Mintarno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan perkara Tipikor kasus pengadaan 16 (enam belas) mesin genset fiktif antara PT Dan Pratama Indonesia (DPI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia) Cabang Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dengan total nilai kerugian uang negara mencapai Rp32 miliar dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika, di ruang Oemar Seno Adji 2, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu siang (27/10/2021).
Pada sidang kali ini, dihadirkan saksi yang merupakan terdakwa Dirut PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan dan kesaksian di hadapan majelis hakim PN Jakpus. Terdakwa Dirut PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika mengaku kecewa sekali, ketika melaporkan perkara Tipikor ini kepada pihak kepolisian, tidak memakai namanya, melainkan menggunakan nama orang lain tapi dari PT Nafaza Insan Creas, malah dirinya jadi terdakwa pada kasus perkara Tipikor ini.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika, Mintarno SH menjelaskan, intinya kliennya (Dirut PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika) kecewa sekali dengan sikap penyidik pembantu Polda Metro Jaya (PMJ) bagian Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus). “Kenapa? Terdakwa Mira Sartika ini pemberi informasi terkait adanya perkara Tipikor ini, malah menjadi terdakwa. Kalau tidak ada informasi dari Mira Sartika, mereka ini (pihak tersangka lainnya yang sudah ikut dalam pidana ini) namanya sudah diputus di PN dan di Mahkamah Agung (MA), jelaslah bahwa mereka itu sudah menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST) Barang dan Berita Acara Uji Teknis (BAUT). Jadi dalam hukum tindak pidana, administrasinya lengkap mereka semua. Kalau bukan dari Mira Sartika selaku pemberi informasi perkara Tipikor ini, Tipikor ini tidak akan bisa disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus,” ujar Mintarno SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kenapa, sambungnya, karena surat menyurat mereka rapih dan tertib. “Karena dengan adanya informasi dari Mira Sartika ini lah perkara Tipikor ini bisa disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus. Seperti berkas-berkas dan surat-surat serta semua dokumen-dokumen, terkuak semuanya. BAUT dan BAST Barang, mereka lengkap semuanya,” ungkapnya.
“Bagaimana kalau berkas-berkas semuanya sudah lengkap lalu dikatakan tidak ada Tipikor? Karena dari Mira Sartika sendiri yang langsung melihat dan mengalami, menjelaskan dan menyampaikan, bahwa pengadaan 16 mesin genset itu tidak ada bentuk fisiknya. Nah, karena informasi dari Mira Sartika itu lah baru ketahuan adanya Tipikor dalam perkara pengadaan 16 mesin genset ini,” terangnya.
Dikatakannya, sesuai Peraturan Presiden (Perpres), beberapa waktu lalu, diterbitkan, bahwa bagi pihak yang sudah melaporkan adanya Tipikor, mendapatkan hadiah uang tunai senilai Rp200 juta. “Sekarang, malah tidak mendapatkan apa-apa, malah apes seperti yang dialami oleh Mira Sartika di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus ini,” ungkapnya.
“Bahwa pembantu penyidik Ditkrimsus PMJ itu melaksanakan Undang-Undang (UU) Tipikor, seharusnya pihak PMJ fair (adil) dong. Karena mereka mendapatkan informasinya dari Mira Sartika. Pertanyaannya, kenapa tidak ditindaklanjuti informasi dari Mira Sartika? Kenapa harus dibuatkan Laporan Polisi (LP) tersendiri untuk Mira Sartika?” tanyanya.
Dikatakannya, semuanya itu langsung dilakukan oleh Kepala Unit (Kanit) Penyidik Ditkrimsus PMJ bernama Sutowo. “Jadi aneh. Mereka dapat informasinya dari mana? Kalau bukan dapat informasinya dari Mira Sartika. Akibat seperti ini, dampaknya untuk masyarakat Indonesia yang peduli terhadap pemberantasan Tipikor, dampaknya akan acuh tak acuh. Karena nanti takut malah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” urainya.
