Ir Manahan Sitorus
Jakarta, Madina Line.Com – PT Synerga Tata International menggelar Rapat Pembahasan Proposal Rencana Perdamaian ke-3 (tiga) dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa siang (09/11/2021).
Pada sidang PKPU PT Synerga Tata International ini tampak hadir pihak kreditur. Kreditur PT Synerga Tata International Ir Manahan Sitorus mengaku merasa kecewa karena pihak debitur akan membayar hutang kreditur hingga 11 tahun mendatang.
“Sebenarnya ada peningkatan dari kemarin ya. Dari waktu saja, mereka (debitur) sudah menyadari punya hutang kepada kreditur. Walaupun mereka menyadari tidak sesuai dengan kontrak, tapi mereka ada pengurangan pembayaran hutang kepada pihak debitur,” ujar Ir Manahan Sitorus kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, masalahnya pihak debitur menjanjikan membayar hutang kreditur selama 11 tahun. “Itu waktu yang sangat lama kan? Terus kemudian, PT Synerga Tata International ini adalah anak perusahaan PT Surveyor Indonesia (SI), sebenarnya punya uang. Apa sih masalahnya supaya mereka bisa memberikan pembayaran hutang kepada kreditur supaya tidak terlalu lama membayar hutang kreditur,” tegasnya.
“Contohnya, pembangunan Kereta Api (KA) cepat Jakarta-Bandung, ketika Pemerintah Indonesia minta uang untuk pembuatan proyek KA cepat Jakarta-Bandung langsung cair dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” katanya.
Ia mengajak PT Synerga Tata International bertanggungjawab untuk membayar hutang para kreditur. “Pasalnya, PT SI inilah induk dari PT Synerga Tata International. Jadi harus bertanggungjawab,” serunya.
“Jangan sampai keputusannya pailit. Kita minta putusan finalnya damai sajalah. Karena 11 tahun itu bukan waktu yang cepat ya tapi sangat lama ya. Kita mendesak agar hutang kita dibayarkan oleh PT Synerga Tata International paling cepat 1 tahun,” imbaunya.
Menurutnya, PT Synerga Tata International menggunakan uang masyarakat dipakai untuk dana operasional mereka tapi tidak memberikan hak-hak kepada kreditur. “Kita sekarang voting waktu saja, jangan voting pailit. Mereka sudah menjanjikan akan membayar selama 11 tahun. Tuntutan saya agar hutang saya bisa dibayarkan dalam kurun waktu setahun. Total nilai tuntutan hutang saya yang harus dibayarkan oleh pihak PT Synerga Tata International adalah Rp2,7 miliar,” terangnya.
Dijelaskannya, sesuai dengan kontrak harusnya nilai tuntutan hutang kepada pihaknya Rp3,4 miliar. “Sisanya Rp2,7 miliar hutang kami yang belum dibayarkan oleh pihak PT Synerga Tata International,” jelasnya.
“Jadi nilai pokoknya saja diambil oleh PT Synerga Tata International. Sebenarnya, kita kecewa. Tapi kita harus bisa menerima. Mereka menghitung nilai hutang kita nilai pokoknya saja,” katanya.
Ditambahkannya, di dalam kasus perkara ini ada kekecewaan kreditur kepada pihak PT Synerga Tata International yang sudah nyata terjadi. “Karena pertama, adanya pembohongan publik. Dikatakan perusahaan ini akan ditutup pada tahun 2019 tapi tidak tutup malah PT SI sebagai induk pinjamkan uang Rp11,5 miliar, sehingga ada beberapa karyawannya yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, adanya rekayasa laporan keuangan tahun 2018, mestinya untung tapi direkayasa jadi rugi dan ketiga, adanya dugaan ingin memerkaya diri sendiri terhadap pucuk pimpinan PT Synerga Tata International dan pimpinan PT SI sebagai induk. Akibat ketiga hal itu timbulah tidak adanya kewajiban pembayaran hutang kepada kreditur ataupun tidak bisanya dibayarkan hutang kepada kreditur oleh PT Synerga Tata International,” terangnya.
Akibat kebohongan publik itu, sambungnya, sebanyak 30 (tiga puluh) karyawan dihentikan secara sepihak oleh pihak perusahaan. “Nah itu kan menimbulkan biaya uang pesangon sangat besar. Satu lagi dalam laporan keuangan itu, PT Synerga Tata International ada menyembunyikan atau tidak menunjukan beberapa laporan piutang. Laporan piutang itu tidak dilaporkan kepada pihak kreditur, malah disembunyikan ” ungkapnya.
Apalagi, imbuhnya, ada beberapa kreditur itu piutangnya tidak besar. “Tapi perusahaan ini bilang piutangnya sudah dimasukan ke laporan keuangan. Jadi laporan keuangan itu yang penuh rekayasa yang dibuat oleh perusahaan,” katanya.
“Hal yang janggal itu dibilang posisi perusahaan ini mau pailit, disengajakan untuk pailit. Piutang saya hanya Rp2.
