Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT PRM Amar Maaruf, Rico Tambunan SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Hari Suharto SH (pertama dari kiri) di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu siang (22/02/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang Tipikor dengan Nomor Pokok Perkara 72 kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017 hingga 2020 (Taspen Life) dengan 3 (tiga) terdakwa yakni mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taspen Life Maryoso Sumaryono, Ultimate Beneficial Owner Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM) Hasti Sriwahyuni dan Dirut PT PRM Amar Maaruf di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Rabu siang (22/02/2023).
Pinjaman dana investasi PT PRM kepada PT Taspen Life sebesar Rp150 miliar dan kerugian negara sebesar Rp133 miliar dengan merugikan keuangan PT Taspen Life cabang Jakarta. Pada sidang kali ini, agendanya adalah penyerahan bukti Duplik (jawaban atas tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum atau JPU) dari masing-masing Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa kepada majelis hakim.
Kuasa Hukum Dirut PT PRM Amar Maaruf, Rico Tambunan SH MH mengatakan, berdasarkan bukti-bukti dan fakta di persidangan selama ini, pinjaman dana investasi PT PRM kepada PT Taspen Life sebesar Rp150 miliar sudah lunas. “Namun, oleh JPU dianggap ada kerugian negara dalam perkara klien saya ini. Di situlah JPU menuntut adanya kerugian negara. Padahal, di sisi kami, uang pinjaman dana investasi tersebut sudah dinyatakan lunas,” ujar Rico Tambunan SH MH yang didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, awal mula kronologis perkara ini, PT PRM meminjam dana investasi atau Medium Term Notes (MTN) ke PT Taspen Life dan PT Taspen Life mengeluarkan dana pinjaman investasi sebesar Rp150 miliar. “Namun, diduga ada penyalahgunaan dana sebesar Rp150 miliar tersebut. Padahal, menurut kami, uang tersebut digunakan sesuai prosedur yang berlaku,” terangnya.
“Hari ini agenda persidangan penyerahan duplik dari kami dan untuk sidang mendengarkan keterangan saksi-saksi sudah lewat. Hari Kamis (23/02/2023) siang esok sudah putusan final majelis hakim,” paparnya.
Ia mengharapkan kliennya Dirut PT PRM Amar Maaruf dapat bebas dari segala tuntutan dan dakwaan JPU. “Karena klien kami tidak terbukti merugikan negara. Kejadian ini terjadi sejak tahun 2017 hingga tahun 2020 dan baru disidangkan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus pada September 2022,” ungkap Rico Tambunan SH MH dari kantor law firm AMT Advocates yang berlokasi di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Perlu diketahui, dalam tuntutan JPU yang dibacakan pada Senin (13/02/2023) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus menyatakan kedua terdakwa yakni Ultimate Beneficial Owner PT PRM Hasti Sriwahyuni dan Dirut PT PRM Amar Maaruf dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tipikor. Dua terdakwa tersebut yaitu Dirut PT PRM Amar Maaruf dan Ultimate Beneficial Owner PT PRM Hasti Sriwahyuni dituntut dengan hukuman masing-masing 7 (tujuh) tahun dan 10 (sepuluh) tahun penjara.
Pembacaan tuntutan itu telah dilakukan JPU di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin (13/02/2023). Selain itu, terdakwa Hasti juga dituntut membayar denda sebesar Rp 5 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Terdakwa Hasti juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dengan total sebesar Rp128 miliar. Dengan memperhitungkan barang bukti (BB) yang telah disita berupa 3 (tiga) bidang tanah berikut bangunan di Surakarta dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 208, 237, 300 atas nama pemegang hak PT Swarna Surakarta Hadiningrat.
Oleh JPU, terdakwa Hasti diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Dakwaan Kesatu Primair dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Sementara itu, terdakwa Amar Maaruf dituntut dengan hukuman pidana 7 tahun penjara.
Terdakwa Amar Maaruf dinyatakan JPU terbukti bersalah melakukan Tipikor bersama-sama. Selain itu, terdakwa Amar Maaruf juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Lebih lanjut, terdakwa Amar Maaruf juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dengan total sebesar Rp750.035.000 (tujuh ratus lima puluh juta tiga puluh lima ribu rupiah). Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu paling lama 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap (inchraat), maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Terdakwa Amar Maaruf diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, terdakwa Maryoso terkena dakwaan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Murgap)