Haiyani Rumondang
Jakarta, Madina Line.Com – Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan (Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker) Haiyani Rumondang mengeluarkan surat rekomendasi kepada pendemo sopir awak mobil tangki (AMT) PT Pertamina Patra Niaga yang datang berunjuk rasa ke Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis siang (06/07/2017).
Setelah dikeluarkan surat rekomendasi kepada pendemo, maka pendemo membubarkan diri secara tertib. Mereka kembali pulang ke rumah masing-masing dengan membawa surat rekomendasi dari Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Haiyani Rumondang.
Tidak ada terlihat kegaduhan dari pendemo karena para perwakilan pendemo AMT diterima dengan baik dan difasilitasi oleh pihak pejabat terkait dari Kemnaker. Aparat kepolisian dari Polisi Resor (Polres) Metro Jaksel dan Polda Metro Jaya (PMJ) yang selalu bersabar menunggu hasil negosiasi atau kesepakatan antara perwakilan pendemo dan pihak jajaran Kemnaker, meskipun izin demo sudah lewat batas waktu dari Pukul 18.00 WIB.
Patut diacungkan jempol kepada pihak Kemnaker dan kepolisian serta pendemo dengan adanya kesepakatan yang dicapai, sehingga tidak terjadi kontak fisik yang dapat merugikan semua pihak. Sebanyak 1400 (seribu empat ratus) sopir AMT PT Pertamina Patra Niaga yang bertanggung jawab mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak sejak 26 Mei 2017.
Mereka terdiri dari 353 (tiga ratus lima puluh tiga) sopir depot Pertamina Plumpang, Jakarta Utara (Jakut), 14 (empat belas) sopir Merak, 2 (dua) sopir dari Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar), 4 (empat) sopir dari Ujung Berung, 24 (dua puluh empat) sopir dari Lampung, 15 (lima belas) sopir dari Banyuwangi dan 2 (dua) sopir dari Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Seorang sopir AMT PT Pertamina Patra Niaga Sunarso asal depot Jakarta mengatakan kepada wartawan Madina Line.Com, bahwa sejak tahun 1987 sudah menjadi sopir AMT di PT Pertamina dan sudah 6 (enam) kali berganti perusahaan.
Sebanyak 6 perusahaan yang dimaksud, yakni PT Pertamina, PT Koperta, PT Intan, PT CAT, PT SSS dan PT Garda Utama Nasional (GUN). Sunarso adalah sopir AMT PT Pertamina Patra Niaga ini menegaskan, setelah berganti-ganti perusahaan atau vendor selalu berstatus pekerja kontrak (outsourcing), dan dihitung sejak masuk kerja tahun 1987 hanya pekerja kontrak.
“Saya masuk kerja di PT GUN (vendor baru) sejak Januari 2017. Dikontrak selama 3 (tiga) bulan. Setelah 3 bulan, saya di-PHK dengan cara dikirimkan melalui via layanan pesan singkat atau short message service (SMS). Alasannya PHK karena tidak lulus seleksi,” ungkap Sunarso.
Anehnya, meskipun sudah di-PHK secara sepihak, namun pihak PT GUN memanggil lagi untuk bekerja menjadi karyawan bantuan dengan upah tidak sesuai di bawah Upah Minimum Regional (UMR). “Ironisnya, setiap karyawan menjadi sopir dan kernet AMT harus bayar Rp15 juta hingga 25 juta (dapat mobil baru). Kalau 1 (satu) paket harus bayar Rp50 juta (karyawan baru) dengan cara bayar cicilan dan sopir dan kernet mendapatkan mobil baru sekaligus menjadi pemegang mobil tersebut,” tegasnya.
“Jadi banyak keanehan terjadi di sana. Kalau perusahaan itu diperiksa banyak bobroknya. Pekerjaan kami ini kan vital dan resiko kerjanya tinggi. Tapi jaminan kesehatan (Jamkes) maupun kesejahteraannya tidak ada. Ada sopir sudah pensiun hanya dibandrol Rp1 juta plus satu payung yang diberikan sebagai kenang-kenangan. Apa ini tidak sedih?” tanya Sunarso dengan raut wajah sedih.
Sebelumnya, para sopir sudah pernah mengadu kepada anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Rieke Dyah Pitaloka. Rieke menjelaskan, PHK itu disampaikan lewat pesan singkat oleh manajemen.
“Isi pesan singkat itu, bahwa anda tidak lulus menjadi karyawan tetap PT GUN,” kata Rieke kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa siang (13/06/2017).
Pada periode 27 Mei 2017 hingga 30 Mei 2017, lanjut Rieke, para sopir diberikan surat melalui PT Pos oleh PT GUN. Isinya memberitahukan, bahwa sopir tidak lulus untuk diangkat perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Rieke menjelaskan, kru AMT PT Pertamina Patra Niaga ini dipekerjakan dengan status hubungan kerja kontrak oleh anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina, yakni PT Pertamina Patra Niaga pada 2004. “Kemudian, dialihkan menjadi tenaga outsourcing dan borongan melalui perusahaan penyedia jasa pekerja PT Cahaya Andika Tamara (CAT) sejak 2012,” katanya.
Selanjutnya, sambungnya, PT Sapta Sarana Sejahtera (SSS) per 2015. “Kemudian, PT GUN pada 1 Maret 2017,” paparnya.
Rieke menuturkan, Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sudin Nakertrans) Jakut telah menerbitkan Nota Pemeriksaan Nomor : 4750/-1.838 pada 26 September 2016 dan Nomor : 1943/-1.838 pada 5 Mei 2017, yang menyatakan, bahwa status hubungan kerja AMT beralih menjadi pegawai tetap PT Pertamina Patra Niaga dan meminta agar hak normatif dipenuhi. “Tapi tidak dijalankan,” tegasnya.
Untuk itu, Rieke mendesak PT Pertamina Patra Niaga memekerjakan kembali semua AMT yang di-PHK sepihak. “Saya mengecam PHK sepihak dan meminta mereka dipekerjakan kembali,” tandasnya. (Murgap)