Dra Hj Hardiyah Salahuddin MSi
Jakarta, Madina Line.Com – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (Ketum DPP) Pengajian Al-Hidayah Dra Hj Hardiyah Salahuddin MSi mengatakan, acara Pengajian Al-Hidayah yang dilanjutkan dengan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pertama Pengajian Al-Hidayah 2017 yang digelar di Hotel Millenium, Jakarta Pusat (Jakpus), selama 3 (tiga) hari sejak Jum’at pagi (21/04/2017) hingga Minggu siang (23/04/2017) tidak ada kaitannya dengan hasil penghitungan cepat atau quick count sementara Pemilihan Kepala Daerah Daerah Khusus Ibukota (Pilkada DKI) Jakarta putaran ke-2 (dua) 19 April 2017 dari lembaga-lembaga survey.
“Pengajian Al-Hidayah ini adalah organisasi masyarakat (ormas) berpayung hukum untuk melindungi ormas kami dan menaungi kami bukan dari Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) tapi UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013,” ujar Hj Hardiyah kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara Pengajian Al-Hidayah yang dilanjutkan dengan Rakernas pertama Pengajian Al-Hidayah 2017 ini di Hotel Millenium, Jakpus, Jum’at siang (21/04/2017).
Dikatakannya, Pengajian Al-Hidayah adalah komunitas muslimah. “Pada hari ini, kami juga menggelar Rakernas Pengajian Al-Hidayah pertama 2017 lanjutan dari Muktamar Pengajian Al-Hidayah setahun yang lalu,” paparnya.
“Rakernas Pengajian Al-Hidayah yang digelar pada hari ini bertujuan untuk merumuskan program-program menyamakan visi dan persepsi guna menyatukan gerak langkah untuk kegiatan ke depan,” katanya.
Dijelaskannya, oleh karena sekarang ini fenomena penyalahgunaan narkotika yang marak digunakan oleh anak dan remaja perempuan dan kekerasan tindakan seksualitas terhadap anak dan perempuan, perdagangan wanita dan pelecehan seks terhadap kaum perempuan, maka Pengajian Al-Hidayah banyak mengambil tema tersebut dan bekerjasama dengan pihak terkait. “Acara ini dibuka secara resmi oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PP dan PA) Yohanna Yembise dan juga kami sudah berbicara dengan Inspektur Jenderal Polisi (Irjend Pol) Alius Murdhani wakil dari Kepala Badan Narkotika Nasional (Ka BNN) Budi Waseso (Buwas). Kemudian, kami juga sudah berbicara dengan Ketua Komisi X DPR RI Cek Popon tentang Kebijakan dan Penyampaian Program Pemerintah Indonesia di bidang Pendidikan,” terangnya.
Dikatakannya, Pengajian Al-Hidayah tidak hanya sekadar mengaji saja. “Namanya saja Pengajian Al-Hidayah tetapi kami memunyai Departemen Ekonomi dan memiliki Koperasi berbadan hukum, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Lembaga Konsultasi Keluarga Sakinah, Departemen Lingkungan Hidup dan Lembaga Dakwah dan Kesehatan, sehingga sampai dengan hari Minggu (23/04/2017) ada beberapa materi yang dipaparkan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM), dan juga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membahas fungsi ormas di masyarakat,” tuturnya.
“Kami juga mengundang Ketua Komisi II DPR RI untuk membahas bagaimana status perempuan dalam bidang politik, bagaimana dengan komposisi 30% keterwakilan dalam kepengurusan partai politik (parpol) dan 30% dalam lingkungan masyarakat untuk mewakili kepentingan politik perempuan,” jelasnya.
Artinya, sambungnya, Pengajian Al-Hidayah bukan komunitas perempuan yang kerjaannya hanya mengaji Al-Qur’an dan hanya bergerak di bidang dakwah Agama Islam tetapi berbicara tentang Hablumin Allah (hubungan baik manusia dengan Allah SWT) dan Habluminanas (hubungan baik sesama manusia). “Kami juga menginginkan ibu-ibu yang tergabung di Pengajian Al-Hidayah mantap dan bijaksana dan punya peran berguna bagi seluruh umat manusia. Makanya, kami merancang program menjawab fenomena sekarang, kami setiap warga negara Indonesia (WNI) ingin berperan,” tukasnya.
“Apalagi, hari ini kaitannya dengan peringatan Hari Kartini. Semangat Kartini ini sangat menginspirasi kami dan kami tadi pagi sudah berdiskusi, bagaimana Kartini ini kita angkat dan turunkan dalam Pengajian Al-Hidayah, tentu kita bicara semua program ini berspektif kepada Agama Islam dan syiar Islam,” paparnya.
Ia mengatakan, sosok Kartini saat ini dan sosok RA Kartini tidak bisa disamakan karena perjuangan RA Kartini di eranya berbeda dengan Kartini modern saat ini. “Apa yang diperjuangkan oleh RA Kartini berbeda dengan era politik saat ini. Hasilnya bisa dikatakan, Kartini-Kartini bisa menjawab tantangan di zaman sekarang ini. Saya sendiri saat berada di Komisi X DPR RI juga sudah berbicara seperti itu. Saya berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur (DPRD Jatim) selama 3 (tiga) periode dan saya juga seorang dosen, sehingga saya melihat kita tidak akan pernah kehabisan sosok Kartini-Kartini pelanjut perjuangan masa lalu sesuai dengan era dan perjuangannya,” katanya.
