Kuasa Hukum pengusaha dan pemegang merek pertama FDX Andi, Salim Halim SH (pertama dari kiri) foto bersama kliennya, di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Jum’at siang (23/04/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Putra Jasa Internasional menyelenggarakan acara Forum Diskusi Hukun dengan mengambil tema Tindak Pidana Merek di Indonesia FDX vs FDX & FDX vs FDX Oil : di mana dasar hukumnya? Dengan menampilkan narasumber Noprizal SH MSi (Kasi Penyelesaian Sengketa Alternatif, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI), AKBP (P) Amir Hamzah SH MH (Mantan Kanit 4 Subdit 1 Bidang Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri) dan Adi Supanto SH MHum (Legal Practicioner and Academics) serta dimoderatori oleh Salim Halim SH (Advocate & Registered Intelectual Property Consultant) di Hotel Grand Mercure, Harmoni, Jakarta, Jum’at siang (23/04/2021).
Salim Halim SH mengatakan, kejadian Tindak Pidana Merek di Indonesia sejauh ini sangat ruwet dan sangat menakutkan, terutama bagi pengusaha, sehingga tujuan diadakannya acara ini karena pihaknya yang didukung oleh pengusaha, terutama pemilik merek FDX, dan pemilik merek tersebut hadir di acara ini bernama Andi. “Kenapa hari ini diadakan Forum Diskusi Hukum tentang Tindak Pidana Merek di Indonesia? Karena klien saya (Andi) ada kekhawatiran tentang penggunaan merek FDX yang sebetulnya klien saya itu, pemegang pertama merek tersebut. Di dalam Undang-Undang (UU) Merek itu ada azaz First to Far dan First to Used. Nah, kalau dari kacamata saya dan dari bukti yang saya dapat dari klien saya, bahwa klien saya ini (Andi) sebagai First to Used (pihak pertama yang menggunakan nama merek FDX),” ujar Salim Halim SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara ini.
Dalam kaitan ini, sambungnya, ada sedikit permasalahan dengan merek Defas Oil FDX dan FDX. “Saya merasa keberatan terhadap permohonan merek yang pertama yang diajukan oleh pihak lain yaitu FDX dan FDX Oil. Kedua merek ini mendaftar merek dengan itikad tidak baik. Karena klien saya duluan daftar dengan merek yang sama yakni FDX dan terakhir mendaftar dengan merek FDX dan FDX Oil,” ungkapnya.
Menurutnya, pendaftaran merek tersebut (FDX dan FDX Oil) ada unsur-unsur tertentu, sehingga permohonannya di Direktorat Intelektual Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia Republik Indonesia (KemenkumHAM RI), terdapat penolakan dari pihak yang pertama yakni merek FDX Oil dan kliennya (FDX). “Saya melihat dari kedua merek tersebut tidak ada kesamaan pada pokoknya. Kita bisa buktikan dengan merek-merek lainnya ataupun sudah dibicarakan dan dipaparkan oleh narasumber pada acara ini yakni Ahmad Rifadi yaitu merek itu ada persamaan pada pokoknya yaitu persamaan bunyi (fonetik), persamaan konseptual, dan persamaan visual,” paparnya.
Ia menilai, unsur tersebut antara Defas Oil FDX dan FDX tidak memunyai unsur yang sama atau dikatakan memiliki persamaan pada pokoknya. “Apalagi, dengan warna dan logo yang berbeda. Ini lah yang kami keberatan di Direktorat Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI. Sudah kami mengajukan keberatan tetapi Direktorat Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI tetap menganggap merek klien kami memiliki persamaan pada pokoknya dengan Defas Oil FDX dan FDX,” terangnya.
“Kejadian ini, kami sudah proses ke Komisi Banding Merek. Lebih celaka lagi, pihak lawan mendaftarkan merek FDX dan FDX Oil dengan merek yang sama dengan merek klien kami (FDX). Tapi saya katakan, sesuai dengan UU Merek yang disampaikan oleh narasumber First to Far (pihak yang duluan mendaftarkan mereknya). Jadi klien saya ini sudah duluan yang mendaftar duluan. Walaupun dalam posisi ditolak tetapi belum ditolak final karena masih punya daya hukum dan upaya hukum,” katanya.
Dikatakannya, di daftarnya FDX dengan orang yang sama dan pemilik merek Defas Oil FDX, maka di situ ia melihat ada unsur itikad yang tidak baik. “Kenapa oposisi kami dalam permohonannya? Begitu dia mendaftarkan dan diumumkan. Kami oposisi dan kami keberatan. Secara hukum tadi narasumber sudah mengatakan, bahwa persaingan merek ini tidak bisa diproses ke jalur hukum dulu. Karena mereknya masih sama. Kami tidak mengerti Direktorat Merek pada Ditjen HaKI KemenkumHAM RI, menolak oposisi kami. Dengan alasan, merek FDX dengan FDX Oil 1 dan FDX dengan FDX Oil 2, ada dua ya, tidak memunyai persamaan pada pokoknya dan katanya itu beda. Saya tidak mengerti dan saya sudah menjadi praktisi hukum selama 20 (dua puluh) tahun lebih, baru pertama kali bertemu, dikatakan antara FDX dan FDX Oil itu beda. Pertanyaan saya, tadi ditolak merek klien saya (FDX) dengan FDX Oil itu dikatakan mirip. Itu tolong diperhatikan. Tolong kejadian ini menjadi perhatian Direktorat Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI,” imbaunya.
