Kuasa Hukum terdakwa Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo, Muhammad Anwar SH membacakan Pledoi di hadapan majelis hakim, jaksa dan terdakwa, di ruang Prof Dr Kusumah Atmaja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (17/06/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Kuasa Hukum terdakwa Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada (TEP) Eko Wardoyo, Muhammad Anwar SH membacakan Pledoi (Pembelaan) di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa, di ruang Prof Dr Kusumah Atmaja SH MH, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (17/06/2025).
Sidang lanjutan dugaan Tipikor dengan 3 terdakwa lainnya yakni mantan Direktur Pengembangan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Indra Sukmono Arharris, mantan Direktur Utama (Dirut) PT TEP Donald Sihombing, mantan Komisaris PT TEP dan Kuasa Hukum PT TEP Saut Irianto Rajagukguk. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo, Muhammad Anwar SH mengatakan, isi Pledoi yang dibacakannya ada 4 (empat) hal saja sebenarnya yang dibahas.
“Pertama, pengiriman surat permohonan pembayaran tagihan ke NKRE, dalam hal ini rekannya PT TEP. Itu kan ada beberapa rekanan tuh. Terdakwa Eko Wardoyo melakukan penagihan,” ujar Muhammad Anwar SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kedua, sambungnya, penagihan kepada PPSJ. “Nah itu oleh jaksa dianggap suatu Perbuatan Melawan Hukum (PMH),” katanya.
“Ketiga, pertemuan terdakwa Eko Wardoyo di Hotel Gren Melia dan Hotel Veranda. Itu kan pertemuan atas perintah dari terdakwa Donald Sihombing. Artinya, terdakwa Eko Wardoyo bekerja atas nama dan tugasnya di Direktur Keuangan PT TEP,” ungkapnya.
Keempat, imbuhnya, terkait dengan pembelian rumah Yorys Cornelis. “Rumah Yorys Cornelis itu adalah informasi yang diberikan oleh Yorys Cornelis kepada terdakwa Eko Wardoyo pada saat rapat di Hotel Gren Melia, sekilas saja begitu. Lalu kemudian, terdakwa Eko Wardoyo menawarkan kepada karyawannya. Karyawannya bilang bisa gak pak? Jawab terdakwa Eko Wardoyo, bisa pak. Kan kita perusahaan ada program itu. Sampai di situ,” terangnya.
“Akhirnya, Hayatulah dan Natsir mengurus itu sendiri. Semua itu ada hukumnya atau legal, ada notaris dan ada semuanya,. Hayatulah dan Natsir sudah pernah diperiksa sebagai saksi di muka persidangan,” urainya.
Ia mengharapkan putusan hakim obyektif. “Karena pertama, soal kerugian negara Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor harus nyata dan konkret atau terukur. Di perkara ini tidak ada kerugian negara,” tegasnya.
“Artinya, kerugian negara itu kenapa tidak ada? Karena tanah yang dibeli itu sudah berpindah, dan sudah atas nama PPSJ,” jelasnya
Tuntutan jaksa kepada terdakwa Eko Wardoyo adalah hukuman penjara selama 6 tahun dan dikenakan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 dengan dugaan kerugian negara Rp2,4 miliar. “Harapan kita, putusan majelis hakim obyektif,” ucapnya.
Putusan final hakim akan dibacakan pada Selasa (25/06/2025). Setelah pembacaan Pledoi dari tim Kuasa Hukum terdakwa ini, jaksa tidak mengajukan Replik (Jawaban).
Dalam dakwaan JPU, keempatnya didakwa terlibat dalam dugaan Tipikor dalam pembelian lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara (Jakut) oleh PPSJ pada 2019 hingga 2020 yang merugikan negara sebesar Rp223 miliar dan dikenakan Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 terkait dugaan secara bersama-sama melakukan dugaan Tipikor. (Murgap)