Abdul Muin
Jakarta, Madina Line.Com – Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Jakarta Utara (KPUD Jakut) Abdul Muin mengatakan, Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 Putaran Kedua Tingkat Provinsi di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat (Jakpus), Sabtu malam (29/04/2017) digelar dalam rangka menjalankan dinamika pleno, ketika tidak ada kejelasan, maka butuh penjelasan.
“Artinya, terkait dengan adanya temuan di lapangan, membutuhkan penjelasan, bagaimana sih dan sebenarnya apa sih yang terjadi? Jadi kalau di KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota pada prinsipnya ingin menjelaskan duduk perkaranya, supaya tidak ada kesalahpahaman. Kalau memang Pemilihan Kepala Daerah Daerah Khusus Ibukota (Pilkada DKI) Jakarta putaran ke-2 (dua) 19 April 2017 dilakukan benar atau tidak benar, mari di acara ini kita jelaskan,” ujarnya kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara ini di Hotel Aryaduta, Sabtu malam (29/04/2017).
Dikatakannya, mekanisme sesuai dinamika yang terjadi di lapangan seperti apa, faktanya bagaimana, maka dijelaskan pada rapat pleno ini agar tidak ada dusta di antara KPUD dan saksi-saksi kedua pasangan calon gubernur (Paslongub) DKI Jakarta dengan nomor urut 2, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Yusuf serta Paslongub DKI Jakarta dengan nomor urut 3 (tiga) Anies Baswedan dan Sandiaga S Uno. “Menurut saya, acara ini benar-benar sudah terbuka, seperti KPUD Jakut saja, ketika mendistribusikan lembar formulir C-6, kita bersurat kepada kedua tim sukses (timses) Paslongub DKI Jakarta untuk bagaimana KPPS didampingi dalam mendistribusikan C-6 yang dianggap menurut isi surat undangan dan harus didampingi oleh Paslongub nomor urut 2 dan 3 serta Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS),” paparnya.
“Harapan saya dari acara ini kondisi tetap kondusif dan KPU pada prinsipnya tidak ada melakukan kecurangan dalam penghitungan suara,” ungkapnya.
Dijelaskannya, penghitungan suara sah dan ideal itu penilaian dari masyarakat DKI Jakarta. “Kalau di DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta terpilih sah harus meraih suara 50+1 (lima puluh plus satu). Kalau memang untuk mencari penghitungan ideal atau tidak, KPU tidak berpikiran ke sana karena kita menyerahkan kepada masyarakat yang menggunakan hak pilihnya,” paparnya.
“KPU pada prinsipnya, pertama, menjaga marwah, bahwa ingin memfasilitasi seluruh komisi untuk mendapatkan dan menggunakan hak pilihnya. Jadi KPU pada prinsipnya tidak ingin menghilangkan hak suara dan kedua, KPU ingin transparan,” katanya.
Menurutnya, laporan terkait apapun itu termasuk formulir C-6, KPU transparan dalam pelaporannya dan KPU bekerjasama juga dengan masing-masing timses Paslongub nomor urut 2 dan 3, dengan Panwaslu baik itu pra maupun pasca selalu duduk bersama membahas hal-hal masalah serta soal memilih itu persoalan masyarakat bukan persoalan KPU dan Panwaslu. “KPU hanya memfasilitasi proses demokrasi di DKI Jakarta agar lebih transparan, akuntabel dan lebih terbuka, sehingga tidak ada dusta di antara KPU dan kedua timses Paslongub DKI Jakarta. Berikutnya, untuk membangun trust (kepercayaan) antara KPU dan masyarakat pemilih DKI Jakarta, benar-benar amanah,” tandasnya. (Murgap)