743 juta tapi akan dibayarkan Rp2,7 miliar. Selisih Rp500 juta ke mana? Masalahnya, adanya pembohongan publik dengan merekayasa laporan keuangan dan tidak bisa membayar kepada pihak kreditur,” urainya.
Menurutnya, kreditur yang memodali dari awal PT Synerga Tata International untuk menjadi modal pendapatan. “Ibaratnya, ada restoran Padang, sudah kita modali untuk beli beras, beli daging dan macam-macam. Setelah jadi nasi Padang plus lauk pauknya jadi nasi Padang habis terjual kepada pembeli, hasil pendapatannya tidak dibagi kepada pihak yang memodali membeli bahan-bahan nasi Padang itu. Kan gak fair (adil) kayak begitu. Tapi ini lah yang terjadi di PT Synerga Tata International,” jelasnya.
Dikatakannya, jadi uang yang masuk dari rekanan ke PT Synerga Tata Intrrnational dan PT SI karena Kredit Service Obligation (KSO) tidak dibayarkan kepada pemodal atau kreditur. “Malah, tunda kepada pihak kreditur dengan termin atau waktu pengembalian hutang selama 27 tahun ataupun ada yang sampai 11 tahun. Itu tidak fair,” tegurnya.
“Mestinya, ketika ada uang masuk dari rekanan, PT Synerga Tata International harus cepat membayar hutangnya kepada kreditur. Tapi karena adanya pemberhentian karyawan PT Synerga Tata International, makanya uang rekanan itu dipakai untuk membayar uang pesangon karyawan di-PHK,” katanya.
Dana-dana yang didapat perusahaan dari proyek-proyek rekanan, imbuhnya, tidak dibayarkan kepada pihak kreditur. “Karyawan yang belum selesai masa kerjanya tapi sudah di-PHK oleh perusahaan, maka perusahaan harus membayar uang pesangon karyawan. Akhirnya, pembayaran uang pesangon itu pun dalam laporan keuangannya penuh rekayasa juga,” terangnya.
“Karena uang yang keluar untuk membayar uang pesangon karyawan di-PHK adalah Rp8 miliar. Padahal, sekitar Rp3 miliar yang dibayarkan untuk karyawan terkena PHK,” tuturnya.
Dikatakannya, ada pembohongan publik pada laporan keuangan yang diduga dimark-up (dimanipulasi), sehingga tidak ada sisa uang perusahaan untuk membayar pihak kreditur. “Contohnya, PT Synerga Tata International Rp2,8 miliar tapi dicatatnya di laporan keuangan Rp3,3 miliar. Itu dari segi mark-upnya sangat tinggi. Hutang kreditur Rp2 miliar pun dibilang Rp8 miliar. Disitulah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan ini,” pungkasnya.
Menurutnya, audit laporan keuangan juga bisa dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah Republik Indonesia (BPKP RI) atau auditor internal ataupun auditor independen. “Biar perkara ini fair, agar hutang kreditur dibayarkan, maka harus diteliti uang yang masuk ke perusahaan digunakan untuk apa? Termasuk uang piutang itu dimanfaatkan untuk apa? Coba bayangkan, PT Synerga Tata International mengeluarkan uang Rp15,5 miliar tapi didapat hanya Rp300 juta saja. Di mana logika bisnisnya? Jadi logikanya perusahaan ini dapatnya Rp300 juta tapi cost (biaya) yang dikeluarkan mencapai Rp15,5 miliar. Misalnya, porsi jualan hari ini Rp3 juta, tapi modalnya Rp300 juta,” paparnya.
Ia mengharapkan ada audit terhadap laporan keuangan perusahaan ini. “Ada auditor independen. Pada prinsipnya harus lebih besar pendapatan dari biaya yang dikeluarkan. Tapi dalam perkara ini lebih besar biayanya daripada pendapatan. Karena pendapatan dikurangi biaya adalah untung. Kalau lebih besar biaya adalah rugi,” terangnya.
Laporan keuangan yang harus diaudit oleh auditor independen terhadap laporan keuangan PT Synerga Tata International sejak 2019 hingga 2020. “Laporan keuangan perusahaan ini merugi pada tahun 2019 hingga 2020. Namun, untung sejak tahun 2016 hingga 2018. Jadi saya duga ada permainan kotor dalam laporan keuangan perusahaan ini. Modal Rp15,5 miliar tapi pendapatan perusahaan ini hanya Rp300 juta,” ujarnya.
Ia menilai, pada perkara pembayaran hutang kepada kreditur ada indikasi dan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PT Synerga Tata International. “Ada hal yang janggal PT Surveyor Indonesia sebagai Induk meminjam dana sebesar Rp15,5 miliar tahun 2019 sampai 2020 hanya mendapatkan pendapatan Rp3_3 miliar. Artinya Rugi Rp12,2 miliar ke mana itu duit Kita sudah laporkan ke kantor polisi. Biar saja polisi yang bekerja selanjutnya. Bila perlu nanti Direktur Keuangan PT Synerga Tata International dipanggil dan semua direksinya juga dipangggil oleh polisi untuk diperiksa laporan keuangannya,” ungkapnya.
“Agenda sidang selanjutnya, pada Selasa depan,” tandasnya. (Murgap)