Kuasa Hukum PT JSS Arhami Satya Siregar SH MKn (kedua dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya di teras PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (28/01/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Kuasa Hukum PT Jaya Sampoerna Sejahtera (JSS) Arhami Satya Siregar SH MKn memasukan berkas Gugatan Lain-lain terkait pemuutusan kontrak yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tentang perkara Wan Prestasi terhadap PT JSS ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (28/01/2024).
Kuasa Hukum PT JSS Arhami Satya Siregar SH MKn mengatakan, pihak Kemenkes RI bisa kooperatif dan mengetahui, bahwa kliennya (PT JSS) tidak Wan Prestasi. “Insya Allah dengan pembuktian di pengadilan dan lain halnya, kami punya hasil maksimal dalam putusan dan pihak yang ada di dalam permasalahan ini bisa lancar semuanya,” ujar Arhami Satya Siregar SH MKn kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai memasukan berkas gugatan ke PTSP PN Jakpus.
Diakuinya, kliennya sudah sangat dirugikan. “Jadi kami ingin apa yang sudah dirugikan oleh klien kami yang sudah menyiapkan alat-alat kesehatan (Alkes) yang siap didistribusikan ke semua daerah di Indonesia, bisa tergantikan lagi atau dilanjutkan lagi kontraknya atau bagaimana? Nanti kami akan berdiskusi lagi dengan pihak Kemenkes RI,” terang Arhami Satya Siregar SH MKn dari kantor AVM Law Firm yang berlokasi di Pondok Cabe, Tangerang ini.
“PT JSS ini perusahaan multinasional terkait Alkes dan juga di bidang kontraktor dan terkait masalah jual beli (trading),” paparnya.
Disebutkannya, kliennya (PT JSS) pada awal bulan lalu (04 Januari 2024) diputus kontrak secara sepihak oleh Kemenkes RI dengan nilai kontrak senilai Rp7,8 miliar. “Kontrak diputus. Kemudian, klien kami akan melakukan gugatan karena klien kami selaku perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang itu tidak merasa melakukan Wan Prestasi,” tegasnya.
“Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Kemenkes RI, ada Ibu Ira, itu menuduh klien kami (PT JSS) diduga melakukan Wan Prestasi. Sedangkan itu tidak ada realisasinya. Makanya, klien kami melakukan gugatan dan dengan adanya gugatan itu supaya bank garansi tidak dicairkan dan juga supaya kontrak bisa diperpanjang terkait adendum dan halnya begitu, supaya Rp7,8 miliar nilai kontraknya yang sudah klien kami menangkan, bisa klien kami lanjuti,” katanya.
Dijelaskannya, dengan adanya pemutusan kontrak secara sepihak oleh Kemenkes RI, kliennya (PT JSS) sangat dirugikan. “Obat-obat semua sudah dibeli oleh PT JSS. Kemudian, persiapan pengiriman obat ke seluruh Indonesia juga sudah kami persiapkan. Itu sudah berapa miliar rupiah untuk modal sudah dikeluarkan oleh PT JSS,” ucapnya.
Ia selaku legal PT JSS menilai PT JSS sudah dirugikan. “Klien kami menggugat Kemenkes RI. Total kontrak yang klien kami terima Rp7,8 miliar,” tuturnya.
“Alasan Kemenkes RI memutus kontrak secara sepihak karena PT JSS tidak mengerjakan perkerjaan. Padahal, klien kami (PT JSS) bukan tidak mengerjakan perkerjaan, tapi pihak yang menyuruh jangan mengerjakan itu dari pihak PPK Kemenkes RI. Jadi bukan dari pihak klien kami yang menyuruh oh tidak boleh kerja ya atau apa ya,” paparnya.
Dikatakannya, pemberian pekerjaan sesuai kontrak oleh pihak Kemenkes RI ke PT JSS sejak Desember 2023. “Untuk tanggal kontraknya 30 November 2023 hingga 31 Desember 2023 hanya berlangsung satu bulan. Proses pengiriman obat senilai Rp7,8 miliar ke seluruh daerah di Indonesia. Obat yang baru didistribusikan hanya di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta saja. Tapi dari pihak Kemenkes RI mencabut kontrak secara sepihak dengan alasannya Wan Prestasi karena tidak sesuai target,” urainya.
Sedangkan di dalam perjanjian, sambungnya, kliennya (PT JSS) punya waktu 50 hari untuk adendum tapi tidak diberikan oleh Kemenkes RI. “Alasan dari Kemenkes RI tidak jelas. Jadi klien kami akan menggugat karena klien kami tidak merasa melakukan Wan Prestasi dan karena adanya gugatan tersebut majelis hakim bisa adil memutus perkara tersebut,” tegasnya.
Ia mengharapkan kontrak bisa diperpanjang dengan adanya klausul atau ketentuan, ada kebijaksanaan. “Karena kami sudah mempersiapkan dengan bukti-bukti yang ada dan kami juga berharap seperti bank garansi yang sudah diterima oleh klien kami, intinya supaya tidak dicairkan,” katanya.
“Kalau kerugian dari klien kami (PT JSS) sekitar Rp5 miliar untuk obat-obatan yang model obat jenis generik. Nah, nilai kontrak dengan Kemenkes RI sebesar Rp7,8 miliar,” jelasnya.
Ia menerangkan, setelah melakukan gugatan ke PN Jakpus, langkah selanjutnya segera tinggal menunggu proses persidangan. “Kami berharap orang dari Kemenkes RI kooperatif untuk hadir. Saya belum ketemu sama sekali dengan pengacara dari pihak Kemenkes RI terkait hal ini. Kami hanya ketemu dengan legal dari Kemenkes RI tapi ya mereka juga belum paham beracara di pengadilan dan sebagai legal di Kemenkes RI saja,” ujarnya.
“Kami mempertanyakan kepada pihak Kemenkes RI, kenapa klien kami (PT JSS) dianggap melakukan Wan Prestasi dan kami akan membuktikan, bahwa PT JSS tidak melakukan Wan Prestasi dengan bukti yang kami punya,” ungkapnya.
Pada intinya, sambungnya, berdasarkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) mengatur dalam hal Wan Prestasi pembatalan perjanjian harus dimintakan ke pengadilan dan hakim melalui putusan pengadilan dapat menentukan jenis-jenis ganti rugi bagi para pihak. “Jadi dasar itu yang kami pakai, Pasal 1266 KUHPer,” tandasnya. (Murgap)