Dwi Laksono Setyowibowo SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI Charles Sitorus yang didakwa turut serta dalam kasus dugaan importasi gula di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) pada tahun 2015 hingga 2016 di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (25/04/2025).
Agenda sidang hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT PPI Dayu Padmara untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Charles Sitorus. Dalam dakwaan JPU mengungkapkan, Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tersebut memperkaya beberapa pihak, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar.
“Perbuatan Charles telah memperkaya pihak lain senilai Rp295,15 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian negara,” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (06/03/2025).
Perbuatan Charles Sitorus diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jaksa juga menceritakan, bahwa Charles Sitorus diduga tidak melaksanakan penugasan pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional sesuai dengan Harga Patokan Petani (HPP) dan tidak melakukan kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen gula sebagaimana dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPI tahun 2016.
Jaksa menyebut, Charles Sitorus telah melakukan kesepakatan, pengaturan harga jual Gula Kristal Putih (GKP) dari produsen gula rafinasi kepada PT PPI, termasuk pengaturan harga jual gula dan produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas HPP bersama-sama dengan 8 (delapan) perusahaan. Kedelapan perusahaan tersebut yakni dengan Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products Tony Wijaya, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan, serta Dirut PT Medan Sugar Industry Indra Suryadiningrat.
Selanjutnya, juga bersama-sama dengan Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Direktur PT Duta Sugar International Hendrogiarto Tiwow, serta Dirut PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama. “Padahal, delapan perusahaan tersebut merupakan produsen dalam negeri dengan izin industri pengelolaan Gula Kristal Mentah (GKM) impor menjadi gula kristal rafinasi untuk kepentingan industri makanan atas persetujuan mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong,” terang jaksa.
Jaksa mengatakan, dalam rangka penugasan pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional, Charles Sitorus melakukan kerja sama pengadaan GKP dengan Tony, Then Surianto, Hansen, Indra, Eka Sapanca, Wisnu, Hendrogiarto, serta Hans Falita Hutama. Para pejabat perusahaan swasta tersebut dinilai oleh jaksa, tidak berhak mengelola GKM impor menjadi GKP karena hanya memiliki izin industri pengelolaan gula mentah menjadi gula kristal rafinasi untuk kepentingan industri makanan.
Dalam dakwaan jaksa, Charles Sitorus juga diduga tidak melakukan pengadaan dan distribusi GKP dalam rangka pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional tahun 2016 melalui Operasi Pasar (OP) dan atau pasar murah. Dikatakan jaksa, Charles Sitorus melakukan distribusi GKP melalui distributor yang telah diatur berdasarkan kesepakatan antara Charles, Tony, Then Surianto, Hansen, Indra, Eka, Wisnu, Hendrogiarto, Hans, dan Dirut PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo.
Adapun Charles disebutkan telah mengetahui persetujuan impor yang diterbitkan Tom Lembong kepada PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, dan PT Kebun Tebu Mas, tanpa didasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar kementerian. “Charles Sitorus juga mengetahui persetujuan impor yang diterbitkan Tom Lembong kepada PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, dan PT Kebun Tebu Mas, tanpa rekomendasi Menteri Perindustrian (Menperin) RI,” kata jaksa.
Dengan demikian, jaksa memaparkan, bahwa perbuatan Charles Sitorus tersebut telah memperkaya Tony sebesar Rp29,16 miliar, Then Surianto Rp27,26 miliar, Hansen Rp30,99 miliar, Indra Rp30 miliar, Eka Rp18,26 miliar, Wisnu Rp22,46 miliar, Hendrogiarto Rp41,23 miliar, Hans Rp47,84 miliar, serta Ali Rp47,87 miliar. Kuasa Hukum terdakwa mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Persero) Charles Sitorus, Dwi Laksono Setyowibowo SH MH mengatakan, keterangan saksi netral dan sesuai fakta dan tidak memberatkan dari kliennya.
“Soal kepemimpinan mantan Mendag RI Thomas Trikasih Lembong melanjutkan kepemimpinan dari mantan Mendag RI sebelumnya yakni Rahmat Gobel. Karena ada reshuffle kabinet atau pergantian, sehingga ada pergantian dengan Thomas Trikasih Lembong. Mengenai penunjukan dengan produsen gula swasta itu tidak ada larangan dalam Surat Penugasan Nomor 51 tanggal 12 Januari 2016. Tidak ada larangan atau perintah untuk bekerjasama dengan pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) maupun pihak tertentu, sehingga membuka ruang dan boleh-boleh saja keterangan saksi dari Kemendag RI saat itu Sri Agustina, Gunaryo, Robert Bintaryo sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Kemendag RI, waktu itu juga membuka ruang untuk menambah ruang untuk industri dalam negeri. Jadi boleh bekerjasama dengan perusahaan swasta juga. Karena saat itu, PTPN dan PT RNI tidak tercapai realisasi dari penugasannya pada 2015,” ujar Dwi Laksono Setyowibowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, Indonesia pada 2015 industri dalam negeri kekurangan pasokan gula juga karena impor gula ini untuk mengatasi kekurangan gula produksi lokal. “Jadi bukan untuk menggantikan gula dalam negeri tapi untuk mengatasi kebutuhan konsumsi gula yang melebihi produksi gula lokal dan itu semuanya tentunya harus berdasarkan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) penugasan kepada PT PPI bekerjasama dengan industri gula nasional dalam hal ini adalah 8 perusahaan industri gula adalah menjalankan hasil dari Rakortas yang digelar 28 Desember 2015, ” terang Dwi Laksono Setyowibowo SH MH dari kantor law firm JW and Partners yang beralamat di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Isi Rakortas tersebut menugaskan PT PPI dalam rangka stabilisasi harga gula dan untuk pembentukan stok gula. Jadi menugaskan PT PPI. Mengenai penugasan itu bisa dengan BUMN bisa dengan swasta,” paparnya.
Dijelaskannya, tapi penugasan dengan BUMN di 2015 memang tidak tercapai realisasinya. “Dari target 200 ribu pasokan gula hanya 57.500 realisasinya. Oleh karena itu, dibuka ruang untuk bekerjasama dengan industri gula nasional yaitu perusahaan swasta yang bisa memproduksi GKM menjadi GKP. Padahal, perusahaan gula rafinasi tapi ada diskresi atau Pasal 28 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 itu membolehkan dan tidak ada keberatan dilakukan Rakortas berikutnya di tahun 2016 di bulan April, mengenai hak penugasan kepada PT PPI bekerjasama dengan 8 produsen,” ucapnya.
“Dalam Rakortas 28 Desember 2015, hanya penugasan kepada PT PPI untuk stabilisasi harga gula. Tahun 2015 itu tidak tercapai realisasi pasokan gula tersebut, karena target dari 200 ribu hanya 57.500 gula yang bisa disupply (dipasok) oleh PT RNI dan PTPN. Oleh karenanya, kerjasamanya dengan pihak swasta,” urainya.
Ia menilai keterangan saksi mantan Dirut PT PPI netral dan tidak memberatkan buat kliennya. “Dirut PT PPI Dayu menjabat sebelum klien saya (terdakwa Charles Sitorus) masuk ke dalam PT PPI dan yang keluar dari PT PPI itu adalah terdakwa Charles Sitorus duluan di Juni 2016 dan Dayu sebagai Dirut PT PPI pindah ke Sarinah pada Agustus 2016,” tandasnya. (Murgap)