Riduan Tambunan SH
Jakarta, Madina Line.Com – Dugaan raibnya dana deposito nasabah perusahaan asuransi di Bank Mega Syariah (BMS) sebesar Rp20 miliar mendapat sorotan dari Advokat Riduan Tambunan SH.
Ia mengatakan, selaku Advokat dari perusahaan asuransi yang dana depositonya raib sebesar Rp20 miliar itu, kliennya sejak tahun 2012 sudah memunyai dana deposito di BMS. “Dana deposito kliennya sudah memenuhi kewajiban. Kewajiban peraturan perundang-undangan perasuransian Nomor 40 Tahun 2014. Dalam pasal 20 disebutkan, bahwa perusahaan asuransi harus memunyai dana jaminan wajib yang besarnya dana jaminan wajib itu harus sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Maka, dibukalah di BMS, 4 (empat) jenis giro bilyet senilai Rp20 miliar,” ujar Riduan Tambunan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (22/04/2021).
Dijelaskannya, keempat giro bilyet tersebut tersimpan di BMS. “Pada tahun 2015, di saat kliennya mencoba menagih bunga dari dana deposito ini, diperoleh kabar dari BMS, bahwasanya dana deposito tersebut sudah dicairkan atau sudah raib,” ungkapnya.
“Tentunya, klien kami terkejut karena tanpa ada instruksi pencairan dari pemilik dana deposito tersebut. Kemudian, muncul hal-hal aneh. Klien saya ini tidak berada di BMS ketika pencairan,” terangnya.
Selanjutnya, sambungnya, keempat bilyet giro tidak dilampirkan. “Kemudian, tidak ada konfirmasi dari pihak BMS kepada kliennya, bahwa ada penarikan ataupun pencairan dana deposito klien saya ini,” ungkapnya.
Dikatakannya, dana tersebut juga tidak ditransfer ke rekening induk nasabah. “Jadi rekening klien saya itu atau nasabah itu tidak menerima dana dari pencairan. Jadi timbul pertanyaan, sebenarnya secara prosedur perbankan dibenarkankah? Mentransfer uang atau mencairkan dana bukan kepada rekening induk nasabah? Kalau seperti ini yang dilakukan oleh pihak BMS akan menjadi preseden buruk dan gampang bagi pihak BMS untuk memindahkan uang nasabah ditransfer ke nomor rekening lain,” paparnya.
“Seharusnya, dalam perkara ini, perlu ada kerahasiaan dan kehati-hatian. Itu perlu diketahui oleh pihak prinsipal yang sifatnya kerahasiaan,” tegasnya.
Dijelaskannya, ia mendapatkan jawaban dari pihak BMS, dan mengetahui informasi dari pers, bahwa pihak BMS mengatakan, sudah mentransfer ke rekening perusahaan grup. “Ini membuktikan, bahwa BMS membuka sebuah celah kesalahan. Karena apa? Kenapa bukan ditransfer ke rekening induk nasabah yang memiliki dana deposito di BMS?” tanyanya.
“Seharusnya, BMS mengetahui aturan, bahwa tidak boleh mentransfer dana deposito ke pihak yang bukan nasabah,” imbaunya.
Di sinilah, imbuhnya, pihaknya mencoba untuk mengetuk hati dari BMS agar perkara ini bisa diclearkan (dibersihkan). “Dari pembuktian, BMS mengatakan, bahwasanya perkara ini sudah selesai pidananya dengan mem-Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya dengan dakwaan tindak pidana. Seolah-olah BMS berdalih perkara ini sudah diselesaikan dengan perkara tindak pidana,” jelasnya.
Menurutnya, tidak segampang itu. “Dari kesaksian beberapa karyawan BMS pada saat sidang Kepala Cabang (Kacab) Kantor BMS berlangsung, diperoleh beberapa hal yang menguatkan dugaan pencairan deposito tidak memenuhi persyaratan. “Dalam arti tidak mengikuti aturan yang berlaku. Kenapa? Empat giro bilyet tidak dilampirkan. Tandatangan dipalsukan. Selanjutnya, dana yang ditransfer itu tidak dimasukan ke nomor rekening kliennya. Jadi itu sudah melengkapi bahwasanya kejadian yang terjadi di BMS itu ada perbuatan melawan hukum (PMH). Di mana PMH? BMS tidak waspada. Memang selaku korporasi harus bertanggung jawab,” terangnya.
“Kemarin klien saya juga meminta perlindungan hukum kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Prof Dr Mahfud MD dengan Nomor aduan kepada Menkopolhukam Nomor B 2965/AK/00.00.01/09/2020 tertanggal 23 September 2020 yang di dalam salah satu butirnya ditentukan cara korporasi bebas harus bertanggungjawab mengganti dana yang dilakukan oleh karyawannya walaupun karyawannya sudah dipidana. “Nah, ini salah satu pointnya bahwasanya korporasi harus bertanggung jawab. Kami ingin perkara ini bisa selesai secara bersama dengan BMS. Untuk waktu dekat ini, kami ingin bertemu dengan pihak BMS. Kami juga akan melakukan proses hukum kalau keinginan klien kami tidak terpenuhi,” katanya.
Ia mengharapkan perkara ini bisa diselesaikan secara baik-baik. “Karena kalau tidak, dengan adanya perkara ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia perbankan dan jangan ada hal seperti ini terjadi lagi,” ujar Riduan Tambunan SH dari Kantor Hukum atau Law Firm Riduan Tambunan SH and Partners yang berlokasi di Jakarta ini. (Murgap)