Bambang Sudiarto SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara kasus dugaan Tipikor mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Proyek Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa, dengan 3 terdakwa yakni Halim Hartono, mantan PPK lainnya dalam proyek ini, Akhmad Afif Setiawan, dan Rieki di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (07/11/2024).
Agenda sidang kali ini adalah pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) yang dibacakan oleh masing-masing tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa mantan PPK Rieki, Bambang Sudiarto SH mengatakan, kliennya bisa dibebaskan atau bisa dilepaskan dari segala macam tuntutan (Onslag) atau andaikata hakim berpendapat kliennya bersalah, mohon hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
“Kasihan soalnya klien saya memiliki anak yang masih berusia kecil. Memang faktanya begitu. Klien saya masih ada yang punya anak berusia 4 tahun. Saya kan juga pernah ketemu anak-anak klien saya ini. Saya juga jadi terenyuh,” ujar Bambang Sudiarto SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Ia mengharapkan Pledoinya bisa diterima oleh hakim. “Perlu banyak berdo’a lah,” ungkap Bambang Sudiarto SH dari Kantor Law Firm Bambang Sudiarto and Partners yang beralamat di Jalan Duren Sawit, Jakarta Timur (Jaktim) ini.
Agenda sidang selanjutnya Kamis (14/11/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan membacakan Replik (Tanggapan) atas pembacaan Pledoi dari tim Kuasa Hukum dari 3 terdakwa. “Tentu saya harus membaca Replik JPU dulu. Setelah itu, Duplik (Sanggahan) kita lihat, materi Repliknya apa, baru kita siapkan Dupliknya,” terangnya.
“Harus ada 2 alat bukti yang sah di awal baru bisa ditetapkan sebagai tersangka klien saya ini,” tandasnya.
Perlu diketahui, terdakwa Halim Hartono dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan oleh JPU. Terdakwa Halim Hartono merupakan satu dari sejumlah tersangka dalam dugaan korupsi yang diduga merugikan negara Rp1,1 triliun.
JPU dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menilai, terdakwa Halim Hartono terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan Tipikor sebagaimana dakwaan primer. “Menuntut, menjatuhkan pidana pada terdakwa Halim Hartono dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata JPU saat membacakan amar tuntutannya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Kamis (24/10/2024).
JPU juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Halim Hartono berupa uang pengganti sebesar Rp28.584.867.600 atau Rp28,5 miliar. Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inchraat), uang pengganti itu belum dibayar, maka harta bendanya boleh dirampas oleh JPU.
Dalam hal harta terdakwa Halim Hartono tidak menutupi uang pengganti, sambung JPU, hukuman uang pengganti diganti menjadi tambahan pidana badan 4 tahun penjara. Selain terdakwa Halim Hartono, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lainnya dalam proyek ini, terdakwa Akhmad Afif Setiawan juga dituntut 8 tahun penjara, denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara, serta membayar uang pengganti senilai Rp9,5 miliar.
Terdakwa Rieki juga dituntut membayar uang pengganti Rp785.100.000 yang akan diganti hukuman 3 tahun penjara, jika tidak dibayarkan. Sebelumnya, JPU mendakwa Halim Hartono, Rieki, Afif, dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumut), Nur Setiawan Sidik telah merugikan negara Rp1,1 triliun.
Kerugian negara itu timbul akibat dugaan korupsi yang telah dilakukan mereka sejak tahap perencanaan, pelelangan hingga proses pelaksanaan, disebut jaksa telah memperkaya sejumlah pihak. Perkara ini juga menyeret eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumut, Amanna Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo. Kemudian, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumut, Hendy Siswanto; dan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, Prasetyo Boeditjahjono.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atau UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (Murgap)