Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan, David Pella SH MH (pertama dari kiri) foto bersama Ketua Tim Kuasa Hukumnya Surya Bakti Batubara SH MM (tengah) dan Robert Paruhum Siahaan SH di ruang Kusuma Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (19/05/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor pada perkara PT Sucofindo Indonesia dengan terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley di ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (19/05/2025).
Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan kepada terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari terdakwa. Terdakwa Punov Apituley dituntut oleh jaksa, hukuman kurungan penjara selama 5 tahun.
Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, Surya Bakti Batubara SH MM mengatakan, tuntutan JPU kepada terdakwa Punov Apituley, JPU tidak melihat proses persidangan. “Hanya berdasarkan kacamata kuda, JPU cuma melihat dakwaannya tanpa melihat proses persidangan. Jadi bahasanya sia-sia persidangan ini untuk terdakwa Punov Apituley karena semua yang ada diungkapkan di persidangan tidak ada dimasukan oleh jaksa dalam amar tuntutannya, justru jaksa bertahan dengan dakwaannya. Tuntutan jaksa itu hanya berpedoman kepada tuntutan tanpa melihat proses persidangan ini,” ujar Surya Bakti Batubara SH MM kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini
“Jelas terdakwa Punov Apituley tidak pernah menyatakan, bahwa pekerjaan pengangkutan kayu Akasia dari PT Luna. Tapi jaksa dalam amar tuntutannya mengatakan, bahwa pekerjaan itu PT Luna. Itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, sambungnya, dalam persidangan dinyatakan, bahwa terdakwa Punov Apituley tidak pernah menjanjikan apa pun. “Karena dalam tuntutan jaksa menyatakan, bahwa akbar bujuk rayu terdakwa Punov Apituley terjadilah peristiwa ini. Padahal, tidak afa sama sekali. Terdakwa Punov Apituley melakukan pekerjaan di Sungai Baong adalah pekerjaan rutinitasnya sebagai operasional di PT Lintang bukan menjanjikan kepada PT Kerja Sama Operasional (KSO), bahwa proyek ini dari PT Luna, tidak ada, ” ungkapnya.
“Tapi jaksa menggunakan kacamata kuda tidak mau tahu, jaksa hanya berpedoman kepada dakwaannya, sehingga dalam tuntutan jaksa, persidangan ini tidak dianggap sama sekali. Itu yang kami sesalkan dari JPU,” terangnya.
“Ketiga, untuk terdakwa PT Lintang sebagai terdakwa korporasi, ini juga tempus delictinya (delik waktu terjadinya pidana) ini adalah sebelum klien kami perwakilan PT Lintang ini adalah saudara terdakwa Alexander Victor Worotikan sebelum dia menjabat sebagai Diretur, sehingga tidak tahu apa pun yang terjadi atas kejadian perkara ini. Hanya karena dia didudukan sebagai Direktur. Kami mintakan kepada JPU, minta bukti perjanjian-perjanjian tapi JPU tidak bisa memberikannya. Itu yang mungkin kami sesalkan, sehingga Nota Pembelaan (Pledoi) kami agak sulit bagi kami untuk menyusun supaya lebih lengkap untuk membuktikan, bahwa klien kami perwakilan PT Lintang tidak terlibat dalam hal ini,” jelasnya.
JPU membacakan tuntutan di ruang Kusuma Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (19/05/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, Robert Paruhum Siahaan SH menambahkan, rekan Surya Bakti Batubara SH MM sudah menjelaskan, soal tempus perkara kliennya. “Aparat Penegak Hukum (APH) kalau sampai tidak mengerti apa itu tempus delicti, ini sangat berbahaya soal hukum di negara Indonesia ini. Artinya, orang yang lahir besok pagi hari ini ditentukan terlibat tindakan pidana. Itu lah kejadian perkara ini,” ujar Robert Paruhum Siahaan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Dia lahirnya besok pagi, tapi hari ini dia dikatakan melakukan tindak pidana atau terkait tindak pidana. Itu lah yang dialami oleh terdakwa Alexander Victor Worotikan. Pidana itu terjadi tahun 2019 sampai tahun 2020. Terdakwa Alexander Victor Worotikan datangnya tahun 2021 dikaitkan dengan pidana ini. Sama kan. Berarti orang itu besok pagi baru lahir, hari ini dikatakan terkait pidana. Padahal, besok pagi baru lahir tapi hari ini sudah dikatakan terkait pidana. Ini penegak hukum apa seperti ini?” tanyanya.
Ia menyarankan, jaksa mesti sekolah lagi supaya mengerti tempus delicti atau waktu terjadi pidana. “Kalau tidak, akan kacau dunia hukum ini. Hari ini dinyatakan besok kau lahir kau adalah pelaku tindak pidana. Juga dalam hal ini, jaksa ini tidak bisa membuktikan kesalahan terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, sehingga dibawa-bawa putusan dari PN Jakarta Selatan (Jaksel) ke sini. Kalau begitu, kita pindah saja ke sana sidangnya. Jangan dibawa-bawa putusan dari tempat lain ke PN Jakpus dengan perkataan identik,” tegasnya.
Ia mengilustrasikan kalimat identik tersebut, misalnya, ia membunuh si A, jangan dikatakan ia membunuh si B hingga ke Z. Boleh ia dikatakan membunuh si A, tapi jangan sampai si B, C, D hingga ke Z itu ia yang membunuh juga karena ia yang pernah membunuh si A, begitu perumpamaannya.
Tapi bukan berarti ia salah sampai ke sana. “Jadi tolong fakta persidangan yang dibuka. Jangan dibuka-buka fakta orang lain. Itu yang paling kacaunya karena jaksa tidak bisa membuktikan, makanya dibawa-bawa dari tempat lain sebagai bukti,” paparnya.