Ia mengimbau para penegak hukum harusnya semangatnya semangat menegakan hukum seadil-adilnya dan semangat untuk memberantas Tipikor. “Namanya memberantas Tipikor, harusnya penegak hukum tetap pada perannya masing-masing dalam andil memberantas Tipikor,” ajaknya.
Menurutnya, Mira Sartika ada dugaan dikriminalisasi secara hukum atas perkara Tipikor ini. “Klien saya ini dilaporkan di Polisi Resor (Polres) Bogor, Jawa Barat (Jabar). Kemudian, dilaporkan ke PMJ. Dengan putusan 2 (dua) tahun hukuman penjara lalu terdakwa ajukan banding, kemudian diputus Onslaagh (bebas tanpa syarat apa pun). Kemudian, dilaporkan kembali, lalu bersidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus. Ini benar-benar sudah dikriminalisasikan Mira Sartika. Bayangkan, seorang ibu yang benar-benar berjuang dan melaporkan perkara Tipikor ini untuk memberantas Tipikor, malah diperlakukan seperti ini,” sesalnya.
“Ini tidak adil,” tegasnya berapi-api.
Harusnya, imbuhnya, hukum itu adil ditegakan, tapi kliennya kecewa dengan tindakan ini. “Tapi klien kami sudah berkomitmen apa yang dia beberkan di muka persidangan ini akan berdampak dan dampaknya akan sangat luas sekali dan klien kami sudah siap apa pun konsekuensi logis hukumnya,” paparnya.
“Ada dugaan klien saya ini dikambinghitamkan secara hukum. Sudah pasti. Kita mengacu pada hasil audit internal PT Telkom Indonesia, dan mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) PT Telkom Indonesia, ada sekitar 14 (empat belas) atau 15 (lima belas) orang dari PT Telkom Indonesia, dan dari laporan PT Infomedia by (dengan) data ya, itu terbukti dari pihak PT Telkom Indonesia dan PT Infomedia, ada pihak yang menerima uang sesuai di BAP PT Telkom Indonesia dan PT Infomedia,” katanya.
Tapi, sambungnya, kenapa tidak ada pihak yang menjadi tersangka? “Pihak yang menjadi tersangka cuma 1 (satu) orang dari PT Infomedia, Dirut PT Infomedia namanya Bona L Parapat. Kedua, pihak dari PT Telkom Indonesia yakni Yongki Sukmana. Ketiga, dari pihak swasta, Dirut PT DPI Gunawan Wibisana dan dari orangnya Dirut PT DPI Gunawan Wibisana yakni Yusuf Komara. Tetapi yang lain, tidak menjadi tersangka ataupun terdakwa. Padahal, dari hasil audit internal PT Telkom Indonesia dan PT Infomedia ada 14 atau 15 orang yang terlibat. Ini ada apa?” paparnya.
Dijelaskannya, semua menerima uang dan menerima uang dari Dirut PT DPI Gunawan Wibisana. “Jadi ada apa ini? Kalau Tipikor itu seharusnya tidak memandang siapa pun. Jadi jelas batasannya. Hal-hal yang terkait Tipikor harus diberantas. Mau itu perusahaan pelat merah, pelat biru, pelat kuning ataupun itu kalau ada Tipikor, harusnya turut diberantas. Di mata hukum, kedudukannya sama. Baik itu melibatkan pihak pemerintah Republik Indonesia (RI), swasta, ataupun perorangan,” jelasnya.
Ia mengharapkan keadilan ada dalam persidangan ini. “Saya yakin dan percaya, saya sebagai advokat, saya yakin keadilan itu ada. Karena keadilan itu akan terungkap walaupun datangnya terlambat. Saya yakin akan hal itu,” katanya.
Agenda sidang selanjutnya, sambungnya, akan dilanjutkan pada Selasa depan. “Selasa depan dilanjutkan kembali sidangnya,” tandasnya. (Murgap)