“Sekarang kita bukan bicara penjajah, bukan kita bicara tentang keterbelakangan, bukan kita bicara tidak ada akses, tetapi sekarang bagaimana Kartini modern bisa memakai akses itu, mengakses dan membuka. Sekarang ini sudah terbukti, banyak sosok Kartini modern yang pintar dan bekerja di mana-mana. Saya pernah bertemu dengan seorang wanita yang bekerja jadi navigator kapal perang, ada. Itu sebuah kemajuan. Jadi bagaimana kalau kita bicara Pengajian Al-Hidayah memersiapkan generasi penerus yang menguasai teknologi dan akhlakulkarimah,” ujarnya.
Dijelaskannya, digelarnya acara ini bertujuan untuk merealisasikan visi dan misi Pengajian Al-Hidayah untuk mengondisikan, menciptakan suatu keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah (samara) dan memersiapkan generasi penerus yang melek teknologi dan berakhlakulkarimah (berakhlak baik) di lingkungan keluarga dan masyarakat. “Kalau kita tidak menguasai teknologi, dan menguasai teknologi tidak berakhlak baik, kita hanya menjadi penonton dan tidak bisa menjadi pelaku pembangunan untuk negeri ini. Kalaupun menjadi pejabat di negeri ini, maka tidak akan sesuai dengan apa yang kita harapkan,” pesannya.
Oleh karena itu, imbuhnya, ibu-ibu sangat berperan. “Perlu diketahui, bahwa ibu-ibu itu, tenaga pendidik yang utama di dalam lingkungan keluarga. Ibu sebagai pendidik dan contoh suri tauladan, pengayom dan sebagai pemerhati anaknya, maka di tangan ibulah. Makanya, kita pintarkan ibu-ibu ini dengan kita berikan ilmu pengetahuan, dan kita desain suatu kegiatan untuk benar-benar berperan untuk memberantas narkoba,” ungkapnya.
“Kita bekerjasama dengan BNN, dan juga sudah ada pernyataan sikap kita, bahwa kami siap jadi relawan pemberantasan narkoba dan akan kita teruskan ke seluruh pelosok di Indonesia,” katanya.
Rakernas Pengajian Al-Hidayah yang digelar kali ini adalah kali pertama bertepatan dengan terpilihnya Ketum Pengajian Al-Hidayah Hj Hardiyah untuk kedua kalinya pada 1 hingga 3 Desember 2015. “Banyak sekali kegiatan kami dan kami sudah turun ke Garut, Jawa Barat (Jabar), Aceh, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Marunda untuk menggelar bhakti sosial (baksos) dan kita membuat kegiatan 1000 (seribu) paket ke Aceh berupa mukena dan sarung dan kita juga membuat kegiatan 1000 paket ke Bima, ke Marunda, dan ke Garut dengan tema Do’a Kami untuk Kamu Garut, kita mengadakan tahlil dan pada hari ini jumlah kader sudah mencapai 223 (dua ratus dua puluh tiga) orang dan yang tidak hadir hari ini dari Bali serta Papua,” urainya.
“Kami punya Taman Kanak-Kanak (TK), PAUD andalan kami dan majelis taklim andalan kami dan kami punya anggota sebanyak 5 (lima) juta orang dan Pengajian Al-Hidayah ini didirikan sejak tahun 1979. Umurnya sudah 38 tahun dan berkantor di Slipi dan kami ormas yang didirikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (DPP Golkar) dan kami bukan organisasi sayap Partai Golkar dan juga bukan parpol,” tegasnya.
Ia mengharapkan bagi ibu-ibu yang telah hadir di acara Rakernas Pengajian Al-Hidayah ini bisa menyerap materi yang diberikan dan bisa mengimplementasikannya di daerah masing-masing serta akan ada sidang komisi dan akan diatur Rencana Tindak Lanjut (RTL). “Apalagi, sekarang ini Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah belum bisa dibina, sehingga di dalam era Otonomi Daerah (Otda) saat ini, kantor dinas di daerah punya kewenangan dan skup yang lebih luas lagi. Jadi harapan kami provinsi daerah tidak hanya mengharapkan turunnya program dari Pemerintah Indonesia tetapi mereka juga harus pro aktif dalam pemerintahan daerah untuk mencari program. Kami siap dari sumber daya manusianya (SDM). Kami juga punya banyak jumlah ustadzah dan sekarang Pemerintah Indonesia mau tidak bekerjasama dengan kita?” tanyanya.
“Saya ingin mengutip sebuah tulisan yang disampaikan oleh RA Kartini, kala itu saya membacanya di Belanda, bahwa ternyata memerjuangkan perjuangan perempuan tidak selesai pada zaman RA Kartini saja, tapi perempuan harus diperjuangkan sepanjang zaman dan perempuan itu tiang agama, dan tiang negara dan perempuan itu adalah ibunya negara yang perlu diperjuangkan terus,” katanya.
Rakernas pertama Pengajian Al-Hidayah ini juga ada stand pameran yang digelar selama tiga hari dari binaan dan ada dari partisipasi masyarakat umum guna meramaikan acara ini. “Ada 33 (tiga puluh tiga) provinsi dari seluruh Indonesia yang ikut tampil dalam stand pameran ini dan dalam acara ini juga ada tutorial hijab, fashion show, sehingga makna dari itu semua, bahwa perempuan juga harus berperan di bidang ekonomi. Jadi perempuan tidak hanya menjadi pemimpi saja karena perempuan juga memiliki potensi. Sekarang banyak perempuan yang punya usaha online, dari rumah cuma buka laptop ataupun komputer sudah punya hasil ekonomi dan ilmunya ini harus dimantapkan lagi,” tandasnya. (Murgap)