Kuasa Hukum terdakwa Alexander Victor Worotikan dan Punov Apituley, David Pella SH MH mengatakan, pertama, pihaknya sudah melihat fakta persidangan. “Ini kan perkara Tipikor. Saksi Ahli yang datang dari institusi Pemerintah Republik Indonesia (RI) menyatakan 2 (dua) hal yakni pertama, kerugian negara harus nyata dan pasti. Kedua, jika sudah dihapus dari korporasi, maka tidak dapat dinyatakan sebagai kerugian negara,” ujar David Pella SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“PT Sucofindo Indonesia sudah tidak lagi mencantumkan sebagai kerugian negara karena Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menyatakan, bahwa jika itu harta yang dipisahkan dari korporasi, maka UU karena politik hukum, memberikan kesempatan kepada korporasi untuk menyelesaikannya. Itu konstruksi besarnya,” pungkasnya.
“Pertama, gugatan jaksa sebagai pengacara negara mewakili kepentingan PT Sucofindo Indonesia di PN Jakarta Timur (Jaktim) itu Nock Out (NO). Dengan demikian, bahwa kerugian negara sampai sekarang belum terbukti,” terangnya.
Kedua, sambungnya, dalam kasus ini, mulai dari dakwaan jaksa sampai sidang pembuktian yang terjadi menunjukan, terjadinya spekulasi. “Artinya, dinyatakan kerugian negara itu belum nyata dan belum pasti,” katanya.
“Ketiga, kita lihat ukur. Terdakwa Punov Apituley diminta untuk bertanggung jawab. Logikanya bagaimana dia bisa memperdayai sebuah korporasi besar sekelas PT Sucofindo Indonesia. Jika PT Sucofindo Indonesia tidak mempercayai pekerjaan ini tidak mungkin dijalankan bukan karena terdakwa Punov Apituley,” katanya.
Menurutnya, jaksa memaksakan logikanya tanpa memperhatikan fakta di dalam persidangan. “Niscaya ini akan menimbulkan menghancurkan sistem persidangan yang ada. Dengan asumsi kita menghukum orang. Fakta persidangan tidak dilihat dan keterangan saksi Ahli juga tidak dilihat. Itu terlihat dari jaksa menggunakan putusan Nomor 555 dari PN Jaksel. Padahal, putusan itu sekarang ini dalam proses mengajukan ke kasasi. Artinya, belum berkekuatan hukum tetap (inchraat). Itu tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menyatakan, bahwa kasus ini saling kait mengkait,” ucapnya.
“Menurut saya, jaksa gagal melakukan konstruksi hukum dalam menindak seseorang dari sisi Tipikor. Tapi memaksakan diri dengan menafikan fakta-fakta persidangan, itu yang pertama. Kedua, indikasi sangat kuat, bahwa ini kasusnya seolah-olah diduga dipesan hanya untuk mendapatkan mencari kesalahan. Padahal, kalau mau dibilang bertanggung jawab kurang hebat apa korporasi PT Sucofindo Indonesia orang-orangnya. Yang luar biasa dalam Tipikor ini tidak ada seorang pun dari PT Sucofindo Indonesia yang terlibat, seluruhnya adalah swasta. Lalu orang PT Sucofindo Indonesianya ke mana?” tanyanya heran.
Ia mempertanyakan lagi ke mana kah orang dari PT Sucofindo Indonesia yang tidak bertanggung jawab terhadap persoalan ini. “Menurut saya, dalam kasus ini secara prinsip, majelis hakim dapat menolak seluruh dakwaan yang disampaikan oleh jaksa karena tidak memperhatikan unsur material selama persidangan berlangsung,” imbaunya.
“Kebenaran materil, saksi-saksi, fakta-fakta di persidangan tidak sama sekali dipertimbangkan oleh jaksa dalam amar tuntutannya. Seperti apa yang tadi saya sampaikan, itu akan kita jadikan dasar dalam Nota Pledoi kita,” urainya.
Dikatakannya, tuntutan jaksa kepada terdakwa Punov Apiituley dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 5 tahun, padahal, terdakwa Punov Apituley hanya seorang pekerja yang bertugas mengawasi pekerjaan di Sungai Baong dan itu ada perjanjian antara PT Arara Abadi dan PT Lintang dan kalau pekerjaan ini dikatakan tidak ada, bagaimana jaksa bisa menyita uang pembayaran kepada PT Lintang sebesar Rp1,1 miliar dan itu jaksa mengakui. “Lalu di mana bukti itu dipertimbangkan? Sama sekali tidak. Padahal, mereka sudah mengambil uang PT Arara Abadi atas jasa pengangkutan kayu Akasia PT Lintang sebesar Rp1,1 miliar,” terangnya.
Artinya, sambungnya, seluruh pekerjaan itu ada. “Posisi Punov Apituley jelas, sehingga jaksa bisa menyita uang sebesar Rp1,1 miliar. Uang itu punya PT Arara Abadi atas jasa angkut kayu Akasia PT Lintang,” ujarnya.
“Terdakwa Alexander Victor Worotikan, bahwa tempus kejadian ini terjadi dari Desember 2019 sampai April 2020. Terdakwa Alexander Victor Worotikan dipaksa menjabat tahun 2021. Bagaimana dia bisa bertanggung jawab atas kejadian dua tahun yang lalu?” tanyanya lagi.
Ia mengharapkan majelis hakim melihat terhadap fakta-fakta selama persidangan berlangsung untuk menolak seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa. (Murgap)