Kuasa Hukum terdakwa mantan Wakabareskrim Mabes Polri Drs Johny M Samosir, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Purnawirawan (Purn) Drs M Zulkarnain MM MH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya yang lain usai konferensi pers di luar ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (10/04/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Umum (Tipidum) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang perkara yang menjerat mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Wakabareskrim Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Purnawirawan (Purn) Johny M Samosir selaku terdakwa dalam perkara perjanjian antara PT Konawe Putra Propertindo (KPP) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) pada tanggal 28 Maret 2018, atas perjanjian aquo, para pihak tidak menaati perjanjian, sehingga objek tanah yang diperjualbelikan jadi sengketa di ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran. Senin siang (10/04/2023).
Dalam sidang hari ini, agendanya dihadirkan 2 (dua) saksi yakni Kepala Desa (Kades) dari dua desa yang berbeda di daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum terdakwa Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Purnawirawan (Purn) Johny M Samosir, Brigjen Pol (Purn) Drs M Zulkarnain MM MH mengatakan, keterangan kedua saksi Kafes berimbang dan ada keterangan saksi yang meringankan untuk kliennya.
“Hal yang meringankan itu terkait dengan transaksi jual beli tanah. Kalau dengan PT KPP tidak ada masalah,” ujar Brigjen Pol (Purn) Drs M Zulkarnain MM MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, berarti dalam transaksi jual beli tanah tersebut masih ada yang bermasalah. “Karena masih ada hal-hal yang tidak lengkap. Kades tidak menjelaskan secara rinci tentang jual beli tanah itu. Tentu jual beli tanah dengan Direktur Utama (Dirut) PT KPP yang lama Huang Zuochao bukan dengan Dirut PT KPP yang baru,” katanya.
“Pertanyaan saya begini, masa Kades tidak tahu dan tidak tercatat di buku tanah. Makanya, tadi saya tanya kepada saksi Kades, tidak mencatat di buku tanah. Bagaimana bisa?” tanyanya.
Dijelaskannya, yang namanya girik, belum sampai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Kalau sudah sampai ke BPN, BPN urusannya mengeluarkan sertifikat tanah,” ungkapnya.
“Kalau yang namanya girik, Surat Keterangan Tanah (SKT) dan warkah tanah itu Kades yang tahu dan itu dicatat di buku tanah Kades. Tidak bisa tidak dicatat,” terangnya.
Menurutnya, kalau belum ada warkah berarti tanah itu kepemilikannya belum beralih. “Kok saksi Kades dalam keterangannya jawabannya serba tidak tahu. Sebagai Kades yang baru saja menjabat harus mengecek itu. Karena kedua saksi Kades ini juga masih menjabat hingga kini,” tuturnya.
“Masa bisa Kades ini tidak punya buku catatan tentang tanah. Artinya, sebagai Kades yarig baru harus mengecek dan meneliti apakah ada di buku catatan tanah terkait peralihan tanah tersebut? Tidak ada. Kalau belum ada berarti belum beralih,” tandasnya.
Perlu diketahui, terdakwa Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir ditahan penyidik sebagai Direktur PT KPP setelah dikhawatirkan akan melarikan diri. PT KPP merupakan perusahaan pembangun dan perintis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Konawe di Kabupaten Konawe, Provinsi Sultra sejak 2013.
PT KPP diundang oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe untuk berinvestasi dalam pembangunan kawasan Industri di atas lahan seluas 5.500 Hektare (Ha). Perizinan dan rekomendasi telah dimiliki oleh kliennya dalam mengelola kawasan industri Konawe dan telah berhasil membebaskan lahan sekitar 730 Ha.
Termasuk membangun infrastruktur, seperti membangun jalan sepanjang 32 Kilometer (Km) persegi, pelabuhan, dan lain-lainnya untuk bisa menjadi kawasan industri dalam waktu 8 (delapan) bulan sejak berinvestasi. Bahwa dalam perkembangannya, perjanjian kontrak kerja antara pihak kliennya dan pihak PT VDNI terindikasi adanya konspirasi dalam tindak kejahatan yang dilakukan oleh Direktur Perusahaan PT KPP yang terdahulu yaitu Huang Zuochao.
Huang Zuochao telah diberhentikan dari kedudukannya sebagai Dirut berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 27 Agustus 2018. Pemberhentian itu tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT KPP Nomor 2 pada 3 September 2018 yang dibuat di hadapan Musa Muamarta, Notaris di Jakarta.
Selanjutnya, terjadi perubahan Dirut, yang telah diberitahukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (KemenkumHAM) RI sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta telah diterima oleh KemenkumHAM RI. Lalu tetdakwa Johny M Samosir memerintahkan Wakil Direktur (Wadir) atas nama Eddy Wijaya untuk membuat Laporan Polisi (LP) di Polda Sultra.
LP tersebut sebagaimana teregistrasi dalam LP Nomor: LP/281/VI/2019/SPKT Polda Sultra tertanggal 20 Juni 2019. LP itu disampaikan PT KPP karena terjadinya Tindak Pidana Penggelapan dalam jabatan atau penggelapan hak atas tanah dalam Perseroan Terbatas (PT). Diduga pula, terjadi Tindak Pidana di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Diduga juga ada keterlibatan pihak-pihak lain. Karena dari hasil pengumpulan alat bukti, petunjuk, saksi-saksi diketahui telah terjadi penggelapan atas aset-aset dan uang PT KPP oleh tersangka Huang Zuochao dan Wang Bao Guang.(Murgap)