Prof dr Hasbullah Thabrany MPH Dr PH
Jakarta, Madina Line.Com – Center of Human Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) bersama Muhammadiyah Tobaco Control Network (MTCN) membahas serba-serbi industri tembakau melalui buku berjudul Drakula Ekonomi : Telaah Antropologis dan Sosial Ekonomi Industri Tembakau karya Dr Mukhaer Pakkanna SE MM yang resmi dilaunching (diluncurkan) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jum’at (07/02/2025).
Beberapa topik selain industri tembakau turut dibahas dalam buku yang terdiri atas 6 (enam) bab ini, termasuk di antaranya terkait asal-muasal kebiasaan merokok yang kerap dilabeli sebagai sebuah budaya di Indonesia. Asia Tenggara yang pertama mengenal budaya rokok dan tembakau itu adalah Filipina, karena dibawa oleh Spanyol.
“Belakangan, Indonesia itu karena dibawa oleh Belanda, jadi merokok itu sebenarnya kultur Eropa, itu bukan kultur Indonesia, bukan budaya Indonesia,” kata penulis buku tersebut, Dr Mukhaer Pakkanna SE MM dalam kegiatan peluncuran bukunya di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jum’at (07/02/2025).
Tampak hadir dalam acara ini menjadi salah satu pembicara Prof dr Hasbullah Thabrany MPH Dr PH selaku Ketua Komisi Pengendalian Tembakau. Ia mengatakan, sangat senang Muhammadiyah yang konsisten dengan fatwa, bahwa rokok itu haram dan ini upaya-upaya menjelaskan kenapa haram itu.
“Itu saya apresiasi betul dan buku ini menceritakan sejarah yang tadi saya sampaikan bisa memberikan inspirasi dan pemahaman lebih lanjut, bahwa rokok bukan budaya kita. Jadi jangan dianggap merokok itu sebuah budaya. Kalau dari ilmu kedokteran karena saya mantan dokter, dokter umum, saya lulus Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1980,” ujar Prof dr Hasbullah Thabrany MPH Dr PH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara ini.
Dikatakannya, seluruh dunia sudah tahu, bahwa rokok itu memang penyandu. “Kalau memang membaca laporan Amerika Serikat (AS) 50 tahun pengendalian tembakau di AS, bukunya 1.100 halaman, itu membuktikan rokok sebagai sumber lebih dari 100 penyakit,” katanya.
“Bagi orang yang mengonsumsi rokok bisa menimbulkan penyakit kanker, jantung, diabetes, tapi kalau penyakit Tubercolosis (Tbc) bukan penyebabnya dari merokok melainkan orang merokok mempermudah segera Tbc,” ucapnya.
Dijelaskannya, literatur di seluruh dunia banyak. “Cuma di Indonesia, saya mengapresiasi Muhammadiyah. Banyak pejabat salah paham. Disangkanya rokok itu sumber pendapatan. Disangkanya cukai rokok adalah sumbangan industri rokok. Keliru besar,” tuturnya.
Ia menegaskan, industri rokok tidak ada sumbangan ke negara kecuali pajak yang juga sama ke industri lain. “Pajak dari keuntungan rokok. Cukai rokok bukan sumbangan dari industri rokok. Itu yang mesti dicatat. Cukai rokok adalah uang denda dari rakyat yang kena Drakula-nya,” terangnya.
“Terpaksa orang miskin beli rokok sudah tidak bisa keluar lagi. Bahkan beli rokoknya lebih banyak daripada beli beras,” ungkapnya.
Dikatakannya, sering merokok itu kebiasaan akibat sudah kecanduan. “Nah, itu bahayanya orang yang sudah kecanduan bisa mabok. Nah, ini yang saya berharap dari sini, para pejabat kita coba buka mata. Baca literatur dari negara lain. Jangan kira, bahwa Framework Convention of Tobaco Control (FCTC) dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) intinya mengajak kepada pimpinan-pimpinan negara “Yuk kita buat rakyat yang sehat dan produktif”,” paparnya.
“Tapi banyak pejabat di Indonesia menganggap “Oh FCTC WHO mengganggu kedaulatan negara”. Aneh sekali. Itu yang keliru. Kalau mengganggu kedaulatan negara, masa Jepang, Korea, China, Jerman dan Inggris yang sudah tandatangan tidak merasa terganggu dengan itu? Malah bersyukur. Kok kita aneh sekali?” tanyanya.
Nah, sambungnya, ini bisikan-bisikan keliru oleh penulis buku Dr Mukhaer Pakkanna SE MM bilang Drakula itu di dalam bukunya. “Jadi drakula itu bukan hanya memakan rakyat tapi memakan pikiran pejabat juga,” tandasnya. (Murgap)