“Ini lah yang menjadi permasalahan dan alasan kenapa diadakan Forum Diskusi Hukum pada hari ini dengan tema Tindak Pidana Merek di Indonesia,” paparnya.
Dijelaskannya, pengusaha sangat khawatir karena pengusaha sudah lama menggunakan merek FDX dan sudah didistribusikan produknya ke seluruh Indonesia. “Jadi kalau umpamanya merek itu keluar satu itikad tidak baik, pengusaha banyak merugi. Karena barangnya sudah beredar. Maka, saya mengadakan acara ini dengan mendatangkan stakeholders (pihak terkait), di antaranya dari mantan pejabat di Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dan ahli, untuk meyakinkan para pengusaha, hukumnya, apabila kami masih berproses di Komisi Banding Merek, satu sisi belum keluar sertifikat merek ataupun sudah keluar sertifikat merek, menurut saya, sebagai praktisi hukum, tidak ada masalah hukum. Karena ini kita masih jalan,” tegasnya.
“Hari ini, kita gelar diskusi ini dengan mendatangkan para pakar untuk memberi suatu kepastian hukum kepada pengusaha supaya jangan khawatir,” ungkapnya.
Dikatakannya, pihaknya melakukan permohonan merek kliennya dan pihak klien (Andi) yang mengajukan keberatan persaingan merek. “Permohonan merek FDX ini sebetulnya sudah putus oleh pemeriksa di daftar merek. Tetapi setelah itu, kita tidak tahu karena kami mengajukan permohonan percepatan sertifikat dengan tidak ada hujan dan angin, datang surat penolakan dari Direktorat Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI. Jadi sudah didaftarkan, baru kemudian dicabut menjadi ditolak. Itulah yang menjadi permasalahan hukum yang saya sudah mengajukan surat keberatan oleh Direktur Merek sampai saat ini tidak dijawab,” sesalnya.
“Itu lah yang menjadi keberatan saya. Terkait dengan itu, kami akan melakukan upaya hukum terhadap perbuatan yang dikatagorikan perbuatan melawan hukum (PMH),” urainya.
Tentu, sambungnya, pihaknya akan mengajukan surat ke Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (MenkumHAM) RI Yasona Laoly SH untuk menjadi perhatian terhadap permasalahan ini terkait persaingan merek kliennya. “Menurut kami, tidak sesuai hukum yang diatur dalam UU Merek. Saya kira mudah-mudahan MenkumHAM RI bisa menerima keberatan kami. Satu lagi, surat keberatan sudah kami ajukan kepada MenkumHAM RI. Cuma hingga kini, belum ada jawaban,” tuturnya.
“Kalaupun ada jawaban dari MenkumHAM RI Yasona Laoly SH, kami juga perlu untuk mengadakan audiensi supaya lebih jelas apa keberatan yang kita mau sampaikan dalam permohonan yang kami anggap tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Merek. Itu yang kami harapkan bisa diberi audiensi oleh MenkumHAM RI Yasona Laoly SH untuk kita mengajukan keberatan-keberatan klien saya,” paparnya.
Masih di tempat yang sama, Andi, pengusaha atau owner FDX (pemegang pertama merek FDX) yang turut hadir dalam acara ini menambahkan, perusahaannya sudah berjalan selama 1 (satu) tahun dan dari pendaftaran merek antara Defas Oil FDX dan FDX hanya beda waktu pendaftarannya 14 (empat belas) hari saja. “Tapi kalau untuk barang beredar, duluan kami. Duluan barang FDX beredar,” ujar Andi kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara ini.
Ia memertanyakan, kenapa bisa Direktorat Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI membuat penolakan atas mereknya (FDX). “Sedangkan, saat itu perusahaannya dalam status sudah masuk di Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Merek Ditjen HaKI KemenkumHAM RI dan sudah naik ke jenjang atas. Kenapa bisa turun lagi statusnya? Di sinilah, saya ada kejanggalan dengan Ditjen HaKI. ada apa?” tanyanya heran.
“Saya merasa dirugikan dan sangat dirugikan sekali,” tegasnya.
Dikatakannya, permasalahan ini belum masuk ke ruang sidang di pengadilan. “Dengan adanya persaingan merek ini dari sisi kerugian materi dan non materi, kerugian sangat terasa dengan adanya tersebarnya isu-isu bahwa FDX saya palsu dan ditolak di KemenkumHAM RI,” katanya.
“Menakut-nakuti konsumen, dan belakangan ini isunya tersebar ke mana-mana,” ungkapnya.
Sedangkan, sambungnya, belum ada ketetapan hukum tetap (incraht) dari pengadilan karena kejadian ini masih berjalan di KemenkumHAM RI. “Namun, isu-isu miring dan tidak jelas tersebut sudah terdengar di lapangan. Saya merasa dirugikan sekali,” katanya.
“Ada dua hal yang sama dikatakan berbeda dan saya disanggah. Defas Oil dengan FDX, jelas dua hal yang berbeda,” ungkapnya.
Sementara, sambungnya, Defas Oil itu sudah berapa hurufnya? “Saya cuma FDX ditolak, dan saya merasa cukup aneh dan pihak lawan mendaftarkan lagi dengan merek FDX yang jelas-jelas hanya 3 (tiga) huruf dibilang berbeda. Itu yang sangat saya keberatan. Di situ ada itikad yang tidak baik,” tandasnya. (Murgap)