi jaksa hanya menjalankan tugasnya saja dan ilmunya gak ada. Pasti kalau pakai ilmu hukum dipakai dan tidak pakai kekuasaan, saya menang. Saya optimis banget 100% ” ucapnya.
“Tergantung moralnya hakim. Putusan hakim saya harapkan Onslaagh yakni Bebas dari segala tuntutan hukum kepada klien saya terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan,” tandasnya. (Murgap)