Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Basuki SH (tengah) dan Alfa SH di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/01/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan terkait dugaan Tipikor pada perkara kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dengan terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/01/2025).
Agenda sidang kali ini tim Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH membacakan Nota Eksepsi (Keberatan) atas surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan oleh JPU kepada kliennya pada sidang yang lalu. Terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo merupakan satu dari 3 (tiga) hakim PN Surabaya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) Juncto (Jo) Pasal 6 ayat (2) Jo Pasal 12 huruf e Jo Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kasus ini, mereka diduga menerima suap untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan terhadap Dini Sera Afriyanti yang berujung kematian.
Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH mengatakan, Nota Eksepsi yang dibacakan hari ini untuk meluruskan kepada publik, bahwa sebenarnya dari awal pemberitaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak benar. “Dari awal memang tidak ada OTT. Nanti bisa dicross check (diperiksa) ketika nanti terduga pemberi suap disidangkan bisa ditanyakan kepada si terduga pemberi suap itu di mana posisi dia berada, pada saat klien kami terdakwa Heru Hanindyo digeledah rumahnya memang tidak pernah ada tindak pidana di situ. Itu yang sudah kita sampaikan dalam Nota Eksepsi. Kalau misalnya tidak ada tertangkap tangan, maka memang harus izin Ketua PN Surabaya. Nah itu tidak dipenuhi dan tidak ada izin dari Ketua PN Surabaya dan tidak ada izin dari Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI),” ujar Farih Romdoni Putra SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, hakim sejatinya adalah aparat penegak hukum (APH), sehingga untuk supaya tidak ada perang antar institusi perlu ada izin dari Ketua MA RI untuk melakukan penahanan atau OTT dan itu semua tidak dipenuhi. “Itu semua sudah kita sampaikan dalam Nota Eksepsi dan beberapa surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang juga sudah kita sampaikan, bahwa ada dakwaan JPU yang tidak lengkap dan harapannya nanti majelis hakim dapat memutuskan perkara klien saya ini dengan seadil-adilnya,” harapnya.
Menurutnya, untuk penangkapan, penyitaan, penggeledahan dan penahanan kepada kliennya dianggap tidak sah dan sudah disampaikan dalam Nota Eksepsi. “Maka, pada sidang selanjutnya yang akan digelar pada Selasa (07/01/2025), JPU akan menanggapi Nota Eksepsi dari kami. Berikutnya, kami berharap majelis hakim dapat memutus perkara ini dengan seadil-adilnya,” ungkap Farih Romdoni Putra SH dari Kantor Law Firm ARSB yang beralamat di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) ini.
Dijelaskannya, soal pasal yang didakwakan oleh JPU kepada kliennya itu pembuktiannya pada saat persidangan. “Pembuktiannya bukan sekarang. Dakwaannya seperti apa dan ada tidak jelas dalam dakwaan jaksa, maka kita kritisi. Kita kritisi adalah soal selisih dari dugaan uang suap. Jadi uang suap yang didakwakan oleh jaksa kepada kliennya, totalnya sebesar Rp4 miliar. Didakwaan jaksa disebutkan uang Rp4 miliar itu berasal dari ibu dari Ronald Tannur. Tapi ketika diuraikan berapa uang yang diterima ibu dari Ronald Tannur itu ternyata jumlah yang diberikan kepada terduga si pemberi suap sebesar Rp3 miliar. Pertanyaannya, uang sisanya Rp1 miliar ke mana?” tanyanya.
“Itu tidak diuraikan oleh jaksa dalam dakwaannya. Seharusnya harus diuraikan dalam dakwaan jaksa, apakah dia pinjam uang tersebut ataukah uang dapat dari mana ataukah nalangin atau apa? Itu harus disampaikan,” tegasnya.
Dijelaskannya, jadi tidak sesuai dakwaan jaksa soal uang Rp4 miliar yang diduga untuk menyuap hakim. “Uang yang diserahkan oleh keluarga dari Ronald Tannur kepada kliennya tidak sesuai. Itu yang seharusnya bisa dijabarkan lebih lengkap,” tandasnya. (Murgap)