Pengurus UPGB Kudus Sutiyo (tengah) saat memberikan keterangan pers di UPGB Kudus, Jateng, Selasa siang (22/05/2017). (Foto : Murgap Harahap)
Kudus, Madina Line.Com – Mandor sekaligus pengurus Unit Penggilingan Gabah dan Beras (UPGB) Kudus, Jawa Tengah (Jateng) Sutiyo mengatakan, panen raya padi di Kudus, Jateng, diproyeksikan terjadi di pertengahan bulan puasa tahun ini atau sekitar seminggu atau 2 (dua) minggu ke depan.
“Panen raya di musim kemarau saat ini tidak perlu bersamaan dengan di tempat lain tapi bisa secara berurutan. Seperti masa tanam (MT) 1 (pertama) itu semuanya sawah ditanami gabah dan harganya turun di pasaran,” ujar Sutiyo kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara Press Tour Forum Wartawan Unit Perum Bulog (Forwabul) ke Divisi Regional (Divre) Perum Bulog Semarang, Jateng, Sub Divre Mitra Bulog di Gudang Baru Bulog (GBB) Kartosari di Demak, Jateng, UPGB Kudus, Jateng, hingga ke perusahaan gula Blora PT Gendhis Multi Manis (GMM) Bulog di pucuk Gunung Blora, di hari pertama kunjungan, Selasa siang (22/05/2017).
“Sekarang ini sudah masuk ke MT 2 (dua) dan sudah hampir 44 sesuai dengan Gabah Kering Panen (GKP) dan kondisinya saat ini belum banyak hasil panen. Diprediksikan panennya banyak di pertengahan bulan puasa,” terangnya lagi.
Dijelaskannya, persoalan yang terjadi saat ini, padi dan gabah di MT 2 banyak yang ditimbun oleh petani Kudus. “Tidak seperti pada MT 1. MT 1 semua barangnya keluar. Barang dari petani keluar dan petani tidak mau menimbun dari hasil pertaniannya,” jelasnya.
“Dari pihak penggilingan maunya giling terus. Begitu ada barang giling terus,” paparnya.
Dikatakannya, dari hasil MT 2 banyak yang ditimbun oleh petani sepersekian sampai dengan Agustus 2017. “Untuk itu, saya banyak membeli beras dan gabah dari daerah Blora dan Bojonegoro serta Klaten, Jateng, hingga ke Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar). Kita tergantung daerah mana yang saat ini sedang panen padi dan gabah,” katanya.
“Blora dan Bojonegoro saat ini juga sedang panen padi dan gabah. Dari 44 GKP ditambah ongkos mencapai 44 hingga 45 plus 10. Separti beras super di sini dijual ke pasar dengan harga kisaran Rp8600 hingga Rp8700 per Kilogram (Kg),” tuturnya.
Dijelaskannya, pada MT 1 beras dan gabah diambil dari UPGB di Blora dan Bojonegoro. “Masalahnya, di dua daerah tersebut barangnya banyak serta curah hujannya juga masih banyak,” tegasnya.
“Beras dari Kudus dijual ke Bandung, Jabar, dan ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur (Jaktim). Paling banyak juga dijual ke luar Pulau Jawa, seperti ke Kalimantan, harganya tetap Rp8600 per Kg hingga Rp8700 per Kg,” urainya.
Dikatakannya, luar kota mengambil beras dari UPGB Kudus sesuai dengan harga jual di Kudus. “Terkait biaya operasionalnya, ongkos kenaikan kapal siapa yang menanggung? Tentu pihak yang menanggung adalah orang yang membeli beras itu sendiri,” terangnya.
“Kapasitas produksi gabah per hari hingga full (penuh) di tempat ini mencapai 50 (lima puluh) ton dan per bulannya dikalikan 30 (tiga puluh) hari, jadi totalnya 1500 (seribu lima ratus) ton,” ungkapnya.
Terkait musim kemarau yang terjadi saat ini, sambungnya, kendala yang dikhawatirkan terjadi, yakni harga pada saat panen raya dengan harga pasar tidak bisa mengikuti. “Pasalnya, menjelang lebaran tahun ini, banyak pembeli yang cuti dan akhirnya, harganya tergantung kepada penjualannya bagaimana?” keluhnya.
“Terpenting, kita setiap hari bisa giling padi dan gabah sampai ada permintaan, dan langsung kita setor,” tandasnya. (Murgap)