Palmer Situmorang SH MH PhD
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) perusahaan asuransi jiwa PT Wana Artha Life di ruang Purwoto Ganda Subrata, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa siang (20/04/2021).
Pada persidangan kali ini, memberikan kesaksian dan penjelasan dari Direksi PT Wana Artha Life di hadapan Majelis Hakim PN Jakpus. Kuasa Hukum Pemohon dari 498 Nasabah PT Wana Artha Life, Palmer Situmorang SH MH PhD mengatakan, pihak pemohon dalam persidangan hari ini, ditegaskan adalah kliennya benar nasabah dari PT Wana Artha Life dan sudah dibuat secara tertulis dari keterangan saksi.
“Uang yang ada di dalam rekening yang disita oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) itu dari berbagai sumber. Sumber pertama adalah dari modal saham. Nilainya adalah Rp101 miliar,” ujar Palmer Situmorang SH MH PhD kepada wartawan Media Nasional.Co ketika ditemui usai acara sidang ini.
Selebihnya, sambungnya, hasil dari keuntungan dan juga dari pengumpulan dana masyarakat yang menuntut pihak asuransi yaitu yang namanya premi. “Jadi jumlah aset para nasabah itu per 31 Desember 2019 yaitu 1,5 bulan diletakan ke kita. Kekayaan dan aset itu ada Rp4,7 triliun sumbernya adalah premi nasabah dan penyertaan modal,” urainya.
“Jadi Rp4,6 triliun adalah uang nasabah,” tegasnya.
Dijelaskannya, uang yang disita oleh Kejagung sebesar Rp4,7 triliun. “Jadi dari uang Rp4,7 triliun itu, ada uang dari nasabah. Permohonan keberatan itu dasarnya Pasal 19 Undang-Undang (UU) Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Disebutkan dalam Pasal 19 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999, warga masyarakat atau pihak ke-3 (tiga) yang beritikad baik bukan tersangka dan bukan terdakwa berhak mengajukan ke pengadilan keberatannya. Sebagai pihak ketiga yang akan dirugikan dan beritikad baik. Bukan pemilik,” katanya.
“Jadi bunyi Pasal 19 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 seperti itu. Jadi klien kami itu merasa karena klien kami punya uang dari para pemegang polis itu. Uangnya ada di tempat yang disita itu dan meminta kepada PN Jakpus agar dikeluarkan dari penyitaan,” imbaunya.
Dikatakannya, dari keterangan kedua Direksi PT Wana Artha Life sudah menegaskan, uang yang ada di dalam sita itu sumbernya ada 2 (dua) yakni dari uang penyertaan modal sebesar Rp101 miliar dan Rp4,6 triliun berasal dari premi nasabah. “Jadi uang yang disita oleh penyidik Kejagung adalah uang milik masyarakat,” terangnya.
“Seharusnya, Pemerintah Indonesia, uang yang diberikan dan dikumpulkan oleh masyarakat karena yang namanya perusahaan asuransi itu adalah lembaga keuangan atau industri keuangan non bank, yang di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selama ini industri ini belum memberikan laporan kepada OJK dan PT Wana Artha Life tidak pernah mendapat teguran sampai adanya penyitaan uang nasabah ini,” katanya.
Dijelaskannya, seolah-olah ada tudingan adanya dugaan pencucian uang dari orang di dalam PT Wana Artha Life. “Konon katanya kan seolah-olah ada dugaan pencucian uang dari tersangka yang masuk ke dalam rekening nasabah. Sekarang yang pasti adalah bahwa pemilik barang ini bukan tersangka dan bukan terdakwa,” paparnya.
Ditegaskannya lagi, sesuai Pasal 19 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 menyebutkan, bahwa tidak boleh harta masyarakat dirampas. “Kalau hartanya itu disita untuk barang bukri (bb), kami harap maklum untuk pembuktian. Tapi kalau untuk dirampas, itu sudah lari dan keliru,” terangnya.
“Kami keberatan untuk itu. Tapi apapun yang terjadi di dalam pidana perkara Benny Tjokro (BenTjok) selaku terdakwa dan kawan-kawannya sebagai terdakwa juga, tidak merubah status dari pemilik atau pemegang polis menjadi milik negara. Itu ngawur dan tidak bisa. Karena itu harus masuk ke proses perdata ” ungkapnya.
Menurutnya, mengalihkan kepemilikan dari satu individu atau subjek hukum yaitu negara, tidak boleh terjadi. “Kejahatan apapun yang terjadi di PT Wana Artha Life tidak menjadi alasan bisa merampas uang milik klien kami atau nasabah menjadi milik orang lain,” jelasnya.
“Agenda sidang selanjutnya adalah pembuktian dari Ahli pada tanggal 27 April 2021,” ungkap Palmer Situmorang SH MH PhD dari Kantor Pengacara atau Law Firm Palmer Situmorang SH MH PhD and Associates. (Murgap)