Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT Kreasindo Putra Bangsa, Bambang Widianto dan pelaksana lapangan Mashur, Holong SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Palma SH (pertama dari kiri) dan Luthfi SH (tengah) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (17/06/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan untuk ke-4 (empat) kalinya dalam perkara kasus dugaan Tipikor pengadaan gerobak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), proyek pengadaan yang dilakukan di lingkungan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) pada Tahun Anggaran (TA) 2018 dan 2019 dengan terdakwa Komisaris PT Kreasindo Putra Bangsa, Bambang Widianto, yang didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp10 miliar dan pelaksana lapangan Mahsur, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (17/06/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakpus dalam dakwaannya menyebut, terdakwa Bambang melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan dan perekonomian negara. “Telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa Bambang Widianto sebesar Rp10.661.395.300,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (29/04/2025).
Selain diri sendiri, Bambang juga disebut diduga memperkaya pejabat Kemendag RI yang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) 2018, Putu Indra Wijaya, sebesar Rp17.135.000.000. Kemudian, diduga memperkaya pelaksana PPK tahun 2019, Bunaya Priambudi, sebesar Rp1.969.000.000, pelaksana lapangan Mahsur Rp1.236.000.000, dan Didi Kusuma Rp200 juta.
Anggota kelompok kerja (Pokja) pengadaan, Bani Ikhsan dan Ryno Hilham Akbar, masing-masing sebesar Rp680 juta, serta Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PHP), Muryadi Nugroho, Rp 30 juta. Lalu, Staf Bagian Keuangan Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag RI, Wenang Agus Priyono, Rp10 juta, H Muslim Rp550 juta, dan Yusuf Purnama Rp147.200.000.
Selanjutnya, Ketua Tim Pokja II, Yusmito, Rp400 juta, Beni Susanto Rp65 juta, Dennita Aritonang Rp116.500.000, Direktur dan Komisaris PT Dian Pratama, Sri Rahayu dan Intan Pardede, masing-masing Rp236,8 juta. Pria bernama Seno sebesar Rp10 juta dan Wasito Rp25 juta.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp61.538.653.300,” ujar jaksa.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Bambang bersama-sama Mahsur, Didi, Putu, dan Bunaya melakukan PMH menyalahgunakan wewenang, dan suap. Jaksa menyebut, Bambang bersama Mahsur dan Didi menemui Putu serta Bunaya.
Mereka meminta pekerjaan pengadaan gerobak UMKM itu diberikan kepada mereka. Pertemuan dan komunikasi pun dilakukan untuk mengatur lelang, sehingga perusahaan yang dibawa Bambang menjadi pemenang tender.
“Dengan menjanjikan uang operasional sebesar Rp835.000.000 kepada Putu Indra Wijaya dan fee (uang muka) sebesar 7% dari nilai kontrak kepada Bunaya Priambudi,” ujar jaksa.
Karena perbuatannya, jaksa mendakwa Bambang dan Mahsur dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 5 Ayat (1) Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, JPU menghadirkan empat saksi yakni Reno, H Muslim, Intan Pardede dan Sri Rahayu.
Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT Kreasindo Putra Bangsa, Bambang Widianto dan pelaksana lapangan Mahsur, Holong SH mengatakan, hari ini baru pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh jaksa untuk yang kedua. “Sidang kemarin, baru pemeriksaan saksi yang pertama. Menurut saya, keterangan saksi cukup bagus. Cuma yang saya sayangkan, masih ditemukan keterangan saksi ada yang tidak jujur saja. Ada perselisihan angka saja soal penerimaan uang yang diterangkan oleh saksi,” ujar Holong SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, keterangan saksi ini hanya Tuhan Yang Maha Esa (TYME) dan para saksi lah yang tahu mana yang benar dan tidak. “Karena kita tidak melihat langsung si pemberi dan si penerima uang. Cuma klien saya mengatakan, memberi uang Rp680 juta terus saksi Reno hanya mengakui menerima Rp160 juta. Perbedaan keterangan saksi hanya di situ saja,” ungkap Holong SH dari kantor law firm Holong dan Rekan yang beralamat di Kelapa Gading, Jakarta Utara (Jakut) ini.
“Keterangan saksi mana yang benar dan tidaknya, biarlah majelis hakim yang menilai. Itu saja menurut saya,” paparnya.
Disebutkannya, terdakwa Mahsur pada perkara ini posisinya hanya pemodal saja. “Akibatnya seperti ini lah. Terdakwa Mahsur salah menempatkan modalnya. Ternyata proyeknya tidak berjalan dengan baik,” terangnya.
“Kejadian perkara ini pada tahun 2018. Dakwaan JPU kepada klien kami (terdakwa Bambang Widianto dan Mahsur) dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor,” ucapnya.
Dijelaskannya, intinya terdakwa Bambang Widianto dan Mahsur itu memang betul-betul memberikan modal tapi bukan yang mengerjakan proyek pengadaan gerobak UMKM di Kemendag RI. “Klien kami itu hanya pemberi modal saja dan tidak tahu sebenarnya proyek ini. Pihak yang tahu proyek ini yang mengerjakan. Itu lah yang ingin kita ketahui, siapa sebenarnya si otak dari balik proyek pengadaan gerobak UMKM di Kemendag RI ini?” tanyanya.
Ia mengharapkan kliennya bisa diberi hukuman seringan-ringannya. “Keterangan saksi tidak ada yang memberatkan buat klien kami. Keterangan saksi Reno itu bukan memberatkan buat terdakwa Bambang Widanto dan Mahsur, hanya perhitungan selisih angka saja. Pada prinsipnya, saksi Reno menerima uang dari klien kami,” tegasnya.
“Masalah angkanya, kita tidak tahu siapa pihak yang bohong dan benar terkait keterangan angkanya. Saya rasa kalau saya yang memberi tidak akan mungkin saya melebih-lebihkan. Ibaratnya, omongan yang nambah, uang yang berkurang,” tandasnya. (Murgap)